Marketing.co.id– Siapa bilang marketing itu gampang? Kenyataannya, marketing tidak semudah yang dibayangkan. Seperti kita lihat, banyak pemasar baru memahami dasar-dasar pemasaran layaknya teori di perkuliahan dan buku-buku dari luar negeri. Di antara mereka, masih banyak yang belum memahami bagian-bagian kecil dari sebuah langkah pemasaran yang sudah semestinya mereka kuasai. Banyak orang juga merasa pintar dalam urusan pemasaran, tetapi sebenarnya yang mereka ketahui hanya kulitnya saja.
Satu contoh adalah soal penempelan by line dan tagline di sebuah merek. Hingga kini banyak pemasar yang masih kebingungan untuk membedakan mana by line dan mana tagline. Padahal, by line dan tagline sangat berbeda, namun sama-sama memiliki peran penting di dalam penyusunan blue print strategy merek. By line biasanya berada di bawah nama merek dan harus menyertai nama merek tersebut. Selain itu, by line berfungsi untuk menggambarkan bisnis dari merek tersebut.
Dalam hal ini by line dengan jelas mengomunikasikan kepada konsumen dan konsumen potensial di mana merek ditempatkan di benak mereka. By line adalah deskriptor merek yang menjelaskan di mana merek Anda berada. Kita bisa melihat by line merek ACE yang di bawahnya ditulis “Hardware” dan sekarang ditulis juga dengan kata “Home Center”. Dengan by line tersebut diharapkan konsumen mengetahui bahwa bisnis yang digeluti oleh ACE adalah hardware dan home center.
Sama halnya dengan Nokia, merek telepon seluler termasyur di dunia, yang menetapkan “Connecting People” sebagai by line-nya. Itu mengartikan bahwa bisnis yang digeluti Nokia adalah bisnis yang berkaitan dengan “connecting people”. Walaupun sudah sangat terkenal, tetapi by line nya tetap ditempelkan di bawah mereknya.
Banyak pula pemasar yang berpendapat bahwa jika suatu merek sangat deskriptif, maka tidak memerlukan by line. Memang benar, semakin deskriptif sebuah merek, akan semakin mudah konsumen memaknakan arti merek tersebut. Masalahnya, bagaimana cara mengevaluasi apakah merek yang deskriptif itu sudah cukup komunikatif atas persepsi fungsional yang diharapkan? Riset konsumen memainkan peran kunci di sini.
Nah, di dalam riset konsumen tersebut, mengidentifikasi semua atribut merek yang paling penting bagi konsumen adalah aspek fungsional dan emosional, termasuk perspektif aspirasional. Dari riset konsumen, pemasar dapat menyusun by line yang diharapkan akan bertahan bertahun-tahun. By line menggambarkan pokok atau intisari dari bisnis. PAS FM, misalnya, bisa dilihat by line-nya dengan jelas, yaitu “Radionya Orang Bisnis”, Frontier (Consulting Group), dan perusahaan periklanan Dwi Sapta merubah by linenya menjadi Integrated Marketing Communication , dimana Dwi Sapta melakukan tranformasi bisnis dari “Advertising Service Agency” menjadi “Integrated Marketing Communications (IMC) Solution Provider.”
Apa Itu Tagline?
Secara tradisional, tagline sering disebut sebagai jingle atau slogan. Tagline memainkan peran unik dan khusus di dalam menciptakan keselarasan arsitektur sebuah merek. Berbeda dengan by line, tagline merupakan lini ekspresif yang digunakan untuk mengklarifikasi atau mendramatisir manfaat emosional dan fungsional merek bagi para pelanggan dan pelanggan potensial. Tagline memberi tahu konsumen bagaimana mereka diharapkan akan merasakan tentang merek tersebut.
Merek perlu mengomunikasikan perasaan-perasaan positif kepada konsumen, dan konsumen potensial mereka. Identitas yang kuat diciptakan saat manfaat-manfaat emosional itu dikomunikasikan. Para konsumen sangat merasakan dengan apa yang mereka rasakan saat menggunakan merek tersebut, tetapi mereka ingin memahami juga manfaat-manfaat praktis dan fungsional.
Tagline BMW adalah contoh bagaimana merek menyatakan pesan-pesan dengan cara yang singkat. BMW adalah “The Ultimate Driving Machine”. Para konsumen yang akan membeli BMW berharap mengalami kesenangan mengendarai mobil kelas dunia. Tidak hanya itu, para konsumen diharapkan mengetahui bahwa BMW adalah mobil yang dibuat dengan baik.
Karena itu, tagline dapat digunakan untuk membantu mengomunikasikan titik perbedaan kita dari para pesaing. Tagline membantu menerobos kekusutan untuk meraih, dan menarik para konsumen potensial kepada merek. Dan, dalam beberapa hal, tagline digunakan untuk memosisikan kembali sebuah merek.
Coba kita lihat betapa tagline telah membuat kesuksesan merek dalam menjaga pasarnya seperti Philips dengan “Terus Terang Philips Terang Terus”. Begitu juga jika ingin merepositioning merek, pemasar harus memiliki janji (promise) baru dan menyampaikan manfaat-manfaatnya jika pemasar mengharapkan repositioning merek dalam benak target pasar. Tagline harus sesuai dengan positioning produk yang dipasarkan sehingga tercipta harmonisasi antara positioning dan tagline.
Harmonisasi itulah yang sering tak dimengerti oleh pemasar, terutama dalam penerapannya. Pemasar sering tidak konsisten “melemparkan” by line dan tagline merek ke pasar. Misalnya, Nokia yang menuliskan by line E71, yang dimaksudkan untuk menonjolkan tipe ponselnya, tetapi semestinya tetap menggunakan “Connecting People”, bukan menggantikannya dengan tipe ponsel. Merek yang konsisten, contohnya, Auto2000 yang memiliki by line “Urusan Toyota Jadi Mudah”.
Kesalahan yang lain adalah menggunakan slogan sebagai by line dan meniadakan by line di bawah mereknya. Ini jelas juga kurang bagus. Samsung, BCA, dan banyak merek lain yang mengabaikan by line. Jadi, melihat fungsi by line dan tagline itu penting, maka pemasar seharusnya mampu membedakan dan menerapkan keduanya di dalam merek yang dibangunnya. Keberhasilan menerapkan by line dan tagline akan mengoptimalkan posisi merek di benak konsumen. Lalu, sudahkah by line dan tagline merek Anda terpampang dengan tepat? Coba amati terlebih dahulu, jangan sampai by line dan tagline merek Anda salah penempatannya!
Oleh: Darmadi Durianto