Di era digital ini, mustahil rasanya menghindari terpaan media sosial. Di manapun dan kapanpun, setiap orang bisa mengakses media sosial. Inilah alasan mengapa banyak wirausahawan memilih dunia online sebagai tempat berjualan.
Media sosial dirasa sebagai tempat promosi yang efektif karena dapat menjangkau semua orang di berbagai belahan dunia. Pebisnis online pun bebas menggunakan media sosial untuk berjualan karena sifat kepemilikan akun yang gratis dan peraturan bermedia sosial yang cenderung tidak mengekang. Lantas, apakah ini berarti tidak ada panduan berbisnis di media sosial?
CEO perusahaan dokumen online Nellie Akalp memaparkan, kepemilikan akun media sosial yang gratis tidak serta-merta ‘menghalalkan’ pebisnis online bebas untuk berjualan dengan cara apapun. Ada kaidah-kaidah yang sebaiknya diterapkan seller dalam berbisnis online.
Gunakan media sosial untuk hal lain di samping berjualan
Bahwa media sosial adalah tempat berjualan dan tempat membentuk brand image, itu benar. Namun, bukan berarti seller harus menghabiskan 100% waktunya untuk berpromosi di media sosial.
Menurut Nellie, seller seharusnya menghabiskan hanya 5 atau 10% waktu bermedia sosialnya untuk menjual produk atau jasa. Sebanyak 90% sisanya sebaiknya digunakan untuk menjalin hubungan dan membangun kepercayaan dengan calon buyer. Inilah yang sebenarnya menjadi poin penting berbisnis online.
Dengan kata lain, media sosial harusnya dilihat sebagai media untuk menjawab pertanyaan calon buyer, menyuguhkan keterangan yang informatif, dan membangun citra seller atau pebisnis yang dapat dipercaya seller.
Ciptakan komunikasi dua arah dengan buyer
Dalam bersosialisasi, seseorang yang selalu bicara tentang dirinya dan kehidupannya cenderung dibenci oleh orang-orang sekitar. Pola pikir yang sama juga berlaku saat berbisnis di media sosial. Akun media sosial yang selalu mempromosikan si pemilik bisnis atau selalu menuliskan kelebihan produknya justru akan membuat calon buyer menjauh. Tidak seharusnya seller mendominasi linimasa milik calon buyer.
Artinya, seller harus menciptakan komunikasi dua arah yang seimbang dan tidak menempatkan calon buyer sebagai pihak yang selalu mendengarkan seller berjualan. Ada saatnya di mana calon buyer ingin didengar. Seller dapat mengakomodir keinginan buyer ini lewat rubrik “leave comments” di blog atau website. Seller pun harus mau merespon setiap komentar dan tanggapan calon buyer atas posting yang dilakukan seller di media sosial. Intinya, talk less and listen more.
Pilihlah media sosial yang cocok dengan bisnis
Ada dua poin penting yang harus diingat seller dalam berbisnis online. Pertama, bisnis online akan selalu melibatkan koneksi internet. Kedua, tidak semua seller memiliki waktu untuk selalu meng-update konten media sosial, meskipun koneksi internet mudah didapat dengan berbagai cara.
Oleh sebab itu, berbisnis menggunakan media sosial tidak berarti seller harus membangun brand awareness di manapun dan kapanpun. Seller harus pandai memilih media sosial yang cocok, relevan, dan efektif bagi bidang bisnisnya agar dapat mencapai target pasar yang tepat.
Sesungguhnya media sosial tidaklah “gratis”
Facebook memiliki slogan it’s free and always will be. Sesungguhnya, bermedia sosial tidaklah “gratis’. Berbisnis online menuntut konsistensi, komitmen, dan keterkinian konten. Segala upaya, keringat, dan tindakan yang dilakukan seller dalam menyajikan konten yang bagus adalah bukti bahwa media sosial tidak “gratis”.
Contohnya, rata-rata dibutuhkan waktu 10 jam per minggu untuk mengelola konten di sebuah media sosial. Entah berapa lama waktu yang dipakai pebisnis online untuk mengelola lebih dari satu akun media sosial. Jika diuangkan, waktu yang terpakai ini bisa digunakan seller untuk mencari profit bisnis.
Dengan kata lain, media sosial sama sekali bukan media gratis. Media sosial menuntut waktu dan usaha dari para penggunanya untuk menyebarluaskan konten yang berkualitas. ***(ar)