Antrean panjang terlihat di mal Kelapa Gading, di sekitar pertengahan November 2011. Hebatnya, banyak di antara mereka yang mulai mengantre sejak tengah malam. Rupanya, sebuah toko menjual BlackBerry (BB) dengan diskon sebesar 50%. Karena jumlah yang boleh membeli dibatasi sebanyak 250, tidak mengherankan kemudian konsumen berebut untuk mendapatkan nomor antrean. Kalau harga BB yang dibeli adalah Rp 5 juta, maka diskon sebesar 50% memang menjadi daya tarik besar untuk berburu BlackBerry. Maklum, Indonesia masih memiliki pasar BB yang sangat kuat.
Mungkin program yang istimewa ini dilakukan untuk menyambut event besar Research in Motion (RIM), produsen BB di Jakarta. Pertama, mereka meluncurkan produk barunya. Indonesia diberikan kesempatan sebagai negara pertama untuk meluncurkan versi BB yang baru, yaitu Onyx 3 atau Bellagio. Kedua, banyak petinggi RIM sedang berkumpul di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang demikian penting bagi RIM. Mungkin baru kali inilah RIM melakukan perhelatan besar di mana eksekutif berkumpul di Jakarta.
Ketiga, RIM bersama dengan salah satu mitranya di Indonesia meluncurkan outlet BB-nya di Indonesia. Mungkin RIM ingin menunjukkan betapa hebatnya permintaan pasar BB di Indonesia, maka program ini diluncurkan. Selain menjadi berita gratis, hal tersebut juga memberikan semangat kepada semua diler di Indonesia dan memperlihatkan kepada petinggi RIM dari negara lain akan kekuatan RIM.
Maklum, ketika penjualan BB di Amerika dan global mengalami penurunan, BB di Indonesia justru menunjukkan kinerja yang kinclong. Penjualannya masih naik terus. Penguasaan pangsa pasar untuk smartphone masih menunjukkan grafik yang naik.
Di seluruh dunia, pangsa pasar BB di tahun 2011 mengalami penurunan, dari 3,2% di tahun 2010 menjadi 3,0% di tahun 2011. Untuk kategori smartphone, pangsa pasar BB di tahun 2010 yang semula adalah 18,7% menjadi hanya 11,7%. RIM mengalami penurunan yang sangat besar dalam pangsa pasar. Hal serupa juga dialami oleh Nokia yang menggunakan sistem operasi Symbian. Pemenangnya adalah smartphone yang menggunakan sistem operasi Android, yang salah satu mereknya adalah Samsung. Di tahun 2011 ini, secara merek, Samsung meraih kehormatan sebagai merek smartphone yang memiliki pangsa pasar terbesar.
BB di Indonesia
Pasar ponsel di Indonesia memang unik. Tidak mengherankan, BB yang pangsa pasarnya turun di pasar global, ternyata belum terlihat penurunannya di pasar Indonesia. Pengguna ponsel di Indonesia memiliki motif yang berbeda dengan pengguna ponsel di negara-negara lain, terutama Amerika, Eropa, atau negara-negara maju.
Ponsel adalah produk yang melekat kuat dengan kepribadian konsumen Indonesia. Mereka menganggap ponsel adalah produk pribadi yang berharga dan sering kali lebih dari sekadar alat komunikasi. Inilah produk yang dapat menceritakan status sosial seseorang. Inilah produk yang bisa menghubungkan status sosial mereka dengan status sosial pengguna ponsel lainnya.
Ponsel adalah produk yang dibeli karena faktor gengsi dan bukan hanya karena fungsinya. Untuk golongan atas, faktor gengsi ini relatif dominan dibandingkan dengan faktor fungsionalnya. Tidak mengherankan, kategori smartphone ini bisa menjadi “stupid phone” di tangan konsumen Indonesia karena banyaknya fitur dan kelebihan smartphone yang tidak digunakan.
Sebelum BB, Nokia Communicator adalah raja di pasar smartphone. Pesaing yang lain jauh tertinggal dibanding dengan produk ini. Seolah-olah, produk ini adalah ciri eksekutif mapan atau individu dengan status sosial yang mapan. Produk ini benar-benar memberikan kekuatan citra dan alat komunikasi kepada komunitas di sekitar mereka tentang status sosial.
Karena faktor gengsi yang dominan, loyalitas terhadap ponsel ini mudah dipatahkan saat ada produk lain yang lebih bergengsi. BB beruntung karena mendapatkan PR kuat dengan Obama, dan Indonesia menyukai Obama. BB juga memiliki PIN, seolah-olah sebuah nomor yang berbeda dengan nomor telepon seluler yang sudah ada. Kata-kata PIN yang diajarkan oleh bank, memberi persepsi demikian positifnya bagi pengguna ponsel di Indonesia.
