Bangun Engagement Lewat Buku

Membangun engagement telah menjadi salah satu strategi krusial supaya perusahaan bisa bertahan di era digital yang sarat perubahan ini. Toko-toko buku independen Amerika tetap bertumbuh walaupun industri cetak sedang menurun. Seperti apa strategi engagement mereka?

engagement lewat buku

 Tak hanya di satu atau dua negara, industri media cetak tengah mengalami penurunan yang luar biasa di seluruh dunia. Semua media cetak perlahan tapi pasti semakin tergantikan oleh media digital, mulai dari koran, majalah, hingga buku. Fenomena ini tentu berimbas pada berbagai industri, termasuk toko buku.

Amerika Serikat tanpa kecuali juga ikut merasakan anjloknya industri media cetak, yang dampaknya turut menurunkan performa banyak toko buku atau pemain yang berhubungan dengan media cetak. Tapi, animo masyarakat Amerika untuk mengunjungi toko buku dan membeli buku secara fisik masih tetap tinggi.

Di luar dugaan, ternyata masih banyak toko buku independen yang bertahan, dan bahkan mempunyai performa yang baik-baik saja. Toko-toko buku independen tersebut tak hanya mampu bertahan, mereka bahkan masih mampu berkembang. Apa saja rahasia mereka?

Ciptakan Kedekatan dan Libatkan Pelanggan

Toko buku independen tak hanya menghadapi persaingan dari rantai toko buku nasional yang besar, tapi juga dari berbagai media digital yang memasang diskon sangat tinggi, plus kemudahan mendapatkan bahan bacaan dalam waktu singkat kapan pun dan di mana pun.

Ternyata toko-toko buku independen tersebut sudah lama melibatkan para pelanggan dan berbagai pihak yang berhubungan dengannya dalam berbagai aktivitas. Strategi membangun engagement sudah lama dilakukan oleh mereka baik lewat media sosial maupun channel lainnya, sehingga dampak dari penurunan industri secara menyeluruh pun tak menyurutkan penjualan atau profit toko-toko buku independen tersebut.

Selain minat baca konsumen di Amerika Serikat memang cukup tinggi, para pemilik toko buku independen di sana aktif membangun kedekatan, melibatkan para pelanggan, para penulis buku, serta masyarakat sekitar. Selain lewat media sosial, strategi membangun engagement haruslah berlanjut ke lingkungan dan aktivitas fisik. Tiap-tiap toko buku mempunyai kedekatan dengan lingkungan sekitarnya.

Dari Media Sosial ke Aktivitas Fisik atau Sebaliknya

Berbagai topik buku yang menarik juga bisa menciptakan suatu komunitas melibatkan penulis sekaligus pembaca. Komunitas ini dirangkul baik lewat media sosial maupun secara langsung oleh toko buku sehingga mereka merasa mempunyai sarana atau fasilitas untuk menekuni hobinya.

Temu antar anggota komunitas dan acara diskusi bedah buku pun kerap diadakan. Engagement ini bahkan berlanjut ke tempat-tempat lain, mulai dari taman hingga kedai kopi. Engagement dalam komunitas inilah yang menjadi salah satu kunci interaksi dengan para pembaca sekaligus penulis bisa selalu berjalan lancar dua arah.

Toko-toko buku independen secara aktif mendekatkan diri kepada para penulis, agar mereka bisa terfasilitasi dengan baik dalam mempromosikan buku-buku karyanya. Acara launching buku baru, temu muka, diskusi, dan bedah buku pun sering diadakan lewat media sosial, tapi yang paling penting, aktivitas tersebut berlanjut di lokasi-lokasi toko buku independen tersebut. Kita masih bisa melihat penulis menandatangani buku yang dibawa langsung oleh penggemarnya.

Teknologi digital dan media sosial berperan penting sebagai pembuka strategi engagement, terutama untuk penyebaran informasi secara cepat dan tepat sasaran. Tapi, tak boleh dilupakan bahwa strategi membangun engagement di zaman digital ini—walaupun dimulai atau diakhiri dengan media sosial, tetap harus dilanjutkan dan disempurnakan dengan segala aktivitas fisik yang sifatnya langsung. Ini supaya jangan sampai teknologi menghilangkan adanya unsur sentuhan manusia dan experience unik yang tak bisa didapatkan secara digital.

