China dan India akan Lampaui AS Sebagai Pusat Inovasi Teknologi Dunia

Marketing – Bloomberg merilis hasil survei global New Economy, yang mengumpulkan pendapat dari 2.000 pelaku bisnis profesional di 20 pasar mengenai apa yang akan terjadi di masa depan ketika keseimbangan kekuatan global bergeser kearah ekonomi baru (24/7). Dihadapkan dengan serangkaian prediksi dunia di tahun 2035, survei tersebut mengungkapkan sentimen para pelaku bisnis profesional dari negara-negara berkembang dan maju tentang beragam masalah, seperti peran teknologi, urbanisasi dan perubahan iklim.

survet bloomberg

Seratus profesional berbasis di Indonesia diwawancarai dan mereka sama optimisnya seperti rekan-rekan negara berkembang lainnya, dibandingkan dengan negara maju, mengenai perubahan, dan memiliki harapan yang lebih tinggi akan peran teknologi terhadap ekonomi, bisnis, dan kehidupan sehari-hari dalam beberapa dekade mendatang.

“Patut dicatat bahwa negara berkembang lebih optimis daripada negara maju tentang kekuatan teknologi membentuk dunia yang lebih baik di tahun 2035,” kata Andrew Browne, direktur editorial Bloomberg New Economy Forum. “Negara-negara berkembang pada umumnya melihat teknologi sebagai peluang, sementara negara maju lebih menagaggap teknologi sebagai ancaman.”

Temuan lainnya yang menarik untuk disimak dari survei ini

~ Mayoritas masyarakat Indonesia (64 persen) sangat setuju atau setuju bahwa di tahun 2035, China dan India akan melampaui A.S. sebagai pusat inovasi teknologi dunia. Persentase ini lebih tinggi dari 54 persen rata-rata global dan responden di negara maju (49 persen), termasuk AS (Amerika Serikat) yang sangat setuju atau setuju dengan prediksi bahwa China dan India akan melampaui A.S. di bidang teknologi.

Responden China lebih konservatif tentang prospek China dan India melampaui AS di bidang teknologi, dengan hanya 40 persen yang sangat setuju atau setuju. 39 persen responden global percaya bahwa Beijing akan menjadi kota dengan teknologi terbaik sedunia pada tahun 2035, dengan lebih banyak responden (45 persen) di negara berkembang yang sangat setuju dan setuju dibandingkan responden negara maju (31 persen).

~ Terdapat tingkat optimisme yang tinggi tentang kemampuan beradaptasi dengan AI. Di seluruh kawasan ASEAN, rata-rata 70 persen responden yang disurvei sangat setuju atau setuju dengan lifelong learning atau pembelajaran seumur hidup dapat mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), dengan Indonesia sebesar 69 persen. Berdasarkan perbandingan 64% rata-rata global, Vietnam berada di urutan teratas (77 persen), diikuti oleh Malaysia (76 persen) dan Singapura 59 persen). Di negara berkembang, 72 persen sangat setuju atau setuju bahwa lifelong learning, yang biasanya disampaikan melalui teknologi seluler, akan menjadi metode yang berhasil untuk menghadapi tantangan pasar kerja yang diusulkan oleh AI.

~ Terdapat konsensus global yang kuat bahwa jika terjadi perang dunia lagi, maka kemungkinan akan menjadi cyber war atau perang dunia maya. Secara global, 68 persen responden sangat setuju atau setuju dengan prediksi ini. Ketakutan negara berkembang (72 persen sangat setuju atau setuju) lebih tinggi dibandingkan negara maju (dimana 61 persen sangat setuju atau setuju), tetapi kekhawatiran tersebut sifatnya mendunia. Di ASEAN, 65 persen responden Indonesia sangat setuju atau setuju, di mana 87 persen di Vietnam dan 70 persen di Malaysia dan Singapura.

~ Hanya seperempat responden Indonesia (26 persen) yang setuju bahwa pada tahun 2035 iklim cuaca akan mencapai ‘point of no return’ atau titik tidak bisa diubah kembali. Hal ini sangat berlawanan dengan 58 persen responden global yang sangat setuju atau setuju, dengan sentimen negara maju yang sangat kuat, seperti Inggris (64 persen), Perancis (63 persen) dan Jerman (59 persen) serta negara-negara ASEAN yakni, Vietnam (65 persen), Malaysia (64 persen), dan Singapura (52 persen).

~ 65 persen responden ASEAN sangat setuju atau setuju bahwa emansipasi wanita di negara berkembang akan membawa kebangkitan ekonomi. Hal ini lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan 57 persen rata-rata global. Responden di Indonesia (64 persen) memiliki tingkat persetujuan tertinggi ke-2 di antara negara-negara ASEAN lainnya. Sementara, Vietnam memiliki yang terkuat (78 persen). Indonesia diikuti oleh Malaysia dan Singapura (keduanya di 59 persen). Responden kawasan ASEAN paling tidak setuju dengan prediksi ini (9 persen) dibandingkan dengan negara lain yang disurvei.

~ Di seluruh dunia, terbentuk konsensus bahwa uang tunai akan tergantikan, tetapi responden Indonesia memiliki pandangan yang berbeda. Secara gobal, 52 persen responden sangat setuju atau setuju bahwa perkumpulan negara G-10 tidak akan lagi menggunakan uang tunai sebagai media pertukaran pada tahun 2035. Negara-negara berkembang lebih setuju (54 persen sangat setuju atau setuju) dengan prediksi perubahan ini dibandingkan dengan negara maju (48 persen sangat setuju atau setuju). Namun di Indonesia, hanya 28 persen yang sangat setuju atau setuju, sementara 48 persen responden Indonesia sangat tidak setuju atau tidak setuju.

Tom Orlik, Kepala Ekonom Bloomberg mengatakan: “Yang terlihat jelas di sekitar Beijing dan New Delhi juga terbukti dalam hasil survei – para profesional ekonomi baru punya memiliki pandangan yang jelas atas perubahan pusat gravitasi ekonomi global. Seiring pergerakan mereka merebut peluang yang diwakili oleh kekuatan pasar baru dan kemajuan teknologi baru, arus bakat dan modal akan mempercepat kenaikan ekonomi baru.”

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.