Teknologi vs Manusia

Teknologi berkembang dan pengaruhnya merambah hingga implementasi pelayanan pelanggan. Lantas, seberapa besar peran teknologi yang pantas dalam interaksi dengan pelanggan?

Robot resepsionis di Hotel Hen-na, Jepang (Foto: Daily Telegraph)
Robot resepsionis di Hotel Hen-na, Jepang (Foto: Daily Telegraph)

Kini di berbagai rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya, teknologi mulai mengambil alih peran manusia bahkan sejak awal para pasien mulai masuk mendaftarkan diri. Kini di rumah sakit-rumah sakit tersebut, saat ada pasien ingin menjalani perawatan, terlebih dahulu dia harus mendaftarkan dirinya di sebuah mesin.

Saat melakukan pendaftaran, pasien perlu memasukkan data diri dan tujuan berkunjung ke rumah sakit, misal apakah tujuannya rawat jalan atau rawat inap. Setelah melalui tahapan-tahapan yang diperlukan, pasien akan diarahkan untuk langsung mengunjungi ruang dokter atau bertemu dengan petugas pelayanan pelanggan yang kali ini berwujud manusia asli, bukan teknologi berwujud robot.

Pada contoh tersebut, kita melihat peranan teknologi dalam pelayanan pelanggan yang berfungsi membantu manusia dan bukan menggantikan manusia. Namun di masa depan, mungkinkah teknologi menggantikan manusia?

Kenyataannya, saat ini sudah ada contoh teknologi yang menggantikan manusia dalam melayani pelanggan. Jelas, kisah-kisah fiksi ilmiah yang biasanya hanya ada dalam film-film Hollywood sudah mulai menjelma menjadi kenyataan. Salah satu contohnya adalah restoran di Harbin, Tiongkok. Dalam restoran tersebut, kita bisa menemukan 18 tipe robot yang siap melayani pelanggan restoran, mulai dari robot yang menyiapkan makanan hingga robot yang mengantarkan makanan. Contoh lain penggunaan teknologi yang menggantikan manusia dalam melayani pelanggan adalah Hotel Hen-na di dekat Nagasaki, Jepang. Para tamu hotel tersebut akan dilayani para robot, mulai dari penerima tamu, porter robot, bahkan robot pembersih kamar!

Saat kita berbicara dalam konteks Indonesia, sepertinya masih dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk melihat teknologi mulai menggantikan peran manusia dalam melayani pelanggan. Namun, pertanyaan besarnya adalah, apakah peran teknologi benar-benar diperlukan para pelanggan untuk melayani mereka? Teknologi sudah bisa dipastikan menciptakan efisiensi dan efektivitas dalam bisnis dan pelayanan pelanggan, namun seberapa jauh perbaikan kualitas pelayanan oleh teknologi yang diinginkan para pelanggan?

Apakah Teknologi Membantu atau Merusak Pelayanan Pelanggan?

Pembicaraan dan debat mengenai peningkatan tren integrasi teknologi ke dalam proses pelayanan pelanggan akhir-akhir ini meningkat di Indonesia, sekaligus sebagai penanda mulai terkikisnya sentuhan manusia secara riil. Kuantitas perusahaan pengguna teknologi dalam pelayanan pelanggan terus meningkat seiring dengan beban kerja. Penggunaan telepon langsung oleh sebuah situs e-commerce telah dihilangkan dan diganti dengan messenger. Komunikasi messenger pun pada awalnya tidak menggunakan tenaga manusia dan menggunakan bot.

Robot buatan China yang siap dipasarkan 2017. teknologi
Robot buatan China yang siap dipasarkan 2017.

Tak ayal perdebatan tentang penggunaan teknologi dalam proses pelayanan pelanggan menjadi kompleks, antara lain karena anggapan teknologi menghilangkan peran esensial manusia dalam pelayanan pelanggan. Sementara di sisi lain, tekanan ekonomi (yang juga harus diakui ikut mengurangi fokus pada pemberian pengalaman pelanggan sempurna) dalam keuangan perusahaan patut menjadi perhatian. Sejatinya, ini bukan kali pertama perusahaan dianggap menyalahgunakan teknologi untuk meningkatkan laba dengan kedok efisiensi dan efektivitas. Tuduhan tersebut semakin menyengat saat pelayanan pelanggan turut menjadi topik perdebatan.

Salah satu hal yang patut diketahui dari perspektif pelayanan pelanggan adalah, membangun reputasi tidak baik dalam melayani konsumen dapat memberi efek negatif kepada perusahaan. Kurangnya atau hilangnya otentisitas dalam sentuhan komunikasi dengan pelanggan dapat membuat para konsumen produk perusahaan menganggap mereka sekadar dijadikan sapi perah atau mesin ATM berjalan oleh perusahaan.

Sementra dari perspektif keuangan, yang menjadi alasan banyak perusahaan besar mengotomasi sistem pelayanan pelanggan mereka adalah keseimbangan untung-rugi. Menerapkan sistem otomasi pelayanan pelanggan sebenarnya mahal dalam jangka pendek, tetapi saat sudah berjalan mampu memberikan penghematan bagi perusahaan baik secara keuangan maupun psikologis meski biaya perawatan, lisensi, dan biaya pembaruan peranti lunak sudah ikut dihitung. Saat biaya-biaya tersebut dibandingkan dengan kewajiban pembayaran gaji, pelatihan, dan biaya-biaya lain baik material dan non-material, potensi penghematan dalam jangka panjang dapat terlihat.

