Impotensi Merek

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

www.marketing.co.id – Sebelum membahas yang lainnya, saya mau bertanya kepada Anda terlebih dahulu, “Apakah Anda impoten?”Hahaha…. Tak usah dijawab, atau jawab dalam hati saja, karena bukan konsumsi publik. Tapi, jika merek kita yang mengalami impotensi, mau diumumkan ataupun tidak, pasti pasar akan dengan mudah mengetahuinya. Apalagi banyak sekali lembaga riset independen yang secara fokus memantau persaingan merek-merek yang beredar di pasaran.

Indikator untuk mengukur apakah merek kita impoten atau tidak sangat jelas, bahwa dalam kurun waktu tertentu mengalami perkembangan atau justru merosot, melejit, atau malah tak bergerak sama sekali, alias stagnan. Dalam dunia pemasaran, jika merek Anda sedang berada dalam fase growth maturity saja, berarti itu sudah berada pada fase awal impotensi merek. Ada banyak merek yang bisa dijadikan contoh dalam kasus ini, di antaranya adalah sepeda motor Honda, ponsel Nokia, rokok Gudang Garam, maskapai Garuda Indonesia, dan minuman energi Extra Joss.

Honda, yang di Indonesia berada dibawah naungan PT Astra Honda Motor, pernah mengalami stagnasi akibat kompetitornya, Yamaha, lebih kreatif dan inovatif, baik dari sisi produk maupun strategi pemasaran. Yamaha yang mengeluarkan skuter matik Mio pada tahun 2003, menyusul Kymco Jet Matic, berhasil mengalahkan Honda beberapa kali. Positioning Mio yang diperuntukkan bagi kaum hawa, denganslogan “Wanita Jangan Mau Ketinggalan”, berhasil mendongkrak jumlah pengguna dari kalangan wanita.

Jika tidak segera berbenah diri, Honda akan terus mengalami impotensi dansemakin tertinggal oleh Yamaha. Dalam hal ini, Suzuki lebih impoten lagi. Namun, Honda tidak tinggal diam. Merek tersebut kemudian mengeluarkan begitu banyak varian skuter matik, mulai dari Vario, Beat, Scoopy, hingga Spacy, setelah memperluas area pabriknya. Perluasan pabrik itu dimaksudkan untuk memperpendek daftar tunggu pembelian, dipadu dengan bombardir varian yang beragam. Honda pun kembali bergairah dan perkasa.

Dan, Nokia sepertinya bukan tujuan utama lagi bagi para pencari ponsel saat ini. Semakin murahnya harga ponsel asal Cina telah mengeruk sangat banyak pangsa pasar perangkat telekomunikasi dari Finlandia itu, tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Huawei dan ZTE dari Negeri Tirai Bambu, Samsung dari Korea Selatan, Apple dari Amerika Serikat, BlackBerry dari Kanada, tiba-tiba merangsek ke elemen-elemen penting Nokia.

Penggunaan sistem operasi Android besutan Google secara cuma-cuma oleh mayoritas vendor menambah keterpurukan Nokia yang bersikukuh mempertahankan Symbian dan MeeGo. Pertanyaannya, “Mana ada sih yang lebih murah dari gratis?” Samsung, yang sebelumnya boleh dibilang bukan siapa-siapa dalam industri ponsel, kemudian melejit karena berhasil menekan harga berkat sistem operasi Android yang gratis. Kini, Nokia masih tetap impoten, dan semakin dijauhi oleh Apple dan Black Berry di pasar smartphone.

Garuda Indonesia yang merupakan maskapai flag carrier Merah Putih pernah mengalami impotensi cukup lama. Bertahun-tahun maskapai tersebut mengalami kerugian, namun upaya penyehatan terus dilakukan. Akhirnya pada tahun 2008, Garuda Indonesia mengeruk untung Rp669 miliar, dan diperkirakan bisa mencapai Rp 3,7 triliun pada tahun 2014. Garuda pun saat ini sudah melenggang di Bursa Efek Indonesia dan menambah armada-armada baru mengikuti Lion Air. Sekarang Garuda sudah kembali bereaksi dan produktif, bukanlagi tergolong merek yang impoten.

Di kategori minuman energi serbuk, Extra Joss sebagai pionir justru terkesan berhenti di tengah jalan dalam hal berinovasi. Extra Joss produksi Bintang Toejoe dengan mudah disalip oleh Kuku Bima Ener-G Drink buatan Sidomuncul yang menawarkan minuman energi aneka rasa, seperti rasa original, anggur, jeruk, kopi, teh, dan jambu. Kelengkapan produk itu lantas dipromosikan di televisi secara gencar. Hasilnya, Extra Joss impoten, Kuku Bima Ener-G Drink makin “rosa” (kokoh). Belakangan, Extra Joss berusaha mereposisi DNA-nya, hasilnya masih belum maksimal. Merek-merek dikategori ini pun bisa dikatakan impoten, karena nyaris tidak berkembang.

Jadi, kelolalah merek Anda dengansepenuh hati, sebenar-benarnya, dan lebih strategik. Keenerjikan pemasar dalam menghidupkan sebuah merek secara terus-menerus bukan satu pekerjaan yang tergolong “sunnah”, tapi sangat wajib. Untuk apa mengeluarkan merek kalau tidak dirawat dan dikembangkan dengan baik. Ingatlah bahwa para kompetitor selalu bergerak, termasuk di saat kita “tidur”. Oleh karena itu, jangan biarkan merek Anda mengalami impotensi, dan kreasikanlah strateginya secerdas mungkin agar menembus nilai yang maksimal. Pakailah konsep-konsep viagra marketing jika merek Anda sedang impoten, sehingga bisa bergairah kembali. (Darmadi Durianto)