Terbukti bahwa pembaca buku di Amerika masih merasakan adanya kebutuhan untuk datang ke toko buku, menikmati display buku yang menarik, serta melihat dan memegang langsung buku secara fisik. Semua itu masih dirasakan sebagai experience yang tak bisa digantikan dengan media digital apa pun.

Selain itu ada pula segmen pelanggan anak-anak kecil atau balita, yang orang tuanya masih merasakan kebutuhan untuk datang langsung ke toko buku, memilihkan buku yang cocok, dan menikmati waktu bersama buah hati mereka dengan membacakan buku-buku cerita.

Toko-toko buku independen itu pun tak menyia-nyiakan peluang ini. Mereka merombak sebagian tempat dari toko buku dengan dekor yang nyaman dan sesuai untuk anak-anak. Di sana para pelanggan orang tua sekaligus anak-anak bisa bersama-sama menghabiskan waktu santai sambil menikmati buku-buku yang sudah dibeli.

Ada juga contoh lain ditemukan pada toko buku yang khusus menjual koleksi komik dan pernak-pernik terkait, yang pemiliknya adalah juga seorang kolektor. Ia menggunakan jalur internet/digital untuk menjual, berhubungan, dan mengelola komunitas sesama penggemar komik. Walaupun banyak komik tersedia dan bisa dikonsumsi secara digital, para pelanggan tetap mau berkunjung ke toko bukunya.

Para pelanggan masih menyukai experience membaca komik secara fisik. Maka selain melalui media sosial, ia juga menjaga hubungan baik secara langsung dengan para pelanggan dari lingkungan sekitar dan melibatkan mereka dalam berbagai acara gathering, mengobrol soal komik bersama, atau aktivitas berburu komik-komik langka.

Dukungan dari pemerintah pun tak ketinggalan. Presiden Obama beserta putrinya terlihat mengunjungi toko-toko buku dan membeli buku untuk menunjukkan dukungannya terhadap bisnis-bisnis skala kecil menengah. Di sini peran media sosial memang sangat penting. Pesan moral dan dukungan Presiden Obama dengan cepat bisa disebarkan melalui media ini. Tapi tak boleh dilupakan juga, hal itu terjadi karena adanya engagement yang awalnya berupa aktivitas fisik.

Tetap Bertumbuh di Tengah Industri yang Menurun

Pada suatu pameran buku di Amerika, asosiasi penjual buku (American Booksellers Association) mengungkap angka-angka yang mendukung pernyataan bahwa industri toko-toko buku independen di Amerika Serikat justru mengalami perkembangan. Ini terbukti dari sekitar tujuh tahun berturut-turut, terlihat peningkatan jumlah toko buku dan lokasi munculnya toko buku.

engagement lewat buku

Dari angka hanya sekitar 1.401 toko buku beroperasi di 1.651 lokasi pada tahun 2009, kini meningkat sampai 1.775 toko buku di 2.311 lokasi pada tahun 2016. American Booksellers Associations juga mencatat kenaikan penjualan dari toko-toko buku independen sebesar 10% di tahun 2015, dan tetap menunjukkan tren kenaikan di tahun 2016.

Demikian industri toko buku independen di Amerika justru mengalami pertumbuhan di tengah-tengah merosotnya industri media cetak. Ini menunjukkan betapa penting strategi engagement yang melibatkan konsumen dan berbagai pihak terkait. Walaupun media sosial bisa sangat efektif membuka jalan dan memperluas cakupan dalam menjalankan strategi engagement, semua langkah tersebut harus berlanjut ke dalam aktivitas fisik secara langsung dengan pelanggan. Menciptakan engagement berarti membangun hubungan yang baik, sekaligus melibatkan pelanggan dalam berbagai aktivitas perusahaan.

Ivan Mulyadi

MM102016/W

QUOTE:

“Selain minat baca konsumen di Amerika Serikat memang cukup tinggi, para pemilik toko buku independen di sana aktif membangun kedekatan, serta melibatkan penulis, pembaca, dan lingkungan sekitar.” 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.