Etika Marketing vs Kemarahan Konsumen (2)

[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Setelah pembahasan di artikel sebelumnya, untuk lebih jelasnya bisa kita simak prinsip-prinsip marketing beretika yang disarikan dari beberapa sumber sebagai berikut. Prinsip pertama, privasi konsumen harus dijaga dan dijunjung tinggi. Kita semua pasti pernah ditelepon atau dikirimi pesan SMS dari orang tidak dikenal yang menawarkan produk finansial maupun produk lainnya. Nomor telepon kita dijadikan komoditi dan diperjualbelikan tanpa izin sama sekali, privasi kita dilanggar tanpa peduli. Privasi yang harus dijaga di sini tidak hanya nomor telepon, namun juga data pribadi lain seperti nama, alamat, keuangan, keluarga, dan sebagainya, termasuk foto konsumen.

etika marketing

Prinsip kedua, perusahaan atau pemasar harus memenuhi peraturan dan standar yang telah digariskan oleh pemerintah dan organisasi atau asosiasi profesional yang diakui publik mewakili komunitas profesi. Contoh: developer properti banyak yang kurang adil dalam menerapkan biaya denda keterlambatan pembayaran; besarannya tidak sama antara sanksi terhadap konsumen dibandingkan sanksi terhadap developer. Contoh lain yakni penggunaan bahan pengawet maupun bahan berbahaya yang dilarang pemerintah; masih banyak produsen makanan yang menggunakan formalin dan boraks dalam produk makanannya untuk meraup keuntungan secara tidak bertanggung jawab.

Prinsip ketiga, semua komunikasi pemasaran berisi kebenaran umum. Apa yang disampaikan perusahaan dalam semua media serta segala aktivitas mesti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan dapat dipenuhi atau akan diberikan tanpa perlu syarat tambahan khusus, kecuali memang disebutkan secara eksplisit sejak awal. Jangan memberikan janji yang tidak pasti akan mampu dipenuhi atau sejak awal memang tidak mau dipenuhi.

Selanjutnya, prinsip keempat, pemasar seyogyanya transparan tentang siapa model yang dibayarnya untuk endorse (mengampanyekan) produk mereka. Ini diperlukan mengingat banyak sekali konsumen yang memerhatikan lalu meniru tokoh idola mereka, termasuk apa yang dipakai atau dikonsumsi. Tanpa informasi transparan, publik bisa sesat atas apa yang menempel pada tokoh idolanya, bisa salah membedakan mana yang iklan dan yang natural. Terutama produk yang berhubungan dengan kesehatan maupun pertumbuhan manusia.

Prinsip kelima, dalam memilih target untuk menjual, seyogyanya hindari kelompok yang rentan dipersuasi. Misalnya membujuk anak-anak atau orang lanjut usia. Relatif kelompok rentan ini tidak dapat melindungi dirinya dalam serangan pemasaran, sehingga lebih mudah terjerumus dalam iming-iming periklanan. Kelompok ini sering tergoda membeli suatu produk walaupun berdampak negatif bagi dirinya, karena terbujuk iklan yang agak menyesatkan.

Prinsip keenam adalah sisi harga. Perusahaan melanggar etika jika menerapkan jebakan harga yaitu perang harga (dumping misalnya), kolusi harga, serta price fixing. Contoh memproduksi atau membatasi distribusi untuk menaikkan harga, kerja sama dengan kompetitor untuk menekan harga supplier, kerja sama dengan penjual lain untuk menetapkan harga tertentu, menjual di bawah harga untuk melempar pelaku pasar lain ke luar. Termasuk di sini menjual dengan harga terlampau tinggi, dibanding benefit produk yang diberikan.

“Berhasil menjual kepada konsumen yang akhirnya kecewa, hanyalah sukses sesaat yang di masa depan akan berubah menjadi bencana.”

Prinsip ketujuh, periklanan yang menyerang atau menjelek-jelekkan kompetitor, menyampaikan kebohongan tentang produk atau layanan yang ditawarkan, melanggar SARA dan kekerasan.

Beberapa perusahaan ada yang sepertinya bisa sukses dengan menerapkan ketidaketisan, namun risiko terbentur kekecewaan atau kemarahan konsumen serta kompetitor tetap ada. Agar langgeng dalam menjaga hubungan yang baik dengan konsumen, pemasok, partner bisnis, serta masyarakat, maka semua prinsip di atas perlu diwaspadai dan jangan dilanggar.

Baca juga: Etika Marketing vs Kemarahan Konsumen (1)

 

 

Suherman Widjaja

President AMA Indonesia Tangerang Raya

Dosen Marketing Universitas Prasetiya Mulya

 

MM.12.2018/W

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here