Tangan Dingin Sang Maestro Jamu Tablet

Purwanto Rahardjo, direktur utama PT Marguna Tarulata APK FarmaMarketing.co.id – Tidak salah kalau kita menyebut pria ini sebagai salah satu “jawara marketing Indonesia”. Sentuhan tangan dinginnya berhasil membesarkan merek Pilkita yang hampir saja “dimatikan” oleh si pemilik.

Pelan-pelan ia membangun Pilkita sehingga menjadi merek yang dikenal luas oleh berbagai kalangan. Pilkita merupakan jamu herbal berbentuk tablet yang terkenal manjur memulihkan stamina dan tenaga.

Beberapa waktu lalu Majalah MARKETING berkesempatan mengunjungi pabrik Pilkita di Tegal, Jawa Tengah, dan mewawancarai Purwanto Rahardjo, direktur utama sekaligus pendiri PT Marguna Tarulata APK Farma, perusahaan yang memproduksi Pilkita.

Dalam wawancara tersebut Purwanto didampingi dua anaknya, Theresia Widjajanthi Rahardjo dan Junius Rahardjo, yang masing-masing menjabat sebagai wakil direktur utama dan direktur marketing di perusahaan yang sama.

Di ruang kerjanya yang sederhana, cermin dari kesederhanaan dari si pemilik, Purwanto mengenang masa lalunya membangun Pilkita. Ia banyak menyebut nama Ki Hajar Sukowiyono (almarhum) yang berjasa mengantarkannya menjadi pengusaha sukses hingga hari ini.

Selain berhasil membangun Pilkita, pria gaek yang masih bugar di usia 72 tahun ini juga punya pengalaman manis menyelamatkan Deltomed dari jurang kebangkrutan. Visi bisnisnya tajam, hal ini dibuktikan dengan keberaniannya mendirikan perusahaan ekstrak Javaplant.

Dengan Javaplant, ia bukan saja membuka pasar baru untuk produk ekstrak, namun juga mengamankan pasokan bahan baku herbal untuk Deltomed dan Pilkita.

Ia berpesan, dalam berbisnis yang penting produk harus diminati atau dinanti-nanti oleh konsumen. Konsistensi juga harus dijaga agar produk memiliki diferensiasi yang kuat di pasar. Jika bisnis ingin langgeng, kesejahteraan karyawan pantang diabaikan. Tanpa kesan menggurui, pria yang sempat bekerja di Jamu Jago ini sangat menekankan hal tersebut.

Bagaimana kisahnya ia bisa mengambil alih Pilkita, siapa sebenarnya Ki Hajar Sukowiyono, dan kearifan seperti apakah yang ia berikan kepada karyawan? Untuk membahasnya, berikut ini perbincangan Majalah MARKETING dengan Purwanto Rahardjo.

Bisa diceritakan bagaimana Anda merintis dan membangun Pilkita?

Awalnya Pilkita berdiri di Surabaya, yang punya orang Slawi, namanya Ki Hajar Sukowiyono, dia seorang penulis dan wartawan. Salah satu buku yang dia tulis Bajak Laut dari Bengawan Solo. Sebelumnya saya bekerja di toko Jamu Jago di Pekalongan.

Sekitar tahun 1967-an, paman saya pemilik perusahaan jamu Air Mancur sering ke rumah saya menengok keponakannya. Saya tanya beliau, mengapa Pilkita yang dulu, waktu saya masih kerja di toko Jamu Jago, laku di pasaran sekarang tidak ada lagi. Dia bilang, yang punya orang Slawi. Akhirnya saya diajak ke Slawi menemui Ki Hajar. Singkat cerita, paman saya menyampaikan maksud saya untuk mengambil alih Pilkita.

Kalau memang laku, mengapa Pilkita tidak dilanjutkan?

Katanya (Ki Hajar) karena konflik di dalam. Dahulu proses produksinya masih manual. Akhirnya sepakat diproduksi di Surabaya, tapi dikirim ke saya untuk di- packing. Dia orangnya memang sederhana, cara menghitungnya juga sederhana.

Setelah setahun dia menepati janjinya untuk memberi kesempatan kepada saya memproduksi sendiri. Bagaimana perhitungannya? Katanya, “Gampang, seperti yang dulu saja, nanti kalau sudah dihitung dapatnya berapa, lebihnya berikan kepada saya, tapi itu pun sampai saya hidup saja. Setelah saya meninggal tidak usah kasih ke keponakan dan istri saya, istri saya sudah dapat dari saya. Kamu yang berhak, karena kamu yang mengusahakannya.”

