Menjadi Tren, Bahasa Obrolan Sehari-hari

www.marketing.co.id – Kita sering mengomentari berbagai iklan di TV. Bahkan, tak jarang beberapa tagline-nya kerap menjadi tren bahasa obrolan sehari-hari. Mengapa sebuah iklan bisa begitu mudah mengendap di benak audience?  Apa saja yang harus diperhatikan agar iklan menarik di mata pemirsa? Berikut ini penuturan dua pengamat periklanan.

Iklan TV yang menarik hati audience harus memiliki relevansi dengan aspirasi, harapan, kebutuhan, dan keinginan target audience. Demikian diungkapkan Luhur Budijarso, Managing Partner Sanjaya Consulting. Menurutnya, agar menarik, iklan TV perlu memiliki unsur kedekatan dengan aspirasi, harapan, kebutuhan, dan keinginan target audience. Kedekatan ini dapat dibangun melalui beragam materi yang tersedia dalam sebuah iklan TV, baik melalui bangunan cerita, misal bagaimana menyusun adegan demi adegan, tokoh dan karakter yang ditampilkan melalui pemilihan pemeran, personifikasi—nama, dialek, hingga wardrobe/pakaian yang digunakan, nuansa gambar, warna, tone dan manner secara keseluruhan, hingga sentuhan editing dan pengisian musik atau sound effect.

Pendapat Luhur diperkuat oleh Lulut Asmoro, Presiden Direktur JWT. Menurut Lulut, hal pertama yang mesti diperhatikan pada iklan TV adalah relevansi pesannya. “Jika pesan atau tawaran sebuah iklan tidak relevan dengan kebutuhan atau keinginan seseorang, dipastikan orang tersebut tidak akan tertarik untuk melihatnya. Contoh, seseorang yang masih lajang tentunya tidak akan tertarik dengan iklan yang menawarkan produk anak,” jelas dia.

Kedua, cara penyampaian iklan haruslah sesuai dengan pesan dan target audience. Misalnya Anda ingin menyampaikan pesan bahwa susu merek A dapat meningkatkan kemampuan belajar anak dan karenanya menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi sang anak, tentunya Anda tidak bisa menyampaikannya dengan canda tawa. Haruslah dengan penuh empati. Karena bagi setiap ibu, masa depan anak adalah hal yang sangat serius.

Yang tidak kalah penting adalah body copy iklan. Luhur menjelaskan, dalam membuat body copy, pengiklan perlu memerhatikan “pesan utama” dan “brand essence” yang ingin disampaikan. Body copy harus dikemas dengan singkat dan padat. Lebih jauh ia menjelaskan, ada tiga kelompok umum jenis iklan TV. Pertama, iklan deskriptif. Kedua, iklan asosiatif. Ketiga, iklan kombinasi deskriptif dan asosiatif.

Jenis pertama mengedepankan deskripsi dari sebuah produk, jasa/layanan, dan program. Misalnya menjelaskan fungsi produk, cara kerja zat aktif dalam produk, mekanisme program promosi, keunggulan calon gubernur, dan sebagainya. Contoh iklan TV Dove dan Pepsodent.

Adapun jenis yang kedua menekankan pada penciptaan citra tertentu yang diasosiasikan dengan produk/jasa/layanan/program dan penggunaannya. Artinya, dengan menggunakan produk tersebut, pengguna akan berada dalam keselarasan dengan citra tertentu. Contohnya iklan TV “Gudang Garam Rumahku Indonesiaku”. Sementara jenis ketiga berupaya mengombinasikan kedua hal tersebut. Deskriptif namun disertai asosiasi citra tertentu. Contohnya iklan TV Bebelac “You Are My Everything”.

Berbicara soal efektivitas sebuah eksekusi iklan TV bergantung pada pesan utama dan esensi brand yang ingin dikomunikasikan. “Sebagai bagian dari komunikasi pemasaran, iklan TV seyogyanya menyuarakan pesan yang jelas, padat, dan singkat serta menjadi bagian dari kegiatan pemasaran terintegrasi,” tandas Luhur.

Iklan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, apalagi serta-merta menyelesaikan seluruh tugas pemasaran. Yang penting, jangan sampai bersuara berbeda atau mengecilkan peran titik sentuh lain. Menurut dia, pendekatan eksekusi yang nyeleneh, lucu, kreatif dan sebagainya, hanya akan relevan bila selaras dengan esensi brand yang dikomunikasikan. Tidak ada gunanya pula membuat iklan yang nyeleneh atau sebaliknya “menyentuh” bila tidak sejalan dengan platform komunikasi yang lain.

Pendekatan eksekusi iklan TV dapat dilakukan melalui beragam cara, antara lain  problem–solution, the demonstration approach, the situation approach, the spokesperson approach, the product-as-star approach, the direct-response approach.

Membuat iklan yang menarik sejatinya memiliki banyak tantangan, antara lain memastikan kreativitas pada level eksekusi, sehingga tidak mengaburkan pesan utama dan esensi brand yang ingin dikomunikasikan. Sering kali, saat  audience melihat iklan yang menarik, brand yang diusung tidak jelas, atau pesan yang disampaikan tidak sejalan. Di sini pentingnya memerhatikan aspek keselarasan dalam membuat iklan TV.

Tidak selamanya iklan TV berbiaya tinggi itu menarik, yang rendah pun dapat tetap menarik dan relevan asal kemasannya baik. Iklan menarik di dalam negeri misalnya iklan TV Axis “Kisah Sukses Bapak Hap”, iklan TV Mizone “Ada Kamu di Sini”. Keduanya menarik karena tidak banyak bicara tentang produk, namun dapat menggambarkan manfaat produk yang ditawarkan. Menyampaikan secara konsisten esensi brand (Axis sebagai operator seluler yang dekat dengan “rakyat” dan Mizone sebagai minuman yang “menggerakkan”). Memiliki relevansi yang tinggi dengan aspirasi dan harapan target audiencenya (sepakbola dan keseharian anak muda), serta eksekusi yang memberikan positive feelings (antiperusuh sepakbola, humoris, dan up-beat ceria).

Lebih lanjut, Lulut turut menjelaskan bahwa tantangan para pengiklan umumnya adalah “zona nyaman”. “Sebuah ide dikatakan menarik jika ide tersebut baru. Ketika berbicara tentang ide baru, artinya tentang sesuatu yang belum pernah dilakukan siapa pun—dan karenanya mengandung risiko. Maukah agency dan klien keluar dari zona nyaman dan mengambil risiko tadi?” tandasnya.

“Ketakutan untuk melakukan sesuatu yang belum ‘tried and tested’ inilah yang menghambat terciptanya ide-ide baru. Baik agency maupun klien biasanya cenderung untuk mengerjakan hal-hal yang sudah familier/nyaman,” jelasnya.

Andri Darmawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.