Valuasi Start-up

Sebagai start-up (perusahaan rintisan), bisa menjadi hal sulit saat menentukan matriks yang diperlukan untuk menghitung valuasi. Bagaimana cara pengukurannya?

Saat kita membicarakan start-up, jargon unicorn dan e-commerce biasanya turut mengikuti. Apalagi seperti yang sudah diketahui sebelumnya bahwa Menkominfo Rudiantara pada 23 Oktober 2015 telah menetapkan target jika per tahun 2016, Indonesia memiliki dua perusahaan e-commerce unicorn dengan kapitalisasi pasar menembus US$1 miliar.

valuasi start-up

Meraih kapitalisasi pasar minimal US$1 miliar jelas ambisius dan sulit diraih. Demi mencapai angka tersebut, pertumbuhan sangat esensial sebagai pengukur kemajuan. Namun bagi start-up, pertumbuhan dapat terasa sebagai konsep yang abstrak bagi para perusahaan yang ingin mengetahui alat-alat ukur konkret untuk mengukur kesuksesan mereka.

Contoh alat-alat ukur konkret tersebut dapat diperoleh dengan mengukur pertumbuhan berdasarkan jumlah akuisisi konsumen. Atau bisa juga kita menghitung berbasis jumlah pelanggan yang menggunakan layanan kita. Sementara ada pula yang mengukur berdasarkan jumlah pendapatan perusahaan di akhir trimester. Semua matriks tersebut baik, namun sekali lagi, dalam perspektif yang umum, pengukuran pertumbuhan start-up berbasis pada valuasi.

Valuasi: Berapa hargamu?

Valuasi dapat dijadikan dalam bentuk pertanyaan, “Berapa harga perusahaan ini? Berapa nilainya?”

Berapa banyak rupiah yang diperoleh melalui penjualan saham start-up tersebut? Pertanyaan ini harus terjawab karena start-up secara umum harus melalui proses valuasi saat melakukan penggalangan atau pencarian investor. Apalagi di saat-saat awal, antara lain fase pendanaan awal (seed funding) dan Seri A, valuasi yang ada belum dapat merefleksikan secara utuh arus pendapatan sebuah perusahaan. Ringkasnya, valuasi pada fase pendanaan awal dan Seri A lebih pada perkiraan kuantitas uang yang pantas dan ditawarkan perusahaan modal ventura kepada start-up untuk bundelan persentase saham.

Guna memudahkan pemahaman, kita bisa mencermati simulasi berikut ini. Bayangkan Anda memiliki start-up bernilai Rp5 miliar dan sebuah perusahaan modal ventura memutuskan menambah dana ke kas start-up Anda sebesar Rp5 miliar. Berarti valuasi start-up Anda saat ini Rp10 miliar. Jadi, perusahaan modal ventura tidak meminta porsi start-up Anda, tetapi menambah valuasi dengan mengguyurkan uang. Berarti sekarang, karena ada dua pihak yang memiliki besaran dana sama dalam sebuah start-up, perusahaan modal ventura tersebut memiliki 50% saham perusahaan.

Namun, perhitungan di atas berlaku dengan asumsi start-up yang kita jalankan sudah cukup matang dan sistemnya telah bekerja cukup baik. Berikut ini kita bisa mencermati simulasi perhitungan fase pendanaan awal.

Kita memiliki ide sebuah start-up dan membutuhkan dana Rp1 miliar untuk mulai. Sebuah perusahaan modal ventura mampu memenuhi kebutuhan tersebut dan meminta 10% saham. Menjalankan perhitungan matematika ke belakang berdasarkan formula yang sudah dijalankan, kita dapat menghitung Rp1 miliar/10% saham perusahaan = valuasi senilai Rp10 miliar.

Dalam kenyataannya, adalah hal yang sangat sulit dalam konteks Indonesia untuk membuat perusahaan modal ventura bersedia mendapatkan kepemilikan saham hanya 10% pada tahap pendanaan awal. Bisa jadi di lapangan justru angka permintaan saham meroket ke angka 51% hingga 90%. Salah satu alasannya, start-up yang didanai baru sekadar ide alias belum dieksekusi atau dianggap besaran pasarnya kurang fenomenal. Masih banyak faktor lain yang menentukan besaran saham yang didapatkan perusahaan modal ventura pada fase pendanaan awal.

Seni Valuasi Start-up

Di Negeri Paman Sam, sudah sering kita dengar berita-berita mengenai valuasi start-up Unicorn dengan satuan, belasan, hingga puluhan miliar dolar. Satuan angka tersebut bisa membuat bergidik karena diperoleh dalam waktu singkat dan dengan segera mengalahkan perusahaan-perusahaan konvensional Fortune 100 yang legendaris.

