Uber: Dicintai Sekaligus Dibenci

Kemajuan teknologi melahirkan model bisnis baru termasuk layanan transportasi. Uber muncul sebagai pemain yang memanfaatkan teknologi untuk dapat menyediakan layanan transportasi masa depan. Bagaimana Uber bisa ada di mana-mana, dan menembus batas global?

uber marketing.co.id

Dulu ketika Anda perlu kendaraan untuk pergi ke suatu tempat, usaha untuk mendapatkan taksi sangatlah merepotkan. Anda harus berdiri di pinggir jalan, terkena angin, hujan, debu, dan lain-lain, sambil melambaikan tangan jika melihat ada taksi yang kebetulan lewat.

Tentu daripada berdiri menunggu seperti itu, Anda bisa menelepon dan memesan langsung taksi yang dibutuhkan. Hotel atau mal besar bahkan sudah menyediakan layanan pemanggilan taksi. Tapi, masalah tidak berhenti sampai situ. Waktu tunggu sampai Anda akhirnya bisa naik ke dalam taksi rata-rata 20 hingga 30 menit. Di perjalanan, ternyata tidak semua sopir taksi tahu jalan. Bisa jadi Anda yang harus mengarahkan jalannya karena banyak mobil taksi belum dilengkapi teknologi GPS. Atau kalaupun ada GPS, apakah alatnya berfungsi dengan baik?

Sampai di tempat tujuan, Anda kembali harus direpotkan dengan hitung-menghitung uang, plus uang tip. Sering kali Anda harus memberikan uang pas karena banyak sopir taksi yang tidak membawa uang kembalian. Masalah selain itu juga banyak, misalnya masih ada sopir yang malas menyalakan argo ketika mendengar jarak tempuh yang terlalu pendek, sehingga mereka lebih suka menggunakan “argo tembak” yang sering kali lebih mahal daripada argo sebenarnya. Ada juga argo yang rusak, berjalan terlalu cepat, terlalu lambat, dan lain-lain.

Dengan begitu banyak masalah sekalipun, pada umumnya orang masih merasa taksi adalah sarana transportasi paling praktis dan nyaman. Ini karena konsumen memang tidak punya pilihan lain. Sampai akhirnya pemain baru seperti Uber muncul. Uber mampu mengatasi segala permasalahan yang dihadapi taksi konvensional, menawarkan tarif lebih murah, kualitas layanan lebih baik, waktu tunggu lebih singkat, dan memberikan experience yang berbeda.

Perusahaan seperti Uber mengubah wajah layanan transportasi. Dengan memanfaatkan aplikasi yang sangat mudah diunduh ke smartphone yang kini dimiliki hampir oleh semua orang, konsumen langsung terhubung ke Google Map, sehingga mereka bisa melihat langsung di mana mobil terdekat, jarak tempuh, posisi dan lokasi pengendara, sampai memperkirakan waktu tempuh.

Proses memanggil taksi menjadi semakin mudah dan simpel, dan tidak perlu menunggu lama hingga taksi tersebut datang di depan pintu. Bahkan sebelum Anda beranjak dari meeting di suatu hotel, berjalan menuju koridor panjang, turun lift, keluar lewat lobi, taksi sudah siap menunggu.

Uber memberikan konfirmasi bahwa order sudah diterima, mobil sudah dalam perjalanan, plus Anda bisa memantau langsung posisi mobil tersebut. Sesampainya di tujuan, pembayaran bisa dilakukan secara mudah dengan sistem elektronik atau aplikasi. Anda bisa langsung melompat keluar dan melanjutkan aktivitas tanpa harus repot merogoh dompet atau menghitung uang. Baru berbicara dalam lingkup aplikasi saja, sudah banyak experience dan rasa nyaman yang bisa didapat konsumen.

Jadi, apa sebenarnya Uber ini? Uber Technologies, Inc. adalah perusahaan jaringan transportasi online multinasional Amerika yang berbasis di San Francisco, California, AS. Perusahaan mengembangkan, memasarkan, sekaligus mengoperasikan aplikasi mobile Uber, yang memungkinkan konsumen bisa memenuhi kebutuhan perjalanan/transportasi mereka, dengan memanfaatkan para pengendara yang punya mobil sendiri dan sudah tergabung dalam Uber.

Uber didirikan pertama kali dengan nama “UberCab” oleh Travis Kalanick dan Garret Camp pada tahun 2009. Memasuki tahun 2012 lalu, Uber sudah melakukan ekspansi secara internasional. Dengan segala kemajuannya, tahun 2014 lalu Klout menobatkan perusahaan transportasi online ini sebagai perusahaan terkuat di Amerika urutan ke-48. Sampai akhir tahun 2015, nilai perusahaan Uber diestimasi sudah mencapai sekitar US$62,5 miliar.

