Marketing – Sebuah pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, dan living culture serta menggunakan kekuatan budaya sebagai DNA destinasi tengah digodok pemerintah.
Konsep ini diyakini akan mempercepat akselerasi pembangunan industri pariwisata di Indonesia khususnya di kawasan destinasi super prioritas.
Konsep storynomics tourism diakui pendiri SGB, platform digital pariwisata Singapura, Tatiana Gromenko sebagai ide yang brilian.
Menurutnnya, baik Indonesia maupun Singapura sama-sama memiliki konten-konten yang menarik terkait tempat wisatanya sehingga perlu dinarasikan dengan kreatif dan memikat.
“Misalnya, selama ini orang Indonesia yang datang ke Singapura rata-rata karena ingin berbelanja dan menikmati human-made attraction yang ada di Singapura. Padahal begitu banyak kisah-kisah di balik tempat-tempat unik di Singapura yang menarik untuk dielaborasi oleh wisatawan”, tuturnya.
Tatiana pun mencontohkan peninggalan perang dunia seperti Battlebox yang sarat cerita menarik di balik pembangunannya.
“Ini merupakan tempat bawah tanah anti bom yang dibangun Inggris komando Malaya. Selama ini tidak banyak yang tahu tentang cerita apa dibalik tempat wisata ini,” tuurnya.
Lebih lanjut wanita Rusia yang fasih berbahasa Indonesia ini mengatakan, konsep pariwisata dengan mengedepankan narasi kreatif memang mutlak dibutuhkan di zaman digital seperti sekarang ini. Singapura sendiri memiliki banyak media yang menjadi saluran dalam menyampaikan spot-spot menarik di negara kota tersebut.
“Misalnya SGB, yang merupakan media digital berbahasa Indonesia, isi kontennya tentang Singapura dan cerita-cerita menarik dibaliknya. Tidak hanya tentang berita arus utama seperti kuliner, spot instragramable, pusat oleh-oleh dan lainnya, namun juga cerita mistis, arsitektur vintage, hutan, dan bahkan pendidikan. Ini merupakan langkah kami mendukung pemerintah dalam mengusung storynomics tourism,” terangnya.
Tatiana menambahkan, Indonesia yang memiliki ribuan destinasi wisata menarik serta kaya akan warisan historis, geologis dan geografis tersebut tentu memiliki bobot yang lebih kuat untuk menggunakan pendekatan ini.
“Sebagai orang yang pernah tinggal di Indonesia dan berkeliling ke berbagai daerah di sana, saya tahu persis bahwa negara ini memiliki kekayaan wisata yang sangat luas. Danau Toba misalnya, tidak banyak yang mengetahui tentang kisah dibalik terbentuknya danau terbesar di Asia Tenggara ini. Mulai dari letusan gunung vulkanik yang asapnya mencapai 10 kilometer di atas permukaan laut dan memusnahkan spesies dan manusia pada saat itu. Warisan geologis ini menarik untuk diceritakan ke wisatawan luar seperti saya,” tuturnya.
Meski konsep ini sangat bagus untuk diaplikasikan, namun apabila tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai seperti kebersihan, kualitas lingkungan, keamanan, keselamatan dan sebagainya, strategi pemasaran tersebut akan sia-sia.
“Jangan sampai ketika wisatawan sudah tertarik untuk berkunjung ke Singapura maupun Indonesia, mereka akan kecewa jika destinasi yang dituju ternyata memiliki banyak kekurangan. Misalnya dari sisi akomodasi, fasilitas umum seperti toilet yang tidak memadai, pelayanan kepada turis, informasi yang tidak terintegrasi dan sebagainya.”
Tatiana berharap agar Singapura dan Indonesia bisa bekerjasama ke depannya dalam membantu industri pariwisatanya masing-masing dengan menggunakan konsep storynomics seperti ini.
“Apalagi letak geografis dua negara ini sangat berdekatan, jadi sangat layak untuk bisa berkolaborasi di industri ini,” tutupnya.