Steve Jobs sungguh sosok fenomenal. Apa pun yang dia lakukan selalu menjadi berita. Maklum, dialah CEO yang sangat disegani di seluruh dunia. Prestasinya dalam membuat perusahaan Apple dari yang hampir bangkrut menjadi perusahaan yang mempunyai kapitalisasi pasar lebih tinggi dari Microsoft sungguh mengagumkan. Sebuah kinerja bisnis yang belum pernah terpikirkan sebelumnya oleh pelaku bisnis atau investor di seluruh dunia.
Pada Januari 2011 ini, Steve Jobs memutuskan untuk mengambil cuti panjang sebagai upaya untuk mengobati penyakit kanker kolon yang diderita sejak tahun 2004. Dalam hitungan jam, bursa saham langsung bereaksi negatif. Harga saham Apple turun 8% dalam kurun waktu satu hari perdagangan. Penurunan ini setara dengan turunnya kapitalisasi pasar sebesar Rp 240 triliun. Wow! Inilah sebuah nilai kesehatan yang sangat mahal. Bahkan mungkin lebih mahal dari kesehatan seorang presiden.
Sejak Steve Jobs kembali menjadi CEO Apple di tahun 1997 setelah didepak pada tahun 1985, berbagai produk inovatif sudah dia luncurkan. Ipod, iphone, dan ipad adalah produk-produk fenomenal, yang pelanggannya rela mengantre untuk membeli. Ini yang kemudian membuat harga saham Apple naik lebih dari 100 kali lipat selama 10 tahun terakhir. Prestasi gemilang dari Apple ini bukan hanya terbatas dari inovasi produknya, tetapi juga merambah ke pengembangan bisnis dan layanan.
Apple telah berhasil mengembangkan jaringan ritelnya di seluruh dunia. Steve Jobs menyadari bahwa semua produk teknologi tinggi sudah mengalami perubahan, yang semula merupakan alat untuk produktivitas kemudian menjadi alat untuk mencari pengalaman. Diluncurkan pada tahun 2001, kemudian berkembang sangat pesat hingga tahun 2010. Kontribusi terhadap total revenue dari Apple Retail Store ini mencapai 20% terhadap penjualan dan sekitar 25% terhadap laba perusahaan. Apple Retail Store ini juga terbukti mendongkrak pangsa pasar Apple dan sekaligus memperkuat merek Apple agar menancap kuat dalam benak pelanggannya.
Apple Retail Store memulai konsep dengan memberikan pengalaman. Ini berbeda dengan produk-produk elektronik lainnya yang cenderung mementingkan penampilan produk. Pelanggan dibiarkan untuk mencoba dan bahkan melakukan berbagai aktivitas seperti mengunduh lagu atau memindahkan foto. Salah satu konsep yang terkenal dari Apple Store ini adalah Genius Bar, yaitu bagian dari ritelnya yang dijadikan sebagai proses pembelajaran bagi para pelanggan. Saya sempat melakukan observasi pojok Genius Bar di Apple Store di Amerika maupun di Eropa selama beberapa tahun terakhir. Genius Bar ini memang salah satu daya tarik dan sekaligus memberikan keunikan yang membedakan dengan toko-toko elektronik dari merek-merek global lainnya. Di Indonesia, Genius Bar sering tidak terlihat. Mungkin karena pelanggan di Indonesia yang dianggap belum siap. Pelanggan di negara ini cenderung membeli produk-produk Apple untuk mengejar gengsi dan bukan sungguh-sungguh ingin belajar fitur-fitur produk untuk digunakan.
Merek dan Saluran Distribusi
Cerita Apple Retail Store ini saya angkat untuk menunjukkan pergeseran strategi dalam membangun merek. Saluran distribusi seperti ritel ternyata memang memiliki peran yang penting dalam membangun. Memang, dampaknya relatif pelan dibandingkan dengan iklan-iklan konvensional, terutama iklan televisi. Dalam jangka panjang, pembentukan merek melalui saluran distribusi akan semakin penting baik dari segi efisiensi maupun efektivitasnya.
Survei Top Brand Index di tahun 2011 sudah memasuki tahun yang ke-12. Selama dua tahun terakhir, tidak kurang dari 1.000 merek di Indonesia sudah dimasukkan dalam survei ini. Dari berbagai analisis yang dilakukan oleh tim dari Frontier Consulting Group, saya melihat betapa semakin pentingnya saluran distribusi dalam memengaruhi kekuatan merek. Merek-merek yang menjadi Top Brand secara terus-menerus terlihat mampu mengombinasikan kekuatan iklan dalam membentuk merek dan juga menggunakan saluran distribusi sebagai bagian pembentuk merek.
