[Survei] Masih Banyak Perusahaan Pakai Perangkat Identifikasi Identitas Usang, Bahayakah?

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Perangkat identifikasi identitas (kredensial) usang seperti kartu 125-kHz (32%) dan strip magnetic (35%) masih mendominasi pasar, bahayakah?

Marketing.co.id – Berita Digital | HID Global dan IFSEC Global belum lama ini mempublikasikan 2022 State of Physical Access Control yang menggambarkan kondisi terkini industri piranti kontrol akses fisik di dunia.

Alex Tan, Commercial Director, Physical Access Control Solutions, Asean, HID Global

Alex Tan, Commercial Director, Physical Access Control Solutions, Asean, HID Global, mengatakan, laporan tersebut melakukan survei terhadap lebih dari 1.000 responden dari penjuru Amerika Utara (56%), Eropa-Timur Tengah-Afrika (EMEA) (29%) dan Asia Pasifik (15%) untuk menemukan tren pasar dan perilaku di sektor pengadaan (procurement), instalasi, spesifikasi hingga operasional dari physical access control solutions.

Hasilnya, survei tersebut menemukan beberapa fakta mengejutkan. Dari sisi penggunaan teknologi atau piranti identifikasi identitas, survei menemukan bahwa industri paham bahwa dibanding 10-15 tahun yang lalu, mereka kini memiliki banyak sekali pilihan, tak hanya sistem elektronik ID cards dan Bluetooth saja, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

Penggunaan ID badge masih mendominasi, dimana 60% organisasi menerapkannya untuk mengelola kontrol akses. Pemanfaatan sistem pengelolaan waktu dan kehadiran (time & attendance), untuk melacak absen karyawan, menentukan besar gaji maupun fungsi administratif lainnya digunakan oleh 50% responden.

Sementara itu, 32% responden mengatakan mereka aktif menggunakan teknologi mobile ID, dengan 30% lagi menyatakan telah menerapkan teknologi biometric untuk pengenalan sidik jari, wajah atau retina mata (iris recognition).

Namun, ternyata masih banyak organisasi terkemuka di dunia menggunakan piranti identifikasi identitas yang tergolong usang. Sebagaimana kita ketahui, kredensial versi lama tidak dienkripsi dan jauh lebih mudah diduplikasi sehingga faktor keamanannya sangat rentan.

Hampir sepertiga responden (32%) menyatakan mereka masih menggunakan kartu proximity frekuensi rendah 125-kHz, sedangan sepertiga lagi (35%) masih mendukung teknologi strip magnetik. Padahal kedua teknologi tersebut telah dikenalkan para era 1980-an dan 1990-an.

Diperkirakan hal tersebut menjadi salah satu kemungkinan jumlah perusahaan yang puas dengan sistem kontrol akses fisik mereka yang turun drastis saat dibandingkan antara hasil survei pada tahun 2020 dengan 2022.

Hanya dalam waktu dua tahun, terjadi penurunan yang cukup signifikan ketika responden ditanyakan apakah mereka merasa bahwa sistem kontrol akses yang mereka gunakan telah memenuhi atau bahkan melampaui harapan mereka. Sebelumnya pada tahun 2020, tercatat 51% responden merasa sistem kontrol akses yang mereka gunakan telah memenuhi atau bahkan melampaui harapan mereka, namun hasil survei 2022 mencatat jumlahnya merosot menjadi 41% saja.

Para analis memperkirakan pandemi adalah pemicu kondisi ini. Pandemi COVID-19 telah mengubah pondasi organisasi beroperasi secara signifikan. Jutaan orang di seluruh dunia beralih ke mode bekerja dari manapun mereka berada sehingga turut mengubah pula kebutuhan sistem kendali akses pada aspek-aspek keamanan, fasilitas dan tim TI baik saat bekerja di dalam maupun di luar fasilitas organisasi (Gedung, kantor).

Salah satu temuan survei lainnnya yang menarik adalah fitur tanpa sentuh (touchless) dan mobile access berperan semakin penting mendorong peningkatan permintaan terhadap layanan mobile access.

Tercatat, 42% responden berencana melakukan upgrade ke sistem yang mobile-ready. Sementara administrator sistem keamanan diuntungkan dari peningkatan efisiensi operasional, karyawan dan pengunjung juga melihat bahwa mobile access lebih nyaman dan aman karena perangkat mobile lebih mudah dan lebih sering mereka gunakan dibanding kartu akses. Jadi kenyamanan dan kemudahan penggunaan menjadi faktor utama untuk melakukan upgrade.

Pandemi juga memengaruhi permintaan physical access control tanpa sentuh. Sekitar 32% responden menyebutkan mereka akan melakukan upgrade sistem yang menggunakan teknologi tanpa sentuh, dengan contactless biometrics menjadi salah satu faktor teknologi yang dipertimbangkan.

Namun, laporan tersebut juga menemukan bahwa sebagian besar responden terkendala tantangan di sektor pembiayaan ketika berniat melakukan upgrade sistem pengelolaan identitas korporasi mereka. Sebanyak 38% dari responden menyebutkan bahwa faktor pembiayaan merupakan kendala dalam proses upgrade piranti kontrol akses.

Sementara 15% lainnya beralasan masih belum menemukan ROI yang dapat menyakinkan manajemen sehingga upgrade belum menjadi prioritas. Terdapat 13% responden juga menyatakan kekhawatiran mereka dengan “kompatibilitas dengan sistem yang sekarang mereka gunakan” sehingga masih menunda proses upgrade. Ada juga responden yang khawatir bahwa kenyamanan dan kemudahan pengguna malah terganggu saat proses upgrade dilakukan.

Makanya, terdapat 10% responden yang menyebut “gangguan pada bisnis sehari-hari” sebagai alasan menunda proses upgrade. Selain itu, terdapat 9% responden yang memberi alasan bahwa tim mereka terpaksa harus belajar lagi untuk menggunakan sistem kontrol akses, jika sistemnya di-upgrade, sehingga khawatir memicu keengganan karyawan kembali bekerja pasca pandemi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here