Pertarungan antara TV tradisional vs layanan streaming bukan tentang siapa yang kalah atau menang. Ini adalah babak baru di mana keduanya saling melengkapi dan memperkuat.
Marketing.co.id – Berita Marketing | Di tengah transformasi digital yang kian masif, lanskap media global telah memasuki fase baru yang tidak lagi mempertentangkan TV tradisional dengan layanan streaming. Tahun 2025 menandai era konvergensi media, di mana keberhasilan sebuah kampanye tidak lagi ditentukan oleh kanal yang dipilih, melainkan oleh sinergi lintas platform yang mampu menyampaikan pesan secara relevan dan kontekstual.
TV linear masih raja di dunia iklan
Meski sempat diprediksi akan ditinggalkan, TV linear justru masih bertahan sebagai medium utama dalam kampanye berskala nasional. Menurut data terbaru Nielsen, sebanyak 57,6% waktu tonton iklan masih didominasi TV tradisional, terutama pada slot prime time dan saat tayangan langsung seperti berita, event nasional, dan pertandingan olahraga.
Keunggulan utama TV linear terletak pada jangkauan luas dalam waktu singkat, kredibilitas tinggi, serta kemampuan membangun brand awareness secara masif. TV konvensional masih menjadi pilihan utama bagi brand yang ingin menciptakan dampak besar secara instan, khususnya dalam kampanye yang menargetkan khalayak umum lintas usia dan demografi.
Streaming, arena baru pemasaran kontekstual dan personal
Di sisi lain, layanan streaming semakin mendominasi perhatian generasi digital. Netflix, YouTube, Prime Video, dan platform lokal menjadi kanal favorit untuk konsumsi konten on-demand yang sesuai minat dan gaya hidup audiens. Di tahun 2025, tercatat 7 dari 10 konten terpopuler berasal dari platform streaming. Ini menunjukkan bahwa audiens kini lebih tersegmentasi dan lebih memilih konsumsi yang personal.
Streaming menawarkan kekuatan dalam penargetan perilaku, format storytelling yang mendalam, serta dukungan multi-platform yang memungkinkan brand menjangkau audiens niche secara efektif. Dengan data yang lebih granular, kampanye bisa disesuaikan secara real-time, streaming sangat cocok untuk strategi engagement yang lebih dalam dan interaktif.
Olahraga, Titik Temu TV dan Streaming
Bidang olahraga menjadi simbol nyata konvergensi antara TV dan streaming. Jika dulu menjadi wilayah eksklusif TV linear, kini tayangan olahraga juga hadir di platform digital. Netflix menayangkan pertandingan NFL, sementara Prime Video memegang hak siar Thursday Night Football. Ini adalah sebuah pergeseran yang menunjukkan bahwa distribusi konten kini tak lagi terikat pada satu platform.
Streaming menghadirkan fitur seperti second-screen experience, interaksi media sosial langsung, hingga pilihan kamera dan statistik real-time. Sementara TV tradisional tetap menjadi medium utama untuk menyatukan penonton dalam momen kolektif. Kombinasi ini memperkaya pengalaman menonton sekaligus membuka ruang baru untuk aktivasi brand.
Keragaman Global, Streaming Menembus Batas Budaya
Salah satu keunggulan signifikan layanan streaming adalah kemampuannya dalam menghadirkan konten lintas budaya. Serial Korea, film India, atau dokumenter berbahasa Spanyol kini menjadi konsumsi utama, bukan lagi kategori niche. Di Amerika Serikat, Nielsen mencatat bahwa lebih dari sepertiga waktu tonton streaming datang dari komunitas Hispanik dan Asia.
Bagi brand, ini adalah peluang untuk menyesuaikan narasi dalam konteks budaya yang lebih luas dan otentik. Kampanye kolaboratif dengan kreator lokal hingga storytelling berbasis nilai dan budaya kini menjadi strategi utama dalam memenangkan hati konsumen global.
Bukan TV vs Streaming, Tapi TV dan Streaming
Kesuksesan brand saat ini tidak lagi ditentukan oleh pilihan media tunggal. Justru, strategi paling efektif adalah mengintegrasikan berbagai kanal, mulai dari TV, OTT, digital, dan media sosial, ke dalam satu ekosistem pemasaran yang terhubung. Setiap kanal memiliki peran spesifik, TV untuk membangun awareness, streaming untuk engagement, dan media sosial untuk aktivasi real-time.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan hiperkompetitif, brand dituntut untuk adaptif, fleksibel, dan berbasis data. Tidak cukup hanya muncul di layar, brand harus hadir dengan konteks yang kuat dan cerita yang menyentuh kebutuhan emosional audiens.