Untuk industri jasa, kekuatan saluran distribusi ini sungguh mudah terlihat. Beberapa bank yang memiliki merek yang kuat, memang awareness dan image-nya sangat didukung oleh ribuan cabangnya yang tersebar di seluruh Indonesia. Bukan hanya cabang bank yang membantu membentuk merek yang kuat, tetapi ATM juga mempunyai peran yang penting. Bahkan hingga saat ini, kekuatan merek bank BCA masih bertumpu pada komunikasi ATM-nya, dan bukan pada iklan-iklan yang biasa tampil di media-media konvensional. Di masa mendatang, channel–channel lain seperti mobile banking dan internet banking akan memainkan peranan yang semakin penting dalam membentuk kekuatan sebuah merek.
Top of mind dari sebuah merek bank, sekitar 60% hingga 80% justru memang disumbang oleh kekuatan dari channel ini. Asosiasi dari merek sebuah bank juga sangat dipengaruhi oleh channel-channel. Ini mudah dimengerti karena channel dari industri jasa biasanya memang menjadi touch point yang sangat penting. Pelanggan bukan saja tereskpos dengan komunikasi merek, tetapi mereka mendapatkan pengalaman. Pelanggan ikut terlibat dalam proses produksi atau bahkan dalam proses delivery.
Industri Durable dan Consumer Goods
Walau kontribusinya tidak sebesar industri jasa dalam menciptakan Top Brand, peran channel dalam industri durable dan consumer goods sudah mulai terlihat nyata. Kekuatan dari merek-merek otomotif sangat dipengaruhi oleh jaringan dilernya. Yamaha dan Honda misalnya, dengan jumlah diler yang lebih banyak dari merek-merek motor lainnya terlihat sangat perkasa menguasai merek-merek yang menjadi Top Brand. Demikian pula dengan Toyota dan Honda untuk kategori mobil. Peran diler ini juga semakin penting mengingat mereka mampu menciptakan channel yang lain. Merekalah yang sering kali membuat pameran-pameran di berbagai mal atau tempat-tempat keramaian lainnya.
Industri suku cadang juga semakin menikmati proses pembentukan merek melalui komunikasi di toko-toko yang menjual suku cadang. Dengan jumlah toko suku cadang sebanyak 30.000 di seluruh Indonesia, pembentukan sebuah merek menjadi Top Brand banyak didukung oleh komunikasi di toko-toko ini. Hal tersebut juga terjadi pada berbagai merek yang dijual di toko-toko bahan bangunan. Kekuatan merek Olympic Furniture juga banyak tergantung dari komunikasi merek ini melalui jaringan Olympic atau toko-toko furnitur di seluruh Indonesia.
Di industri consumer goods, peran channel juga semakin terlihat. Beberapa merek market leader sudah mulai goyah dengan merek-merek penantangnya yang banyak mengandalkan kekuatan channel mereka. Ini menunjukkan bahwa mempertahankan Top Brand dengan mengandalkan bujet yang besar untuk iklan-iklan di media televisi sudah mulai melemah.
Mengelola Channel
Di masa mendatang, para marketer ditantang untuk semakin efektif mengelola channel untuk membangun Top Brand. Channel di masa datang memiliki peran yang semakin beragam. Dalam konteks pembentukan Top Brand, mereka adalah juga saluran komunikasi yang semakin efektif. Channel akan membantu menciptakan top of mind, satu di antara tiga dimensi yang diukur dalam Top Brand Index. Selain sebagai saluran komunikasi, channel juga mampu menyediakan pengalaman pelanggan, terutama bila sudah masuk ke sektor ritel. Dan ini sangat penting dalam menciptakan loyalitas pelanggan. Loyalitas merek adalah dimensi kedua dari pengukuran Top Brand Index.
Channel yang kuat juga akan membantu meningkatkan penjualan. Apalagi, bila kemudian perusahaan mengembangkan e-commerce dimana peran channel dalam mendorong penjualan akan semakin dominan. Pangsa pasar yang tinggi jelas akan membuat merek menjadi kuat dan berada di posisi Top Brand.
Melihat pentingnya channel ini, adalah tugas CMO dan CEO untuk lebih kreatif menciptakan channel-channel yang baru. Pada saat bersamaan, channel yang sudah ada harus lebih dioptimalkan. Channel yang dahulu hanya sebagai saluran untuk menjual, hari ini harus ikut berperan dalam membangun merek yang kuat. Di sisi lain, kalau hari ini bisnis Anda adalah bagian dari channel itu sendiri, sangatlah penting berperan semakin aktif dengan produsen atau pemilik merek untuk bersama-sama membangun merek yang kuat. (www.marketing.co.id)