Arisan Online untuk Low Income Community

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

“Bagi kami, saat menjalankan hybrid marketing yang lebih penting adalah memahami tujuan serta membangun konteks dan relevansi strategi tersebut terhadap target marketnya.”

Peralihan channel marketing dari konvensional menjadi hal yang mustahil untuk dihindari. Mau tidak mau perusahaan harus berbenah diri menyediakan aneka tools digital baik untuk branding ataupun penjualan. Terlebih selama pandemi, mobilitas konsumen terbatas, sehingga akses paling leluasa adalah melalui teknologi internet.

Mapan 2022
Mahpudz Effendi, Managing Director Mapan

Namun, faktanya tidak serta-merta peralihan tersebut bisa dijalankan. Ada beberapa perusahaan yang target pasarnya atau mitra bisnisnya belum cukup aware dengan optimalisasi teknologi ini. Selain knowledge akan teknologi yang tidak merata, hambatan lainnya adalah tidak semua orang memiliki smartphone yang memadai.

Aplikasi Mapan adalah salah satu contoh yang menghadapi kondisi tersebut. Aplikasi berbasis arisan online ini merupakan layanan yang membantu masyarakat untuk membeli barang-barang dengan mudah melalui sistem arisan. Dalam arisan, suatu kelompok akan mengumpulkan uang atau barang secara rutin dalam periode tertentu.

Mahpudz Effendi, Managing Director Mapan, sejak awal mengakui bahwa target market mereka berasal dari low income community. Untuk itu, perlu pintar-pintar dalam mengombinasikan antara penggunaan channel digital dengan tetap giat mengusahakan channel konvensional.

“Walaupun adopsi terhadap tools daring meningkat secara signifikan selama pandemi, kendala teknis seperti sinyal, keterbatasan kemampuan gawai dari konsumen, Android OS built yang sangat beragam menjadi batasan dalam memaksimalkan tools yang ada. Saat ini, 6% dari user Mapan masih memiliki OS Android di bawah 5.1,” ujarnya.

Sebelum pandemi, aktivitas marketing konvensional yang biasa dilakukan Mitra Mapan adalah kopi darat, pertemuan rutin organisasi, serta komunitas tatap muka. Mahpudz mencoba mereplikasi hubungan personal dan kedekatan konvensional namun dengan bantuan online tools seperti Zoom, Google Meet, ataupun Facebook Live. Tanpa mengecilkan channel offline, pelatihan tatap muka terbatas dengan konsep train the trainer tetap dilakukan, sehingga impaknya bisa berlanjut ke Mitra Mapan lainnya.

Di sisi lain, mayoritas mitra usaha Mapan adalah ibu-ibu yang melakukan pendampingan sekolah daring untuk anaknya. Peralihan ke digital ini juga berdampak pada waktu engagement yang menjadi lebih sempit, karena penggunaan gawai harus berbagi dengan pembelajaran sekolah daring anak mereka. Meski demikian, diakui Mahpudz, pengetahuan para mitra usaha Mapan akan penggunaan tools online meningkat selama masa pandemi.

“Semasa pandemi mereka dipaksa untuk memahami tools seperti Zoom dan Google Classroom untuk kepentingan pendidikan anaknya. Hal ini sedikit banyak membantu kami dalam melakukan pembelajaran dan pemasaran digital, terbatasnya ruang publik terbuka luring selama pandemi juga membuat mereka menghabiskan waktu lebih banyak di kanal digital seperti aplikasi dan social media,” bebernya.

Menjual Kebutuhan Pokok di Masa Pandemi

Lebih lanjut Mahpudz menjelaskan, Mapan menggunakan kombinasi Netcore, Zendesk, Firebase, serta in app engagement tools yang dibuat berdasarkan mimicking behavior Mitra Mapan. Lalu, untuk mengorkestrasi aktivitas marketingnya, Mapan mengandalkan social media tools seperti Google Classroom, Facebook Live, Zoom Meeting, serta WhatsApp.

Adaptasi terhadap pandemi tidak hanya diimplementasikan terhadap tools yang digunakan. Mapan justru menerapkan strategi prioritas menjual kebutuhan pokok di masa pandemi, sehingga bisa mengurangi mobilitas konsumen ke tempat ramai. Melalui pemetaan ini, Mapan bisa memprediksi permintaan akan stok kebutuhan pokok.

Penerapan strategi tersebut pada produk Arisan Mapan juga mampu membuat Mapan tumbuh tajam sebanyak 16 kali lipat meskipun tengah dilanda pandemi. Begitu juga dengan conversion dan adoption rate untuk new user yang meningkat hampir dua kali lipat bila dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Meski demikian, Mahpudz menekankan, strategi marketing online dan konvensional hanyalah tools untuk mempercepat perubahan. Menurutnya, yang jauh lebih penting adalah memahami konteks dan relevansi dari konten untuk strategi tersebut. Pasalnya, selain omzet dari penjualan produk dengan sistem arisan, peningkatan ekonomi para Mitra Mapan juga menjadi tujuan utama perusahaan ini.

“Bagi kami saat menjalankan hybrid marketing yang lebih penting adalah memahami tujuan serta membangun konteks dan relevansi strategi tersebut terhadap target marketnya,” tandas dia.

Hara Nalendra
(Artikel ini juga bisa Anda baca di Majalah Marketing edisi Juni 2022)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here