Lebih dari 50% dari pengguna BB di Indonesia membeli BB karena khawatir ditanya nomor PIN-nya. Atau mereka mendahului orang lain yang ingin bertanya dan tidak ingin berisiko untuk ditanya PIN-nya dan kemudian ternyata tidak punya. Sekali lagi, BB dibeli juga karena faktor gengsi, sama seperti Nokia Communicator. Mereka yang tidak sanggup membeli BB, lantas memilih ponsel Qwerty dari merek lain yang mirip dengan BB. Tidak mengherankan, merek ponsel seperti Nexian, tahun ini, sudah terjual 10 juta, jauh lebih besar dari merek BB yang ditiru. Jumlah populasi BB sendiri di Indonesia baru diperkirakan sekitar 5 juta unit.
BB di Masa Mendatang
Bagaimana nasib penjualan BB di Indonesia? Apakah BB juga akan mengalami penurunan seperti yang dialami pasar global? Akankah ponsel yang berbasis Android, terutama Samsung, akan segera mengejar BB seperti yang terjadi di banyak negara di dunia?
Saya yakin, situasinya akan berbeda dibandingkan dengan negara lain. Pertama, walau motif pembelian adalah gengsi, pengguna BB kemudian menikmati BBM dari produk ini. Itulah yang kemudian akan menjaga loyalitas BB di Indonesia. Mereka yang sudah terbiasa dengan BBM dan grup BBM akan sulit untuk meninggalkan kebiasaan ini. BBM memang terbukti membuat tagihan ponsel mereka lebih hemat, Pengguna BB senang, tetapi menimbulkan kesedihan dari para operator. Selain ARPU yang menurun, operator juga dengan sangat terpaksa membayar kepada RIM sebesar Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per bulan untuk setiap BB yang mengaktifkan layanan datanya.
BBM ini juga membuat komunikasi dalam komunitas semakin erat. Mereka merasa menjadi kelompok grup atau komunitas yang semakin kohesif. Inilah yang sangat sulit dipatahkan oleh kelompok lain. Bisa saja akan muncul ponsel yang memiliki gengsi yang lebih tinggi dari BB di kemudian hari. Tetapi BBM ini, terutama BBM grup, akan menjadi exit barrier yang tidak mudah dipatahkan. Di Indonesia, sangat biasa kalau seseorang memiliki jumlah kontak lebih dari 100 dan memiliki grup lebih dari 10 grup. Kalau Anda ke Amerika, sangat sulit mencari pengguna BB yang memiliki grup lebih dari lima grup. Di Indonesia, tidak aneh kalau ada yang memiliki grup hingga mencapai 20 grup. Kebiasaan membuat grup seperti inilah yang menjadi daya tahan BB terhadap gempuran dari Android di masa mendatang.
Di Amerika, sudah banyak yang menggunakan software watch-up. Melalui piranti lunak ini, memungkinkan untuk berkomunikasi dengan ponsel lain yang berbeda sistem operasinya. Di Indonesia, sangat mungkin hal ini juga akan mematahkan loyalitas BB tetapi akan membutuhkan waktu yang lama.
Hal lain yang membuat BB aman di Indonesia untuk 2–3 tahun mendatang adalah pengguna ponsel Qwerty yang berjumlah hampir 20 juta. Mereka adalah pengguna ponsel yang suatu saat siap membeli BB bila harga sudah semakin murah atau bila pendapatan mereka sudah semakin baik. Bagi kelompok pengguna ponsel ini, BB adalah aspirasi mereka.
Setelah dua atau tiga tahun, posisi BB belum tentu aman. Kejatuhan mereka di pasar global pasti akan memengaruhi pasar Indonesia. Kekuatan gengsi dari BB akan semakin melemah. Terlebih, bila BB kemudian terlambat meluncurkan versi yang lebih terjangkau untuk pengguna ponsel Qwerty dari Cina. Selain itu, RIM juga terlambat masuk dalam dunia ritel. Mereka banyak menggantungkan kekuatan distributor atau mitra mereka yang notabene adalah distributor merek lain. Buat mereka, menjual merek apa pun tidak masalah, selama itu memberi keuntungan. Jumlah outlet BB yang cukup banyak dan kemampuan untuk memberikan layanan purnajual akan menentukan nasib BB di Indonesia. Kita tunggu di tahun 2014, ketika cerita BB akan memasuki babak kedua. (www.marketing.co.id)