Yanuar Nugroho: Saatnya Mengakhiri Mitos Besar Tentang Inovasi

0
meregulasi inovasi
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

meregulasi inovasiInovasi yang Membumi: Saatnya Mengakhiri Mitos Besar Tentang Inovasi

Marketing.co.id – Berita Marketing | Inovasi kerap kali diagung-agungkan sebagai mantra sakti dalam setiap sesi strategis perusahaan. Sayangnya, makna “inovasi” justru semakin kabur akibat ekses glorifikasi terhadap teknologi dan disrupsi. Dalam podcast NALAR Institute, Peneliti Yanuar Nugroho mengajak kita untuk kembali pada akar kata innovation, yaitu perubahan yang menciptakan nilai.

Alih-alih mendewakan teknologi terbaru, Nugroho menyajikan perspektif yang segar bahwa inovasi tak harus dimulai dari moonshot ideas. Inovasi bisa lahir dari kepekaan terhadap masalah kecil, seperti empati yang terstruktur, hingga keberanian merombak proses lama yang tak lagi relevan. “Inovasi adalah tentang menciptakan solusi yang lebih baik. Bukan selalu tentang menjadi yang pertama, tapi menjadi yang paling relevan,” ungkap Nugroho.

Bagi para pemasar dan pengambil keputusan, insight dari podcast ini sangat penting bahwa inovasi yang relevan adalah yang berakar pada kebutuhan pelanggan, bukan sekadar impresi digital atau fitur tambahan tanpa konteks.

Dalam realitas pasar yang semakin kompetitif dan padat noise, perusahaan perlu mendefinisikan ulang arti “berinovasi.” Ini bukan hanya soal membuat aplikasi, chatbot, atau AI yang viral, tetapi tentang merancang ulang customer journey, mempercepat proses layanan, atau menciptakan value baru yang berdampak langsung pada pengalaman pelanggan.

Menurut Nugoroho, inovasi tidak perlu spektakuler. Bahkan, sering kali perubahan kecil yang konsisten lebih berdampak ketimbang gebrakan besar yang cepat redup. Misalnya, menyederhanakan form registrasi pelanggan dari 6 halaman menjadi 1 halaman saja bisa berarti konversi naik hingga 30%.

Dalam konteks ini, inovasi juga berarti menyusun ulang proses kerja yang kaku menjadi lebih agile, menyisipkan empati ke dalam setiap keputusan desain produk, dan melatih frontline staff agar lebih adaptif terhadap kebutuhan pelanggan yang berubah.

Di tengah arus teknologi dan digitalisasi, Nugroho mengingatkan bahwa yang paling berkelanjutan adalah inovasi yang berbasis makna. Inovasi yang dilandasi konteks, ketulusan melayani, dan kejelian membaca perubahan perilaku konsumen. Di era di mana semua orang bisa membuat “sesuatu yang baru,” hanya mereka yang menciptakan “sesuatu yang berarti” yang akan bertahan.