Sekitar tahun 1972, ada kebijakan kalau perusahaan harus berbentuk badan hukum. Lalu, saya bikin CV dengan komposisi saham 40% milik Ki Hajar (sebagai penghargaan dia yang punya resep), walaupun dia tidak keluar modal. Slamet Rahardjo dan adik saya masing-masing 10%. Keduanya sudah meninggal. Saya sendiri memiliki saham 40%. Semua modal dari saya. Ki Hajar bilang, nanti kalau CV jadi, dia akan bikin testamen bahwa ahli waris dia jatuh ke saya. Katanya wajar, karena saya yang menjalani dan keluar modal. Setelah setahun, keluar lagi kebijakan bahwa badan hukum harus PT. Dari situ terus berjalan sampai sekarang ini. Nah, sejak tahun 1973 sudah mulai pindah ke sini (pabrik di Tegal).

Setelah berbentuk badan hukum, bagaimana perkembangan selanjutnya?

Kalau dari segi strategi pemasaran sudah berkembang sejak dulu. Saya bertanya pada Ki Hajar, dulu Pilkita laku di mana saja. Katanya, di kandangnya sendiri di Surabaya. Saya kejar Surabaya dulu, dengan demikian biaya promosinya ringan. Pada tahun 1974, saya mulai menggunakan mesin modern.

Kalau packing labelnya masih pakai staples dan baru berhenti sekitar tiga tahun lalu. Risikonya harus memberhentikan karyawan. Hampir separuh karyawan diberhentikan. Saya bilang, memberhentikan karyawan jangan dianggap enteng, pokoknya kita harus melakukan sesuai peraturan. Jangan sampai bermasalah.

Saya tidak mau bermasalah dengan karyawan, apalagi karyawan yang lama-lama dan sudah sepuh-sepuh. Saya beri pesangon sesuai aturan, angkanya cukup lumayan. Malah ada yang minta diberhentikan juga. Saya bilang, jangan, nanti siapa yang mengurus perusahaan.

Setelah dilakukan modernisasi, jumlah karyawan tinggal berapa?

Sebelumnya lebih dari 500, sekarang sekitar 200 orang.

Bagaimana persaingan saat itu, apakah cuma Pilkita yang bermain di pasar?

Iya, kami satunya-satunya pemain, terus belakangan lahir Pegelin, Ralinu, Prolinu keluaran Air Mancur. Deltomed itu dulu anak perusahaan Air Mancur. Pada suatu saat mertua saya ngomong pada saya, Deltomed tidak berjalan dan mau dijual. Kalau mau dijual saya yang beli saja. Saya mau beli lebih dari 60%, jangan dia yang mimpin, tapi saya. Kalau sudah tidak bisa harus menyerah dong. Akhirnya disetujui dijual secara mayoritas. Sekarang saham pemilik lama kurang dari 20%.

Saya yang menjalankan, merintis, dan membenahi. Selama saya pegang omzetnya naik terus dan tidak pernah turun. Nah, Mulyo Rahardjo, anak saya yang pertama, baru pulang dari Amerika. Saya tanya apa dia mau meneruskan Deltomed. Saya ceritakan kondisinya. Dia pun mau mengelola Deltomed. Dan sejak itu, yang membesarkan Deltomed adalah dia (kakaknya Junius).

Saat ini item produk Deltomed banyak dan cocok buat konsumen, tapi tidak sebanyak dulu. Kesalahan pemilik lama terlalu banyak produk sehingga tidak fokus.

Purwanto Rahardjo, Menjelaskan Strategi PemasarannyaDi Deltomed, apakah Anda hanya meneruskan produk yang ada atau mengembangkan lagi?

Yang sudah ada Antangin, tapi masih permulaan, dulunya Pil Ampuh (semacam Pilkita). Antangin Serbuk, Jamu Kencing Batu, Jamu Cuci Darah, itu susah laku. Jamu itu seingat saya yang laku cuma tiga, yakni pegel linu, masuk angin, dan sariawan. Tiga ini yang sekarang banyak di pasaran.

Serbuk Antangin saya matikan, saya pakai bentuk tablet, sampai sekarang masih bertahan tablet. Jadi, saat itu yang bisa bikin jamu tablet baru kami (Pilkita) dan Antangin.

