
Bagi Anda yang tertarik memiliki usaha sendiri, usaha kuliner layak untuk dipertimbangkan, karena usaha ini terbukti tahan dari krisis. Dari sekian pilihan jenis kuliner, usaha mie ayam yang dirintis Wahyu Indra patut pula untuk dipertimbangkan. Wahyu yang memulai usaha mie ayam sejak tahun 2008 akhirnya memutuskan untuk mengembangkan usahanya dengan pola kemitraan.
Meskipun pola bisnisnya mirip waralaba, namun Wahyu sama sekali tidak mengenakan franchise fee, biaya royalty, dan biaya iklan untuk para mitra bisnisnya. Dengan investasi awal sebesar Rp 7,5 juta, mitra sudah bisa menjalankan usahanya. Modalnya mungkin lebih besar ketimbang membuka usaha sendiri, tapi bayangkan dengan modal segitu mitra usaha mendapatkan sokongan usaha, seperti karyawan terlatih, perlengkapan usaha, stok bahan baku, dan pelatihan secara berkala.
Usaha Bakmi Grobakan dibangun dengan cara syariah dengan dengan mengedepankan kejujuran dan amanah. “Dengan usaha ini kami dapat membantu orang-orang di sekitar kita dengan cara menyerap banyak tenaga selain mendapatkan laba dari usaha yang dirintis melalui usaha ini,” tutur penggemar mie ayam ini.
Mie ayam dibuat sendiri, tanpa bahan pengawet dan kimia. Ini menjadi salah satu nilai jual Bakmi Grobakan di mata pelanggan. Calon mitra tidak perlu kecil jika tidak punya lokasi usaha strategis, karena Wahyu sendiri sudah membuktikan dengan lokasi yang tidak strategis pun usahanya tetap menguntungkan. Caranya dengan menawarkan jasa antar pesan (delivery).
Harga yang terjangkau, rasa yang enak, dan tanpa pengawet, membuat Mie Grobakan cepat di kenal masyarakat. Tidaklah heran sejak berdiri Juni 2010, Wahyu telah memiliki 74 gerai. Wahyu juga menjamin bisnis ini tidak rumit.
Bagaimana prospek usahanya? Keuntungan yang diperoleh per gerobak sekitar Rp 600 ribu hingga Rp 4 juta per bulan. “Bayangkan apabila Anda mempunyai 10 gerobak, berapa keuntungan yang Anda dapatkan dalam sebulan?”, kata alumnus IISIP tersebut. (Tony Burhanudin/www.marketing.co.id)