Tren Kuliner Milenial vs Gen Z: Siapa Lebih Doyan Eksperimen?

0
pentingnya fotografi makanan
Food photography, penting dalam upaya mendukung promosi bisnis kuliner
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Tren Kuliner Milenial vs Gen Z: Siapa Lebih Doyan Eksperimen?Tren Kuliner Milenial vs Gen Z: Siapa Lebih Doyan Eksperimen?

Marketing.co.id – Berita UMKM | Industri kuliner di Indonesia memang tak pernah kehabisan ide. Dari kopi susu gula aren, boba, hingga croffle, tren datang silih berganti dan selalu berhasil menarik perhatian konsumen muda. Namun, di balik antusiasme itu, siapa sebenarnya yang lebih doyan mencoba tren kuliner baru: milenial atau Gen Z?

Riset terbaru Populix  bertajuk  “Millennials & Gen Z Report: Exploring the Hip F&B Phenomenon”, memberi gambaran menarik tentang perbedaan perilaku dua generasi terbesar konsumen saat ini. Survei yang dilakukan pada Februari 2025, terhadap 1.100 responden ini menegaskan bahwa strategi one size fits all tak lagi relevan untuk industri kuliner.

Milenial: Pemburu Pengalaman dengan Kalkulasi Harga

Bagi milenial, mencoba kuliner kekinian bukan sekadar ikut-ikutan. Mereka melihat tren baru sebagai pengalaman yang patut dicoba selama harganya masih masuk akal.

“Milenial terbukti lebih reaktif dalam mengikuti tren. Mereka tidak sekadar penasaran, tetapi benar-benar mencari pengalaman baru melalui makanan dan minuman,” jelas Indah Tanip, VP of Research Populix.

Mayoritas milenial mengaku rutin mencoba tren kuliner baru minimal sekali sebulan. Namun, faktor value for money menjadi kunci. Jika harga terasa terlalu tinggi dibanding manfaatnya, mereka enggan mengeluarkan dompet.

Gen Z: Selektif, Estetik, dan Sosial-Media Oriented

Di sisi lain, Gen Z punya logika konsumsi berbeda. Mereka tidak mudah terbawa arus tren, melainkan lebih selektif dalam memilih mana yang layak dicoba.

Bagi Gen Z, tampilan dan kemasan adalah segalanya. Produk baru yang estetik, mudah difoto, dan cocok dipamerkan di media sosial akan lebih cepat mereka lirik. Konten viral di TikTok atau Instagram bisa jauh lebih memengaruhi keputusan mereka dibanding sekadar diskon harga.

Hal ini mempertegas bahwa Gen Z menempatkan makanan bukan hanya sebagai konsumsi, tetapi juga sebagai identitas diri dan social currency.

Perbedaan Gaya Konsumsi milenial dan Gen Z

Hasil riset Populix merangkum perbedaan mencolok antara dua generasi ini. Milenial lebih sering mencoba tren kuliner baru, fokus pada harga terjangkau, dan mencari pengalaman. Sementara Gen Z lebih selektif, mengutamakan tampilan dan kemasan, serta dipengaruhi konten viral.

Menariknya, meski gaya berbeda, kedua generasi sama-sama menganggap rekomendasi dari orang terdekat lebih kredibel dibanding influencer atau food blogger.

Bagi pelaku bisnis kuliner, memahami perbedaan ini bisa jadi kunci strategi pemasaran. Jika Anda menargetkan kaum milenial, tonjolkan harga bersaing, promo menarik, dan variasi rasa unik yang menambah pengalaman. Namun, jika menargetkan Gen Z, investasikan pada desain kemasan, storytelling brand, dan kekuatan visual produk.

“Pada akhirnya, baik milenial maupun Gen Z sama-sama mencari pengalaman otentik. Bedanya, milenial lebih rasional soal harga, sementara Gen Z lebih ekspresif soal identitas,” tutup Indah Tanip.

Dalam persaingan ketat industri kuliner, insight seperti ini sangat penting. Brand yang mampu menggabungkan kepraktisan harga ala milenial dengan daya tarik visual ala Gen Z berpeluang besar memenangkan hati konsumen muda Indonesia.