Lama-lama pasokan ekstrak tidak cukup. Akhirnya saya bilang pada anak saya untuk pergi ke Jerman cari mesin ekstraksi, akhirnya berdirilah Javaplant. Syarat membuat perusahaan adalah konsumennya harus sudah ada dulu. Javaplant konsumennya Deltomed. Saya bilang, tidak kapiranlah (percuma) karena pembelinya sudah ada, tinggal dihitung berapa tahun kembali modal.

Makanya selalu saya katakan, kalau membuat produk, produk itu harus sudah ditunggu calon konsumen. Jangan kita bikin dulu, terus kita cari pembelinya. Itu susah, bisa buka terus tutup lagi.

Lama-lama, Javaplant kelebihan kapasitas. Saya bilang, kalau over kapasitas cari akal, cari pembeli lain. Sekarang Javaplant berkembang sendiri, saya sudah tidak ikut campur.

Resep dalam membangun bisnis?

Ibarat mobil, bisa jalan harus ada empat ban. Pertama, produksi harus yang bagus, baik dari sisi khasiat maupun kemasan. Kedua, produk bagus harus diperkenalkan lewat iklan TV atau radio, atau propaganda dengan hiburan layar tancap—tapi, sekarang sudah tidak bisa lagi karena sudah tidak ada lapangannya. Ketiga, tenaga penjual yang tekun dan terampil. Keempat, harga harus sesuai dan jangan terlalu mahal.

Bagaimana upaya rejuvinasi untuk menggarap segmen generasi muda dan maraknya food supplement di pasaran?

Makanya iklan kami yang terakhir memakai Anang dan Ashanty. Ini untuk mengincar orang kantoran. Kami juga mengedukasi konsumen produk kami bisa diminum laki-laki, perempuan, tua, dan muda. Cuma untuk suplemen saya belum melihat yang untuk pegel linu. Food supplement kebanyakan anti-oksidan.

Junius: Kami berangkat dari herbal dan menyadari bahwa pola konsumsi juga sudah mengalami perubahan. Saya rasa, bagi kami untuk masuk ke pasar nonherbal seperti perusahaan farmasi lain rasanya tidak.

Bagi saya clear competition itu tidak ada, karena kami memiliki market tersendiri. Saya rasa tugas kami adalah bagaimana market ini bisa sustain dan lebih besar lagi. Tetapi, besar secara signifikan realistisnya tidak, kecuali kami mengeluarkan produk-produk baru yang merupakan brand extension Pilkita.

Memang kalau bicara herbal produknya lebih ke lifestyle, bisa weight management atau weight prevention, sexual enhancement, inner beauty, atau feminine hygiene.

Sebenarnya marketnya sudah jelas, cuma bagaimana kita memosisikan produk kita dan melakukan segmentasi. Kalau semua sudah jelas, ini akan memberikan keputusan bagi kami untuk me-repacking. Saya rasa untuk menciptakan produk-produk yang extra ordinary belum ada di agenda kami.

Kami sudah cukup punya expertise di tablet, mungkin kami akan tetap di tablet atau bentuk pil, tidak akan ke liquid atau powder. Pada akhirnya, selling story yang menentukan. Mungkin jika cuma produk biasa, namun punya selling story yang cukup bagus, angle yang berbeda, mungkin saja produk bisa sukses.

Purwanto Rahardjo, Bersama KeluargaBagaimana mengelola karyawan agar loyal sampai tua?

Memang perusahaan harus bisa mengurus karyawan; karyawan bisa diarahkan dan dididik supaya loyal, di antaranya dengan kesejahteraan. Kalau mereka salah jangan terus dibentak-bentak.

Di sini tidak pernah terjadi ribut-ribut, misalnya soal UMR. Makanya semua hal yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan seperti UMR dan Askes harus dipatuhi. Perusahaan jangan mau untung sendiri.

Saya sangat mengutamakan jasa karyawan, jangan menghilangkan jasa seseorang. Itu tidak baik, nantinya rezeki kita tidak panjang. Sampai agen yang sudah berhenti atau pensiunan yang anaknya tidak mau melanjutkan usahanya, saya berikan bagian dari keuntungan perusahaan.

Jadi, bukan dikompensasi sekali, tapi tiap bulan rutin sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Hitung-hitung membayar imbalan jasa.

Fotografer : Asep Toni K.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.