Marketing.co.id – Berita Marketing | Bagi seorang praktisi pemasaran, menggunakan platform berbasis cloud adalah suatu kebutuhan, mulai dari Customer Relationship Management (CRM), melacak kampanye, memantau dan melakukan otomatisasi yang semuanya bisa untuk meningkatkan pengalaman pelanggan. Namun, di balik kemudahan itu, ada potensi ancaman siber yang harus diketahui bagi mereka yang memanfaatkan teknologi komputasi awan.
Menurut Rashish Pandey, Vice President, Marketing, Asia untuk Fortinet, meski aplikasi berbasis cloud memungkinkan produktivitas yang lebih besar dengan pelaporan secara real-time untuk wawasan bisnis yang lebih baik, namun juga membuka peluang resiko terhadap keamanan jaringan tersebut.
“Dengan data pelanggan yang disimpan di cloud, dapat mengakibatkan akses tidak sah ke data pengenal pribadi (personally identifiable data / PII) pelanggan seperti nama, usia, alamat, nomor telepon, email, dan informasi keuangan. Penjualan atau penggunaan data pelanggan dapat mengakibatkan upaya phishing, transaksi tidak sah, pesan atau panggilan yang tidak diminta. Ini dapat membahayakan privasi, keamanan yang terkait dompet digital atau akun pembayaran pihak ketiga,” tuturnya saat dihubungi (11/11).
Rashish menambahkan, beberapa masalah siber yang berasal dari penggunaan platform berbasis cloud antara lain application programming interface(API) yang tidak aman, manajemen akses yang buruk, dan konfigurasi yang salah untuk penyimpanan data cloud.
“Pengaturan keamanan perlu dikonfigurasi dengan benar, jika tidak penyerang dapat mengeksploitasi otentikasi API dan melewati kontrol otorisasi untuk masuk ke jaringan dan mendapatkan akses ke data perusahaan.”
Konsumen, ungkapnya, menganggap perusahaan bertanggung jawab untuk menjaga data mereka. Pemasar harus ingat bahwa ketika pelanggan mengisi formulir atau menanggapi survei, mereka percaya bahwa perusahaan tidak akan menyalahgunakan informasi mereka dan menerapkan langkah-langkah untuk melindungi data mereka. Pelanggaran tunggal dapat merusak reputasi merek dan kepercayaan konsumen, dan memiliki dampak jangka panjang pada penjualan dan operasi departemen pemasaran di masa depan.
“Pelaku ancaman selalu semakin canggih dalam pendekatan mereka dan menemukan lebih banyak cara untuk masuk ke jaringan perusahaan, sehingga kepala pemasar perlu melihat keamanan siber sebagai tanggung jawab bersama dengan para pemimpin TI dan mempertimbangkan perlindungan data dalam semua upaya pemasaran,” sarannya.
Secara global, biaya rata-rata pelanggaran data adalah $3,78 juta, dan hilangnya bisnis karena pergantian pelanggan dan kerusakan reputasi telah berkontribusi secara signifikan terhadap biaya ini. Beberapa cara perusahaan dalam melindungi data konsumen antara lain memanfaatkan perangkat manajemen pengguna untuk memantau izin akses ke data pelanggan, menerapkan solusi keamanan terintegrasi di setiap tahap perjalanan konsumen, melatih dan mendidik karyawan tentang cara melindungi data pelanggan dan mematuhi undang-undang perlindungan data dan privasi data yang ada karena peraturan ini menyediakan kerangka kerja untuk membantu bisnis melindungi data pelanggan mereka.
“Relevansi keamanan siber di dunia pemasaran menjadi nyata saat konsumen terhubung ke internet dan menggunakan platform digital untuk berbelanja, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan merek pilihan mereka. Industri ritel khususnya selalu menjadi lahan subur untuk mengumpulkan data pribadi seperti nama pemegang kartu, nomor rekening utama, dan CVV.”
Sebagai salah satu pasar digital dengan pertumbuhan tercepat secara global, pemasar di Indonesia berada dalam posisi unik untuk memberikan pengalaman pelanggan yang dipersonalisasi dan menarik bagi pelanggan saat ini dan calon pelanggan, dan kontrol lebih besar atas data mereka.
“Kepala pemasaran (CMO) perlu bekerja sama dengan kepala keamanan siber (CISO) untuk melindungi data pelanggan, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan lokal dan global sambil memberikan pengalaman pelanggan sebaik mungkin,” imbuhnya.
Bagaimana tren keamanan siber saat ini?
“Di Fortinet, kami melihat terjadi peningkatan investasi keamanan siber dari pelanggan kami di Indonesia pada masa pandemi Covid-19 untuk melindungi infrastruktur TI mereka, terutama dengan peralihan ke lingkungan kerja jarak jauh dan hibrida. Kami juga mencatat peningkatan jumlah peserta yang mengikuti program pelatihan Fortinet Network Security Expert (NSE) di negara ini,” tutupnya.