Siapa sajakah konsumen Anda? Coba lontarkan pertanyaan ini kepada para penjual, pebisnis, pengelola toko, atau mungkin para manajer penjualan. Ternyata tak sedikit yang masih bingung untuk mendefinisikan dengan jelasĀ siapa saja konsumen/pelanggan mereka sesungguhnya. Bagaimana mungkin mereka bisa merancang strategi penjualan dan pemasaran yang tepat, apabila profil pelanggan saja tidak mereka kenal dan kuasai dengan baik?
Merancang strategi penjualan (sales force) memang gampang-gampang susah. Sangat diperlukan jam terbang dan pengalaman yang tinggi untuk bisa membaca pasar dan menghasilkan strategi yang pas. Tak jarang pula harus dilakukan trial and error di pasar yang memerlukan biaya dan waktu yang cukup banyak. Semua ini tentunya bertujuan untuk dapat menghasilkan performance penjualan yang top karena penjualan adalah ujung tombak dari semua bisnis.
Sebenarnya ada beberapa isu atau pertanyaan penting yang bisa digunakan untuk membantu kita sebelum mulai menyusun strategi dan melangkah lebih jauh. Cobalah luangkan waktu sejenak untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut:
- Siapa sajakah konsumen/pelanggan Anda? Apakah mereka bisa dikelompokkan (segmentasi) ke dalam beberapa segmen, sehingga Anda bisa lebih mudah mengenali dan menyasar mereka?
- Produk dan jasa apakah yang cocok untuk dijual kepada setiap segmen/kelompok?
- Aktivitas/kegiatan apa saja yang diperlukan untuk menjual?
- Apa saja peran para penjual yang diperlukan?
- Apakah perusahaan lebih baik menjual secara langsung (direct selling) atau tidak langsung (memakai pihak ketiga)?
- Berapa banyak tenaga penjual yang diperlukan?
- Apakah tenaga penjual harus menjadi generalis atau spesialis?
- Bagaimana menjaga hubungan antara perusahaan dengan pelanggan?
- Bagaimana mekanisme kontrol dan koordinasinya?
Strategi adalah sesuatu yang bersifat abstrak. Dengan strategi hebat sekali pun, hasilnya belum tentu baik dan manguntungkan. Penjualan seringkali dipandang sebagai suatu proses yang sederhana. Banyak orang percaya bahwa penjualan itu tidak perlu banyak macam strategi, langsung tembak saja, sehingga akhirnya banyak yang terperangkap dalam perang harga.
Sesungguhnya, segmentasi itu hanyalah permulaan dari tahapan planning suatu strategi dan desain sales force. Gambaran ringkas proses penyusunan strategi dan desain ini dimulai dari tahap planning sampai implementasi. Tahapan planning dimulai dari membuat suatu segmentasi, dengan maksud untuk memetakan dan mengelompokkan pelanggan/konsumen kedalam segmen-segmen, agar kita bisa menyasar mereka dengan menggunakan strategi dan channel yang tepat. Tak lupa juga, supaya kita bisa menyesuaikan strategi tersebut dengan semua sumber daya yang kita miliki. Setelah segmentasi, kita lalu menyesuaikan produk dan service, serta menyusun apa saja aktivitas yang diperlukan untuk menjual.
Metode dari segmentasi ini juga umumnya dibagi menjadi 2 macam, yaitu A Priori dan Post Hoc. A Priori adalah segmen yang sudah terbentuk dari/berdasarkan beberapa proses segmentasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Biasanya hal ini terjadi pada beberapa industri yang sudah sangat standar atau mempunyai sifat yang pasti, sehingga segmentasi atau segmen konsumen yang terbentuk adalah sama terus menerus. Post Hoc adalah segmen-segmen yang terbentuk berdasarkan dari data-data yang tersedia atau data yang dikumpulkan. Strategi segmentasi juga dibedakan antara apakah bisnis kita bergerak dalam B2B atau B2C. Biasanya segmentasi dalam perusahaan B2B melibatkan lebih sedikit variabel daripada segmentasi perusahaan B2C.
Intinya semakin āmass/beragamā suatu pasar, maka akan semakin perlu untuk disegmentasi. Sebaliknya, apabila pasar Anda adalah sangat niche atau bahkan terdiri dari satu atau beberapa pelanggan yang unik, maka segmentasi akan semakin tidak diperlukan. Pertimbangan lain adalah, Anda bisa saja mencoba menyasar pasar yang sangat mass dengan menerapkan strategi yang sama untuk semua konsumen (menganggap semua konsumen itu sama saja). Sebaliknya, Anda juga bisa menerapkan strategi penjualan yang berbeda untuk setiap konsumen/pelanggan di pasar yang semakin niche.
Tahapan selanjutnya yang tak kalah penting, adalah menentukan dan memutuskan channel apa yang hendak digunakan untuk menyasar pelanggan. Channel ini mencakup bukan hanya produk atau service saja, melainkan juga merambah pada strategi periklanan, promosi, distribusi dan komunikasi. Sebagai contoh, tidak mungkin kita menyasar kaum ibu-ibu hanya dengan beriklan atau berkomunikasi melalui Internet dan majalah pria saja.