Argumen kedua yang muncul dari perspektif keuangan adalah peningkatan efisiensi dan efektivitas. Teori ekonomi yang berhubungan dengan bisnis adalah inefisiensi dalam proses bisnis menggiring perusahaan secara langsung ke dalam kesalahan alokasi sumber daya dan hilangnya laba. Jika perkenalan teknologi ke dalam sistem pelayanan pelanggan mampu menurunkan kuantitas pelanggan yang “tersesat”, mengurangi jumlah pelanggan yang kesulitan mendapatkan informasi yang mereka inginkan, berarti para pelanggan memang harus melalui sistem dengan sentuhan teknologi. Langkah ini sejalan dengan penurunan inefisiensi dan peningkatan jumlah pelanggan yang dapat ditangani per hari, yang berarti penerapan teknologi dalam proses pelayanan pelanggan memberi nilai lebih baik bagi keuangan perusahaan.

Alasan Bisnis: Penerapan Teknologi dalam Pelayanan Pelanggan

Selain alasan-alasan di atas, masih ada beberapa alasan bisnis lain yang lebih memfavoritkan penerapan teknologi dalam pelayanan pelanggan. Alasan-alasan tersebut antara lain:

  • Meningkatkan visibilitas intra sistem sebagai satu kesatuan, sehingga sumbatan data dan arus data lemah dapat segera diidentifikasi dan diawasi.
  • Memastikan konsistensi penyampaian pelayanan pelanggan.
  • Mampu menelusuri pergerakan setiap pelanggan dalam keseluruhan proses dengan mudah.
  • Menghilangkan kewajiban bagi petugas pelayanan pelanggan untuk melakukan tugas berulang setiap waktu, dan karenanya mampu meningkatkan produktivitas karyawan serta meningkatkan hubungan perusahaan-pelanggan.

Para pelanggan masa kini semakin tidak toleran dengan kualitas pelayanan pelanggan yang rendah, apalagi jika mereka sampai mengetahui penurunan kualitas tersebut karena bertujuan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Jadi, jalan yang harus dipilih agar teknologi mampu memenangkan perdebatan ini adalah dengan melihat penggunaannya dari sudut pandang yang berbeda.

Teknologi: Membantu Meningkatkan Otentisitas Pelayanan Pelanggan

Mengeliminasi kesalahan manusia adalah salah satu manfaat teknologi dalam proses pelayanan pelanggan. Saat kesalahan manusia mampu dikurangi secara signifikan, seharusnya kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan turut meningkat. Mengeliminasi kesalahan dan kekurangan manusia dalam proses pelayanan pelanggan berarti mempercepat durasi pendaftaran, menyingkat waktu pembagian loket, mengetahui lebih cepat data pelanggan yang sudah terekam, dan berbagai manfaat riil lainnya. Pelanggan terpuaskan sangat mungkin menjadi pelanggan berulang di masa depan.

Lalu, bagaimana cara mengawinkan teknologi yang mampu mengurangi dan menghilangkan kesalahan manusia, namun di saat sama tetap melibatkan manusia dalam proses pelayanan pelanggan?

Jawabannya adalah dengan mengetahui kelemahan serta kelebihan kedua belah pihak, baik teknologi (mesin) maupun manusia. Komputer sudah memiliki kemampuan lebih dari cukup untuk mengalahkan manusia dalam kegiatan-kegiatan yang dulu kita anggap khas manusia, misalnya permainan catur hingga tebak gambar. Sedangkan teknologi yang sudah berhasil diciptakan hingga kini belum mampu mengalahkan manusia dalam hal yang terlihat simpel, seperti menyusun rencana dan membuat keputusan dalam situasi kompleks.

Teknologi, komputer, atau sistem informasi sebenarnya sangat bertolak belakang dengan kita. Manusia tidak begitu baik dalam mencerna data dengan jumlah sangat besar dan komputer mampu melakukannya secara efisien. Namun di saat sama, komputer kesulitan membuat keputusan-keputusan dasar yang sebenarnya terasa sederhana bahkan bagi balita.

Jadi, mari kita pahami manusia dan teknologi sebagai sesuatu yang saling melengkapi, tidak hanya di skala makro tetapi juga di skala mikro. Biarkan teknologi melakukan pencernaan dan pemrosesan data—khususnya dengan skala masif, dan mengerjakan kegiatan-kegiatan manusia yang bersifat repetitif, misalnya menerima pasien, kemudian mencatat identitas, memberikan nomor antrean, dan mengarahkan ke klinik tertentu.

Setelah itu, manusia dengan kelebihannya berkomunikasi dan memberikan sentuhan otentik dalam pelayanan pelanggan mulai mengambil alih. Jika kerja sama manusia dan teknologi mampu menuai hasil lebih baik secara signifikan daripada yang mampu diraih dengan sendiri-sendiri, nilai bisnis apa lagi yang dapat didirikan berdasarkan pemahaman ini?

Yang lebih penting, semua teknologi tersebut dapat berjalan karena adanya manusia-manusia di balik layar yang menjadi pembangun, pengembang, analis, ilmuwan, dan profesional. Tanpa keberadaan mereka, semua teknologi tersebut tidak berguna. Kembali ke contoh rumah sakit di awal, para dokter harus mampu memadukan pemahaman klinis dengan kemampuan komunikasi kepada pasien awam (kemampuan yang belum bisa dimiliki teknologi). Di sini, teknologi mempunyai peran bukan sebagai pengganti manusia, tetapi meningkatkan kinerja manusia sehingga pelayanan yang otentik kepada pelanggan lebih mengena di hati.

Andika Priyandana, dari berbagai sumber

SE-OKT-2016/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.