Menaklukkan Belantara Pasar Daring

[Reading Time Estimation: 4 minutes]
Tekno Wibowo – Commercial Director POLYTRON

Meski sudah menunjukkan hasil positif, Polytron tidak mau gegabah mengejar online conversion. Pasalnya banyak hal yang mesti dicermati, salah satunya platform e-commerce yang mulai mengurangi bujet marketing.

Marketing.co.id – Berita Marketing | Meskipun masuk dalam kategori high involvement product dan ukuran produknya relatif besar—sehingga memberikan tantangan tersendiri dari segi pengiriman, penjualan produk elektronik secara online sudah menunjukkan hasilnya. Hal ini antara lain terlihat dari penjualan produk elektronik Polytron.

Sebagaimana dituturkan Tekno Wibowo, kontribusi revenue dari channel daring di Polytron berkisar 6%-8% dari total revenue Polytron. Kontribusi sebesar itu berasal dari platform e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee serta online store milik sendiri.

Tekno menegaskan, channel penjualan daring diposisikan sebagai pelengkap (tambahan) dari keseluruhan channel penjualan yang ada di Polytron.

“Saya pikir pada akhirnya yang menentukan konsumennya. Karena mungkin untuk produk tertentu penjualan lewat online akan lebih mudah, karena tidak perlu membangun jaringan distribusi. Ukuran produknya pun kecil, sehingga mudah dikirim dan logistiknya juga mudah. Untuk produk elektronik ceritanya akan berbeda,” ujar Commercial Director POLYTRON itu.

Menilik profil customer yang membeli produk Polytron secara online, Tekno menyebut ada dua kategori. Pertama, customer yang tidak terjangkau dengan jaringan distribusi offline Polytron.

“Ini buat kita jadi pelajaran, ternyata ada orang yang membutuhkan produk kita di luar jangkauan distribusi kita. Range produk kita cukup banyak, tentu saja ada keterbatasan di toko-toko ritel kita, sehingga mereka tidak bisa men-display semua produk kita dan kadang mereka tak punya stok juga,” ungkap Tekno.

Kedua, customer yang selalu mencari promo. Beberapa tahun lalu marketplace memang jor-joran menawarkan promo, sehingga mendorong customer untuk membeli produk elektronik secara online. Faktor pandemi juga ikut mengerek penjualan online Polytron, bahkan peningkatannya berlipat-lipat.

“Penjualan kita di masa pandemi bagus sekali, dan growth di e-commerce juga naiknya luar biasa. Kenaikannya bisa 4 sampai 5 kali secara online. Tapi seiring berjalannya waktu, orang juga sudah mulai kembali ke kebiasaannya semula,” imbuh dia.

Walaupun penjualan online sudah bergeliat dan adanya segmen yang membeli secara online, Polytron belum berani memproyeksi seberapa besar revenue dari online dalam lima tahun ke depan. Tekno menilai kombinasi antara online dan offline tetap menjadi rumus mujarab, karena online tidak mungkin mendominasi.

“Kemarin online bisa menang mungkin karena banyak promonya, tapi hari ini platform e-commerce sudah menarik promonya, sehingga pembelian online secara harga sudah tidak terlalu menarik,” katanya memberi alasan.

Tantangan untuk Meningkatkan Penjualan Online

Alih-alih memprediksi berapa besar kontribusi penjualan online, Tekno justru membeberkan sejumlah tantangan yang dihadapi merek elektronik di pasar online. Tantangan tersebut antara lain, produk elektronik sifatnya high value item dimana customer ingin melakukan feel and touch sebelum membeli produk. Aspek logistik juga menjadi tantangan tersendiri, mengingat ukuran produk elektronik lebih besar dibandingkan produk lain seperti kosmetik atau FMCG.

“Kalau dalam bayangan kita ke depannya akan terjadi keseimbangan, omnichannel. Cuma kita tak tahu berapa besar masing-masing kontribusinya, apakah itu modern market, traditional market, atau online channel. Untuk data kinerja penjualan elektronik secara global, di banyak negara hampir berhenti di angka 8%,” ungkap dia.

Di sisi lain, pihaknya juga tetap berhati-hati menggunakan influencer atau key opinion leader (KOL) untuk kepentingan digital marketing. Karena bagi Polytron, yang utama tetap kualitas produk, bukan kelihaian KOL dalam menjelaskan suatu produk.

“Kita juga menggunakan KOL dalam aktivitas digital marketing, tapi akhirnya yang menentukan adalah kualitas produknya sendiri setelah di tangan konsumen. Yang dikatakan KOL sesuai atau tidak dengan kualitas sebenarnya. Kalau tidak, kita harus hati-hati, karena akan menjadi backfire bagi kita,” tuturnya.

Saat ini memang hampir semua merek sudah memainkan strategi digital marketing untuk menaklukkan pasar online dengan alasan “lebih terarah”. Namun, kata Tekno, kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan karena masuk ke pasar online tak ubahnya seperti masuk ke hutan belantara.

“Tidak mudah, karena platformnya sendiri banyak. Apakah lewat platform Google, beriklan di YouTube, pakai search engine. Bujet kita kan juga tidak unlimited. Jadi, harus memilih dan terkadang kita harus menyesuaikan, kategori produk tertentu mungkin cocok jika di YouTube, produk lainnya menggunakan TikTok baru bisa jalan,” paparnya.

Merek juga dituntut untuk terus update dengan perkembangan digital marketing. Karena apa yang kita pelajari kemarin belum tentu relevan dengan perkembangan hari ini atau masa depan.

Platform berkembang dan bertambah banyak. Misal kita beriklan di Google, begitu Google mengubah algoritmanya dan kita tidak mengikutinya, ya hilang kita. Jadi, tak semudah yang dibayangkan. Kita harus belajar dari waktu ke waktu,” tuturnya.

Perihal AI, akan sangat membantu untuk kegiatan yang sifatnya repetitif. Polytron sudah mengadopsi AI untuk CRM (customer relationship management). Customer yang menghubungi nomor WhatsApp Polytron akan difilter dulu dengan AI; apakah kebutuhan mereka, ingin servis atau mengetahui produk terbaru dari Polytron.

“Ini akan membantu, karena hari ini semua berlomba untuk membuka banyak channel, tapi harus di- maintain agar memberikan service level yang sesuai, karena biasanya customer itu demanding. Mereka sudah kirim ke WhatsApp dan posting di platform lain tapi tidak dijawab-jawab, karena staf kita tidak bisa bekerja selama 24 jam. Nah, di sini AI bisa membantu,” jelas Tekno.

Lalu, bagaimana menurut Anda, online conversion itu reality atau dream? “Kita berharap e-commerce, fee-nya akan rendah dan memberikan support marketing yang besar. Tapi kenyataannya, bujet mereka juga ada batasnya. Kalau e-commerce pada mengurangi biaya marketingnya, channel tradisional jadi bisa berkompetisi. Nanti kompetisi akan mengarah ke service,” pungkasnya.

Tony Burhanudin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here