Ada baiknya kita ketahui bahwa matematika gila valuasi bisnis tersebut lebih terkait kepada seni dan bukan sains. Selain faktor-faktor yang memang sangat berbasis data, seni negosiasi juga sangat berpengaruh. Karenanya, pembicaraan di belakang layar menjadi semakin umum, apalagi karena mayoritas start-up berstatus perusahaan privat.

Saat memasuki fase negosiasi dengan investor, pastikan bahwa kita memahami dua frase kunci, yaitu valuasi pra-investasi dan valuasi pasca-investasi. Contoh simulasi perhitungan valuasi ini telah diberikan sebelumnya.

Lalu, berbicara spesifik mengenai fase awal, kebanyakan perusahaan modal ventura akan menggunakan dua metodologi perhitungan untuk menentukan harga yang bersedia mereka bayar untuk sebuah investasi. Dua valuasi tersebut adalah:

Pertama, perbandingan keuangan terbaru. Perusahaan modal ventura akan mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang mirip, baik dari sisi sektor dan tahap pertumbuhan, lalu melakukan perbandingan.

Kedua, nilai potensial saat keluar. Perusahaan modal ventura secara umum memikirkan langkah keluar beserta nilai yang pantas diperoleh. Nilai tersebut bisa berbasis merger dan akuisisi terbaru serta transaksi-transaksi yang serupa dengan perusahaan-perusahaan publik. Kebanyakan perusahaan modal ventura menginginkan nilai kembali 10 hingga 20 kali lipat dari nilai investasi awal mereka dalam 2 hingga 5 tahun.

Demi memaksimalkan nilai potensial saat keluar, perusahaan-perusahaan modal ventura secara umum akan sangat memerhatikan hal-hal berikut:

Pertama, volume transaksi dan laba kotor yang dihasilkan start-up. Alat ukur valuasi ini adalah metode perhitungan yang harus diketahui semua pemimpin bisnis karena pada hakikatnya, perusahaan harus menciptakan transaksi agar tumbuh berkelanjutan. Dari volume transaksi tersebut, perusahaan modal ventura akan melihat laba kotor yang dihasilkan.

Laba kotor adalah jumlah pendapatan perusahaan yang diperoleh setelah dikurangi dengan harga pokok penjualan, umumnya dihitung dalam bentuk persentase. Laba kotor adalah indikasi kemampuan perusahaan mengendalikan faktor harga.

Kedua, biaya akuisisi konsumen. Apakah start-up yang kita jalankan hanya melayani satu segmen atau malah beberapa segmen sekaligus? Biaya untuk mendapatkan konsumen dari semua segmen tersebut harus kita perhitungkan. Inilah matriks lainnya yang digunakan perusahaan modal ventura untuk memaksimalkan valuasi atau nilai potensial sebuah perusahaan. Perhitungkan berapa besar biaya tetap dan biaya variabel yang diperlukan untuk mendapatkan seorang klien.

Biaya akuisisi konsumen menjadi penting karena melalui matriks ini, start-up mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai hal-hal yang menunjang pertumbuhan bisnis. Saat menghitung biaya akuisisi konsumen, perhitungkan juga berapa lama modal akan kembali. Periode modal kembali ini dapat dipahami sebagai berapa minggu atau bulan yang diperlukan agar mendapatkan kembali semua uang yang sudah dikeluarkan untuk mendapatkan satu klien.

Ketiga, efisiensi marketing dan penjualan. Karena kesuksesan valuasi start-up sangat bergantung pada pertumbuhan pendapatan, yang membutuhkan pertumbuhan basis konsumen, maka menjadi esensial untuk memeriksa efisiensi marketing dan penjualan.

Cara menghitung efisiensi marketing dan penjualan ini dapat dilihat antara lain dari perubahan pendapatan dari satu periode ke periode lainnya dan pendapatan dari periode tertentu dibagi dengan pengeluaran marketing dan penjualan. Pemahaman utamanya adalah kita menginginkan uang yang kita tanamkan dalam marketing dan penjualan kembali dalam jumlah yang lebih besar.

Matriks-matriks di atas, selain yang belum tersebutkan, adalah daftar melelahkan yang harus kita perhitungkan dalam valuasi start-up. Tetapi, hal tersebut bisa menjadi langkah awal yang baik karena sejatinya tidak ada satu matriks untuk semua. Ketahuilah bahwa untuk membangun perusahaan hebat, banyak hal yang harus dilakukan, termasuk perhitungan matematika gila dalam valuasi start-up.

Andika Priyandana, dari berbagai sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.