Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, di Jakarta, Senin (14/11), meresmikan katalisator bagi perusahaan finansial teknologi atau “Fintech Office”, sebuah katalisator yang juga berperan menjadi think-tank (wadah pemikir) dalam pengembangan industri jasa keuangan berbasis teknologi (financial Technology/fintech).
“Pembentukan Fintech Office didasari kesadaran Bank Indonesia, sebagai otoritas sistem pembayaran, mengenai perlunya mendukung perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang sehat,” kata Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Arbonas Hutabarat, dalam siaran pers Bank Indonesia yang dilansir dari www.bi.go.id.
Fintech Office akan berperan serupa lembaga think-thank yang akan menampung dan membahas terobosan baru dari industri fintech.
Namun, tidak semua segmen bisnis fintech akan masuk dalam Fintech Office. Wadah katalisator ini dikhususkan untuk segmen bisnis fintech yang tergolong baru dan belum diatur oleh BI sebagai otoritas sistem pembayaran.
Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan dari fintech, serta inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi.
Hal ini, lanjut dia, dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara inovasi dan pengelolaan risiko, menyusun regulasi yang mengedepankan perlindungan konsumen, serta memperkuat koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Dalam acara peluncuran tersebut, Agus juga memberikan pandangannya terhadap bisnis fintech yang terus menggeliat beberapa tahun belakangan. Ia menyebut pelaku fintech turut memberikan dan menciptakan atmosfer kreativitas yang sangat baik di dalam industri. Bank Indonesia mencatat, transaksi fintech saat ini mencapai US$14,5 miliar.
“Fintech hadir di tahun 2008 silam tidak lepas dari krisis keuangan yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan formal sedikit terguncang, lalu dibarengi dengan pertumbuhan generasi milenial yang melek teknologi,” tegasnya.
Lebih lanjut Agus menyebutkan perubahan kebiasaan masyarakat Indonesia dalam berbelanja, yang sekarang dilakukan secara online, juga menjadi pemicu mewabahnya fintech. “Masyarakat Indonesia saat ini tengah mengalami perubahan pola hidup yang besar. Kalau mereka dapat barang secara instan melalui belanja online, mereka juga ingin akses keuangan yang mudah,” ucapnya.
4 Tujuan dan Fungsi Fintech Office
Fintech Office didirikan oleh Bank Indonesia dengan empat tujuan utama, yaitu:
Pertama, memfasilitasi perkembangan inovasi dalam ekosistem keuangan berbasis teknologi di Indonesia.
Kedua, mempersiapkan Indonesia untuk mengoptimalkan perkembangan teknologi dalam rangka pengembangan perekonomian.
Ketiga, meningkatkan daya saing industri keuangan berbasis teknologi Indonesia.
Keempat, menyerap informasi dan memberikan umpan balik untuk mendukung perumusan kebijakan Bank Indonesia, sebagai respons terhadap perkembangan berbasis teknologi.
Untuk mencapai tujuan utama tersebut, Fintech Office akan beroperasi dengan empat fungsi, yaitu fungsi katalisator atau fasilitator, fungsi business intelligence, fungsi asesmen, serta fungsi koordinasi dan komunikasi.
Bank Indonesia Fintech Office dilengkapi pula dengan regulatory sandbox yang memungkinkan unit usaha fintech melakukan kegiatan secara terbatas, tentunya setelah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Regulatory sandbox diberlakukan agar pelaku fintech, yang kebanyakan adalah perusahaan startup skala kecil, mendapatkan kesempatan untuk mematangkan konsep dan berkembang secara sehat, serta pada waktunya mampu menyediakan layanan finansial yang aman kepada masyarakat.
Dengan regulatory sandbox, Fintech Office akan menjadi ujung tombak BI dalam memahami fintech untuk selanjutnya menyediakan pengaturan yang mampu memberikan dukungan optimal bagi perkembangannya.
Selain dukungan dalam bentuk infrastruktur, BI juga membantu agar Fintech terus hidup dengan regulasi-regulasi. Khusus terkait perlindungan konsumen, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan mengenai penyelenggaraan transaksi pembayaran, melalui Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.
Peraturan tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen Bank Indonesia untuk mendukung pelaksanaan transaksi e-commerce yang lebih aman dan efisien. Melalui ketentuan tersebut, Bank Indonesia mengatur, memberi izin, dan mengawasi penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang dilakukan oleh prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, serta penyelenggara transfer dana.
Berbagai inovasi Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran tersebut diharapkan dapat terus meningkatkan perkembangan inovasi keuangan berbasis teknologi di Indonesia, dengan tetap menjaga perlindungan konsumen serta mitigasi risiko.