Uber kini sudah hadir di sekitar 60 negara dan 300 kota di seluruh dunia. Sejak peluncurannya, banyak perusahaan malah meniru model bisnisnya, yang sekarang menjadi tren dengan nama “Uberification”. Tak hanya kemudahan dan kemurahan yang ditawarkan Uber, tapi juga model bisnis modern, yang mampu menggerakkan ekonomi dan bisa menguntungkan banyak pihak.

uber
Proporsi global Uber vs Taksi vs Rental Mobil (Sumber: bizjournals.com)

Berbicara mengenai model bisnis Uber yang berkembang secara global, sangat erat kaitannya dengan berkembangnya industri digital dan mobile, diikuti juga dengan masuknya kita ke era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang membuat batasan antar negara dan industri menjadi semakin kabur.

Perusahaan yang bergerak di suatu industri tertentu kini mendadak harus bersaing dan berhadapan dengan perusahaan lain yang bahkan sebelumnya berasal dari industri yang berbeda. Salah satu fenomena yang muncul akibat tren ini adalah bermunculannya perusahaan-perusahaan yang menganut sharing economy, termasuk Uber.

Sharing economy sendiri adalah suatu ekosistem bisnis yang bersifat sosial dan sering kali berbasis layanan komunitas, dimana semua pihak bisa saling berbagi dan mengonsumsi semua sumber daya yang ada. Singkatnya, apa yang dimiliki oleh satu pihak bisa digunakan oleh pihak lain, tapi dengan sejumlah biaya tentunya.

Aktivitas yang dilakukan dalam lingkungan sharing economy ini mencakup aspek-aspek seperti saling berbagi, saling bertukar, pembelian secara kolektif, mengonsumsi sumber daya secara bersamaan, shared ownership, cocreation, daur ulang, redistribution, sewa-menyewa, meminjam, berlangganan sementara, dan masih banyak lagi. Kemungkinannya bisa jadi tidak terbatas dan dapat dikembangkan terus-menerus.

Tentu ada banyak faktor dan elemen yang terlibat dalam suatu jaringan sharing economy. Dari jaringan tersebut akan terbentuk suatu ekosistem bisnis dan ekonomi yang tersusun dari elemen-elemen seperti orang, produk/jasa, produksi, distribusi, komunikasi, dan masih banyak lagi.

Uber menangkap peluang  besar dimana nantinya orang tidak perlu memiliki suatu aset untuk dapat menggunakannya. Ada banyak alasan sistem sharing economy ini menjadi menarik; aset yang dianggap terlalu mahal untuk dibeli atau di-maintain, kini bisa disewa dan digunakan dengan biaya yang jauh lebih murah.

Inilah mengapa perusahaan Uber bisa menjadi salah satu perusahaan transportasi taksi yang tersebar ke seluruh dunia, tapi tidak memiliki semua kendaraan (taksi) tersebut. Model bisnisnya memungkinkan semua individu yang mempunyai kendaraan yang dianggap layak setelah dievaluasi, bisa bergabung dan menjadi pengendara Uber, di mana pun mereka berada, dengan jam kerja fleksibel.

Dalam model bisnis Uber, aset yang digunakan dapat menjadi beban jika dibiarkan begitu saja. Aset yang sering atau rutin digunakan sekalipun bisa jadi memberatkan dalam hal biaya baik untuk investasi awal atau untuk perawatan dalam jangka panjang. Dengan memanfaatkan konsep sharing economy, baik Uber maupun konsumen bisa mendapatkan suatu fasilitas, kemudahan, sekaligus keuntungan yang tadinya tak bisa dinikmati.

Perjalanan Uber memang tidak bisa dibilang mulus. Di berbagai negara Uber menuai protes dan kritik. Tapi, segala protes ini bukan lantaran buruknya pelayanan mereka. Uber justru dianggap sebagai ancaman serius terhadap berbagai transportasi lokal lainnya yang khawatir termakan pangsa pasarnya. Masalah lainnya yaitu soal legalitas Uber yang sering dipertanyakan oleh pemerintah, pesaing, dan perusahaan transportasi lain yang menuduh kendaraan para pengendara Uber tidak terdaftar resmi sehingga Uber dianggap beroperasi secara ilegal.

Meski demikian, kekuatan word of mouth lewat channel media sosial yang begitu powerful membuat perusahaan seperti Uber tidak terbendung. Tak hanya pelanggannya yang merasa diuntungkan, individu lain pun yang mempunyai aset atau kendaraan bisa memanfaatkan Uber untuk mendulang keuntungan bagi diri mereka sendiri.

Ini menjadi tantangan tak hanya bagi Uber atau perusahaan lain yang menganut model bisnis serupa, tapi juga bagi pemerintah di semua negara, untuk dapat duduk bersama dan menemukan solusi yang disepakati semua pihak. Ini karena perkembangan teknologi memang tidak bisa dibendung, sehingga melahirkan model bisnis baru untuk masa depan yang secara perlahan tapi pasti akan mengubah wajah bisnis di masa depan.

Ivan Mulyadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.