Tahapan berikutnya adalah desain sales force, dimana kita semakin dekat dengan tahap implementasi dari suatu sales force. Tahapan desain sales force ini mencakup tentang menyusun struktur sales force, menentukan jumlah atau berapa banyak tenaga penjual yang diperlukan, serta menentukan penugasan, aktivitas dan tanggung jawab yang diperlukan.
Satu hal yang penting dalam strategi dan desain sales force adalah menciptakan value. Inilah yang membedakan Anda dengan pesaing lain. Supaya tidak terjebak dalam perang harga, kita harusnya berusaha untuk menciptakan value pada produk dan service kita. Jangan lupa bahwa para kompetitor Anda pastinya juga berusaha untuk menciptakan customer value yang superior dengan menawarkan kualitas dengan harga yang pas untuk konsumen. Penciptaan value ini juga bisa diwujudkan dalam beberapa faktor seperti pengembangan tenaga penjual, keahlian tenaga penjual, sikap atau perilaku penjual, apa service yang diberikan, bahkan sampai ke proses delivery, pembayaran dan technical.
Suatu penjualan pastilah terdiri dari beberapa tahapan atau proses, yang dimulai dari pendekatan (Interest Creation), tahap sebelum pembelian (Pre-Purchase), pembelian (Purchase), sesaat setelah pembelian (Post-Purchase) dan tahap seterusnya setelah pembelian (Ongoing Post-Purchase). Setiap tahapan tersebut terdiri dari beberapa aktivitas penjualan. Misalnya aktivitas prospecting/mencari pelanggan baru adalah salah satu aktivitas dalam langkah pendekatan (Interest Creation).
Kini kita mengenal dua macam penjualan, yaitu Transactional Selling dan Consultative Selling. Transactional adalah model penjualan yang bahkan bisa dikatakan hit and run. Pokoknya jual sesering dan sebanyak mungkin, langsung tabrak dan kalo bisa ngotot. Sedangkan Consultative lebih mengarah pada solution selling ā dengan kata lain, penjualan tipe ini selalu mengarah untuk mengenali dulu apa problem yang dihadapi pelanggan, baru kemudian menawarkan solusinya. Tentunya kedua model/macam penjualan ini mempunyai tahapan dan proses penjualan yang berbeda. Misalnya untuk Transactional, kebutuhan pelanggan dianggap sama semua, sehingga tidak perlu ada aktivitas untuk fact finding untuk mendefinisikan apa kebutuhan pelanggan seperti yang diperlukan pada Consultative selling. Maka tugas kita adalah menyusun aktivitas apa saja yang harus dilakukan untuk masing-masing tipe penjualan ini, lalu tentukan juga mana aktivitas yang perlu mendapat prioritas atau perhatian khusus.
Melangkah ke tahap pemilihan channel, kita perlu menyadari bahwa tugas berat seorang manajer penjualan adalah memperluas dan memperbanyak channel dalam menjual, beriklan, berpromosi, serta men-deliver produk ke konsumen. Strategi memperbanyak channel (multi-channel) ini adalah salah satu cara paling bagus agar bisa tetap kompetitif di pasar yang semakin ketat. Alasan yang paling utama mengapa kita harus memperbanyak dan memperluas channel adalah semata-mata karena konsumen kita terus berubah dan juga karena perkembangan teknologi yang demikian pesatnya. Semua hal ini menuntut perubahan dalam pemilihan channel.
Memasuki tahapan desain sales force, disini tugas kita adalah menentukan peran dari para tenaga penjual kita, apakah mereka menjadi spesialis (dalam hal produk, konsumen dan aktivitas), ataukah menjadi generalis. Seorang penjual bisa dibagi-bagi berdasarkan produk, konsumen atau aktivitas. Jika dibagi berdasarkan produk, masing-masing penjual mempunyai spesialisasi dalam menjual produk tertentu (misalnya penjual A khusus menjual obat flu dan penjual B khusus menjual antibiotik). Jika dibagi berdasarkan konsumen, satu penjual mempunyai spesialisasi untuk menyasar konsumen tertentu. Lalu jika dibagi berdasarkan aktivitas, satu penjual mempunyai spesialisasi dalam suatu aktivitas penjualan tertentu (misalnya ada penjual yang khusus melakukan prospecting, lalu hasilnya diserahkan kepada penjual B untuk di-follow up, sementara penjual C fokus pada after sales service-nya nanti.
Selain itu, mereka juga bisa menjadi generalis dan menganggap semua produk, konsumen dan aktivitas adalah sama saja dan bisa di-handle oleh penjual manapun. Bahkan satu penjual bisa menangani mulai dari prospecting sampai administrasi dan after sales service-nya. Penjualan yang bersifat transactional kebanyakan memakai sistem generalis ini, sementara penjualan konsultatif lebih cenderung menerapkan spesialis.
Langkah desain sales force selanjutnya adalah menentukan apakah jumlah tenaga penjual kita sudah mencukupi atau belum (berdasarkan kondisi produk, konsumen dan aktivitas penjualan yang ada), serta mengadakan penyesuaian dalam faktor teritori/daerah penjualan, bonus dan beban pekerjaan. Semua ini bertujuan supaya semua usaha sales bisa sesuai dengan kebutuhan pelanggan, bisa meng-cover dan melayani konsumen dengan baik, membuat sistem evaluasi performa dan kompensasi yang baik, serta menjaga agar biaya dan waktu yang ada bisa dikontrol dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Ivan Mulyadi (dari berbagai sumber)