Strategi Umbrella Brand, dari Mana Mulanya dan Mengapa Semakin Relevan?

0
strategi branding
[Reading Time Estimation: 3 minutes]
Handi Irawan Menekankan pentingnya strategi umbrella brand
CEO Frontier & Founder Top Brand Award Handi Irawan menekankan pentingnya umbrella brand dalam seminar Branding Talk for TOP BRAND Achievers. Foto: marketing.co.id/lialily.

Strategi umbrella brand, dari mana mulanya dan mengapa semakin relevan?

Marketing.co.id – Berita Marketing | Di tengah lanskap bisnis yang makin kompleks, Umbrella Brand merupakan satu dari banyaknya strategi branding terus bertahan, bahkan semakin relevan. Umbrella Brand adalah strategi di mana satu brand utama menaungi beragam produk di bawahnya. Tapi, dari mana sebenarnya strategi ini berasal? Dan, mengapa semakin banyak perusahaan memilihnya?

Mari kita telusuri asal-usul, logika di baliknya, dan kenapa brand-brand besar seperti Hemaviton, Sania, bahkan Samsung dan Apple memilih berjalan di bawah satu payung.

Apa Itu Umbrella Brand?

Umbrella brand atau merek payung adalah pendekatan pemasaran di mana sebuah perusahaan menggunakan satu nama merek induk untuk menjual berbagai produk atau kategori yang berbeda. Contoh paling sederhana adalah Hemaviton dari multivitamin merambah ke energy drink, hingga suplemen otot. Sania dari minyak goreng merambah ke beras. Samsung dari ponsel merambah ke TV, mesin cuci, hingga kulkas. Apple dari iPhone merambah ke iPad, AirPods, hingga layanan Apple TV+.

Awal Mula Strategi Umbrella Brand

Strategi ini mulai populer di era 1980-an ketika banyak perusahaan global mulai mempertimbangkan efisiensi biaya branding dan kepercayaan merek sebagai aset utama. Perusahaan consumer goods seperti Procter & Gamble (P&G) awalnya memilih strategi house of brands, satu brand untuk satu produk. 

Namun, seiring naiknya biaya promosi dan kebutuhan membangun kepercayaan dalam waktu cepat, banyak perusahaan mulai beralih ke strategi merek induk atau umbrella brand. Di Indonesia, strategi ini mulai terlihat pada awal 2000-an, ketika brand seperti Hemaviton dan Sido Muncul mulai mengembangkan lini produk di bawah nama besar yang sama.

Menurut Handi Irawan, CEO Frontier dan Founder Top Brand Award, ada beberapa alasan kuat mengapa banyak perusahaan mengadopsi strategi ini. Pertama, efisiensi biaya promosi. Promosi satu merek, bisa menular ke semua produk di bawahnya. Kedua, transfer kepercayaan konsumen. Konsumen yang percaya pada satu produk, cenderung lebih terbuka mencoba produk lain di bawah brand yang sama.

Ketiga, membangun ekuitas merek jangka panjang. Umbrella brand membantu menciptakan master brand yang kuat dan dikenali lintas kategori. Keempat, kecepatan penetrasi pasar. Produk baru tidak perlu membangun awareness dari nol. “Ini sangat berguna di pasar yang cepat berubah,” tambah Handi.

Namun, strategi umbrella brand bukannya tanpa risiko. Meski memiliki banyak keuntungan, Handi mengatakan bahwa strategi ini juga mengandung tantangan. Pertama, jika satu produk gagal bisa merusak citra brand utama. Misalnya, jika satu lini produk Sania dianggap kualitasnya menurun, bisa berdampak ke persepsi minyak goreng atau berasnya. Kedua, brand bisa kehilangan diferensiasi antar produk. Konsumen bisa jadi bingung membedakan keunikan tiap produk jika semuanya “diseragamkan” oleh nama yang sama. Oleh karena itu, penting untuk mengatur positioning tiap produk secara jelas walau berada di bawah satu payung.

Studi kasus: Hemaviton dan Sania

Dalam seminar Branding Talk for Top Brand Achievers, Handi Irawan mencontohkan dua brand lokal yang berhasil menjalankan strategi umbrella brand. Hemaviton sukses memperluas ke energy drink tanpa kehilangan asosiasi “energi dan kesehatan”. Sedangkan Sania, berhasil membangun lini beras sebagai perpanjangan alami dari minyak goreng dengan mengandalkan reputasi sebagai brand dapur sehat. Keduanya menunjukkan bahwa ekstensi brand bisa dilakukan selama ada kejelasan nilai dan konsistensi komunikasi.

Bukan sekadar menghemat biaya, strategi umbrella brand adalah cara membangun ekosistem makna yang kuat dan konsisten dalam benak konsumen. Di era di mana konsumen mencari makna, nilai, dan kepercayaan, brand yang mampu menyatukan berbagai solusi di bawah satu identitas yang kredibel akan memimpin pasar.