Tren Pariwisata 2025: Peluang Tumbuh di Tengah Tantangan Pasar

0
Ilustrasi wisatawan
Ilustrasi wisatawan
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

tren pariwisata 2025Marketing.co.id – Berita Lifestyle | Mei 2025 menjadi bulan yang penuh dinamika bagi industri pariwisata Indonesia. Di tengah pemulihan ekonomi global yang masih berlangsung dan pergeseran perilaku konsumen pasca-pandemi, sektor ini menunjukkan kombinasi antara peluang besar dan tantangan serius yang perlu dijawab pelaku industri dengan strategi yang adaptif dan berbasis data.

Menurut laporan resmi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada Mei 2025 mencapai 1,31 juta kunjungan, atau naik signifikan sebesar 14,01% (year-on-year). Pertumbuhan ini menandai momentum positif yang bisa dimanfaatkan oleh brand destinasi, penyedia jasa perjalanan, dan industri perhotelan untuk kembali memosisikan Indonesia sebagai primadona pariwisata di kawasan Asia Tenggara.

Di sisi lain, wisatawan nusantara (wisnus) yang selama beberapa tahun terakhir menjadi tulang punggung pariwisata nasional juga menunjukkan performa impresif. Tercatat 97,67 juta perjalanan dilakukan wisatawan domestik selama Mei 2025, atau naik 17,81% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini merupakan sinyal kuat bahwa pasar domestik masih sangat potensial, khususnya untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Namun, tidak semua data menunjukkan warna cerah. Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan perjalanan ke luar negeri justru mencatat penurunan sebesar 6,52%, atau hanya mencapai 585,80 ribu perjalanan. Penurunan ini memberi dua pesan penting bagi pelaku industri.

Pertama peluang retensi pasar domestik. Dengan menurunnya minat berwisata ke luar negeri, para pelaku pariwisata lokal memiliki kesempatan lebih besar untuk menawarkan produk dan layanan yang kompetitif.

Kedua konsumen lebih selektif. Turunnya perjalanan internasional menunjukkan bahwa konsumen kini lebih hati-hati dalam membelanjakan uang mereka. Mereka menuntut lebih banyak nilai, kenyamanan, dan pengalaman unik dari setiap perjalanan.

Ironisnya, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang justru mengalami penurunan tajam meski jumlah wisatawan meningkat. Mei 2025 mencatat TPK hanya sebesar 48,28%, atau turun 5,75 poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini mengindikasikan adanya pergeseran signifikan dalam preferensi akomodasi wisatawan. Ini adalah sebuah tren yang tak bisa diabaikan.

Akomodasi alternatif seperti homestay, vila, glamping, dan apartemen sewa harian yang dipasarkan melalui platform digital kini lebih diminati, terutama oleh generasi muda dan keluarga milenial disebut sebagai salah satu pemicu penurunan ini. Tren ini menciptakan tantangan bagi brand hotel konvensional untuk melakukan reposisi nilai, yakni menawarkan pengalaman menginap yang lebih personal, fleksibel, dan terintegrasi dengan gaya hidup digital traveler masa kini.

Dengan berbagai pergeseran ini, pelaku industri dituntut untuk merespons cepat dengan strategi pemasaran yang relevan dan berbasis perilaku konsumen terbaru. Ada beberapa pendekatan yang mulai menjadi sorotan, antara lain:

  • Pemasaran berbasis mikro-momen, di mana brand harus hadir di saat konsumen melakukan pencarian destinasi, transportasi, atau akomodasi secara real-time di perangkat mobile mereka.
  • Hyper-localization, yaitu strategi branding yang menyesuaikan kampanye dengan identitas lokal destinasi, baik dalam bahasa, budaya, maupun keunikan komunitasnya.
  • Kolaborasi lintas sektor, seperti kerja sama antara pengelola destinasi, komunitas lokal, influencer, dan platform digital untuk menciptakan narasi perjalanan yang otentik dan menarik.

Laporan BPS ini memberikan gambaran yang kompleks tapi menjanjikan: jumlah wisatawan naik, tapi ekspektasi mereka pun berubah. Pertumbuhan positif kunjungan wisman dan perjalanan wisnus menunjukkan bahwa Indonesia berada di jalur pemulihan pariwisata yang kuat. Namun, sinyal penurunan di sektor lain seperti TPK dan perjalanan keluar negeri mengingatkan kita bahwa adaptasi adalah kuncinya.

Bagi para marketer dan brand di sektor pariwisata, ini saatnya untuk memperkuat diferensiasi produk, menggali insight konsumen, dan membangun brand experience yang relevan dan bermakna. Sebab, bukan hanya destinasi yang indah yang akan menang di era pariwisata baru ini, tapi yang mampu memahami dan memenuhi kebutuhan konsumen dengan cepat, personal, dan berkelanjutan.