Ide!

1
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

www.marketing.co.id – Seorang teman dari sebuah advertising agency mengeluh karena idenya dipakai orang lain yang kebetulan temannya pada sebuah TV Commercial. Penasaran, saya mencoba melihat TV Commercial tersebut.

Beberapa kali iklan tersebut tayang di televisi, saya semakin yakin bahwa saya pernah melihat ide iklan tersebut entah di mana: mungkin sebuah iklan luar negeri, dari internet, cerita dari sebuah buku atau mimpi barangkali.

Dari mana datangnya ide? Ini selalu menjadi bahan pertanyaan yang menarik ketika seseorang melemparkan idenya. Apakah ide Anda orisinal ataukah menyontek orang lain? Atau, ide Anda merupakan penggabungan berbagai macam ide sehingga terbentuklah kreativitas yang baru?

Berkembangnya industri telekomunikasi dan internet membuat ide semakin lama semakin murah. Internet adalah gudangnya ide dengan jutaan ide berhamparan di mana-mana. Jangan-jangan Anda bisa menemukan ide yang mirip dengan ide teman saya dari sebuah situs dari sebuah pinggiran kota kecil di Uzbekistan sana.

Fenomena ini membuat ide seolah semakin tidak memiliki nilai. Ada beberapa pemasar yang menganggap bahwa ide orisinal itu tidak ada. Semua berasal dari bongkar-pasang ide. Seorang pemasar kadang-kadang menunggu saja ide yang bakal lewat  dari pemain lain. Kalau sudah teruji, langsung diikuti. Memang, tidak ada gengsi mempergunakan ide yang sama kalau sudah bicara soal uang. Toh pemain lain tadi jangan-jangan mempergunakan ide yang dipakai orang di belahan dunia lain.

Kebiasaan ini sampai-sampai terbawa kalau sudah melakukan proses pitching dengan berbagai biro iklan. Mengundang tiga biro iklan untuk pitching dan menentukan pemenangnya berdasarkan harga termurah. Si pemasar kemudian meminta sedikit perbaikan dari sisi konsepnya. Apa perbaikan yang diminta? Idenya dari agensi A, kreatif visual mirip-mirip agensi B, namun harga dari agensi C. Beres sudah!

Ini barangkali yang membuat teman-teman P3I pun gerah. Mereka sedang menggodok aturan pitching yang mengharuskan pemasar membayar biaya pitching kepada setiap agensi peserta sehingga mereka tidak rugi karena idenya tidak dipakai, atau bahkan dijadikan referensi untuk dicampur adukkan dengan ide lain.

Banyak yang menilai bahwa ide bagus itu merupakan ide yang belum pernah ada. Padahal ide yang bagus itu termasuk juga ide yang sudah ada, tapi nggak kepikir oleh kita. Orang seringkali lupa menghargai proses pencarian ide itu sendiri. Seringkali pada saat pitching, para tim kreatif tampil dengan mata merah karena belum tidur. Dua hari dua malam, bahkan satu minggu mereka memmpersiapkan konsep untuk pitching. Namun idenya bisa masuk ke tong sampah atau, yang lebih menyakitkan, digabung dengan ide-ide lain sehingga walaupun minor, namun sebenarnya dipakai juga. Wong, idenya paling juga mencontoh dari orang lain lagi!

Lalu, berapa nilainya sebuah ide? Ada yang memberi harga demikian murah untuk ide sehingga membebaskan klien untuk memakai ide tersebut untuk apapun, asalkan sudah dibayar di muka. Ada juga yang keterlaluan memberi harga untuk ide yang sebenarnya (lagi-lagi bisa diambil dari tempat lain—tapi nggak kepikir aja) biasa. Kalau ide ini diaplikasikan ke tempat A membayar royalti sekian, diaplikasikan ke tempat B membayar royalty sekian, dan lain-lain.

Ide adalah sesuatu yang paling esensial, yang dijual oleh agensi. Namun ide inilah yang kadang-kadang justru terkubur oleh visualisasi yang berlebihan, sehingga yang tertangkap oleh pemasar bukan ide dasar yang mampu menghubungkan kreativitas dengan STP dan pada akhirnya membuat pasar tergerak.

Soalnya, ide yang divisualisasikan memang lebih cepat menarik dibandingkan masih dalam bentuk tulisan di power point. Pemikiran bagus tapi visualisasinya pada saat presentasi jelek kadang kurang dihargai dibandingkan pemikiran jelek tapi visualisasinya begitu menarik dan bombastis.

Kadang-kadang seorang pemasar memang mudah terpesona dengan presentasi dari sebuah creative agency. Presenternya mengenakan jaket kulit, jins bolong dan rambut warna-warni untuk menunjukkan liarnya ide mereka. Belum lagi semua multimedia dibawa—bahkan kalau perlu sebuah portable keyboard—untuk memberi kesan meriah. “Ini untuk membunyikan sebuah storyboard yang cuma berisi gambar diam,” kata sang Creative Director.

Bayangkan kalau Anda menghadapi tiga presentasi biro iklan yang semuanya serba meriah. Mana yang dipilih? Jangan-jangan yang paling seru presentasinya atau yang paling indah kreatifnya? Atau yang paling aneh? Wah, di mana peran sebuah ide kalau begitu, menarik mata si klien atau menarik hati calon konsumen? (Rahmat Susanta)

1 COMMENT

  1. sebelum AA ada, MAS lancar2 aja..karena ya ayndaa itu..sejak ada AA kebakaran jenggot dia..hohoho ngefek sih benere tapi aku dewe ga tau perbandingane brp ngefeknya..jd ga berani lebih jelase gmana..well..next time mari kita bahas tiger vs AA hehe