The Sound of Music Branding

Ketika suara tenor Justin Timberlake mengawali lagu Suit & Tie, terdengarlah histeria massa disertai riuh sambutan penonton di acara paling gemerlap Grammy Awards 2013. Gebrakan drum Zildjian, suara bass yang membahana, dan saksofon turut membuat seluruh panggung dan tembok gemetar. Semua penonton seolah tersihir oleh kekuatan ajaib dari musik.

the sound of music branding

Mengapa musik bisa mempunyai pengaruh yang luar biasa pada manusia? Apa pendapat Anda tentang musik? Robert Schumann, seorang komposer, mengatakan, “Seperti matematika adalah bahasa universal dari pikiran, musik adalah bahasa dari hati.” Sedangkan Leo Tolstoy, novelis besar Rusia, mengucapkan, “Music is the shorthand of emotion.” Kalau begitu, apakah musik sanggup memengaruhi perasaan dan emosi manusia? Mari kita lihat!

Sebuah kota kecil di Australia sering menghadapi kekerasan jalanan di malam hari. Penduduk bertekad untuk menjadikan jalanan di sekitar kota itu aman. Mereka tidak menambah jumlah patroli polisi, alat keamanan, maupun kamera pengintai, melainkan memilih untuk memainkan musik klasik. Setiap blok dari kota itu mulai memainkan musik dari Mozart, Bach, Beethoven, dan Brahms pada malam hari. Kurang dari seminggu, kejahatan dan kekerasan di jalanan menurun secara drastis. Musik mampu membuat manusia menjadi tenang dan damai, juga takut, sedih, sampai gembira dan merasakan cinta. Sayangnya banyak korporasi belum memaksimalkan dan meremehkan peranan musik untuk membangun strategi music branding.

Jakob Lusensky, CEO Heartbeats International, mengemukakan tiga strategi music branding. Pertama, association strategy, sebuah merek menjadi duta untuk jenis musik tertentu. Djarum Super secara konsisten menjadi duta musik rock, sedangkan A Mild mewakili musik jazz. Strategi ini mengutamakan tipe musik tertentu yang dipilih untuk menunjukkan kepribadian merek, sedangkan artisnya bisa siapa saja.

Kedua, artist alliances, merek yang secara langsung diasosiasikan dengan persepsi dari artis tertentu. HP mengunggulkan Gwen Stefani, Swarovski menggandeng Rihanna, dan Giorgio Armani meminang Beyonce. Tahun 2008, perusahaan minuman rum Bacardi berkolaborasi dengan Groove Armada merekam secara eksklusif track musik dansa. Lagu bisa diunduh secara gratis di B live share digital platform dengan syarat konsumen merekomendasikan ke seorang teman. Efek viral terjadi dan Bacardi menjadi topik pembicaraan di mana-mana.

Ketiga, exploration, merek yang mengenalkan kepada konsumennya jenis musik dan artis yang baru. Coca-Cola jelas menjadi bintang dari American Idol, sedangkan Pepsi mountain dew soda dengan Green Label Sound. Perusahaan minuman energi Red Bull menggelar Music Academy yang diadakan sekali tiap tahun. Di sana berkumpul DJ terkenal, jurnalis, dan produsen seantero dunia. Sebanyak 60 peserta beruntung dipilih dari ribuan orang yang ingin ambil bagian di acara itu. Acaranya mulai dari penulisan lagu, teknik musik, sampai musik jurnalisme. Red Bull mendapatkan peliputan media secara besar-besaran dan gratis!

Itulah ketiga strategi music branding yang sumber musiknya semua berasal dari luar. Sekarang timbul pertanyaan, adakah sumber musik yang berasal dari dalam produk itu sendiri? Mari kita simak Kellogg’s, produsen pemimpin makanan sereal yang secara serius mendesain suara khas “crunching” dari produknya di laboratorium suara untuk menghasilkan sinergi antara “rasa dan suara”. Acoustic engineer mobil mewah Bentley Continental GT menciptakan suara mobil yang dalam, mulus, penuh tenaga dan inspirasi.

Bang & Olufsen khusus merancang bunyi dering telepon kabelnya seperti suara akustik perpaduan logam dan kaca. Harley Davidson walaupun gagal, mencoba untuk mematenkan suara raungan mesin V-Twin yang jantan tapi seksi. Kini kita tahu bahwa produk bisa menghasilkan musiknya sendiri. Martin Lindstrom, penasihat beberapa perusahaan top 100 Fortune, berkata, “Suara sebuah produk tidak boleh disepelekan. Faktanya, ini sering menjadi faktor penentu dalam keputusan memilih dari konsumen.”

Sekarang kita mengerti bagaimana memanfaatkan kekuatan musik dan suara yang dahsyat untuk melakukan branding. Riset dari Coca-Cola pada tahun 2008 mengonfirmasi bahwa 77% dari remaja usia 16–24 tahun secara global menempatkan musik sebagai prioritas pertama untuk passion point. Dr. Adrian North dan Dr. Hargreaves menyimpulkan, “Brand dengan musik yang cocok dengan brand identity-nya, 96% lebih diingat dibanding dengan brand yang musiknya tidak sesuai ataupun yang sama sekali tanpa musik.” Inti dari semua ini adalah, korporasi yang menggunakan musik secara cerdas untuk membangun mereknya akan menuai sukses luar biasa.

Bagaimana perasaan Anda waktu pesawat USS Enterprise NCC-1701 di film Star Trek Into Darkness dibombardir tembakan laser oleh kapal perang federasi USS Vengeance? Dan ketika agen FBI Clarice Starling hendak ditembak pembunuh transeksual Buffalo Bill di ruang bawah tanah dalam film The Silence of the Lambs? Ataupun saat Leonardo DiCaprio mencium Kate Winslet di ujung dek kapal Titanic? Perasaan dan emosi yang Anda rasakan itu semua berasal dari satu sumber. The sound of music!

Budi P. Kartono

Marketing & Brand Consultant

Penulis buku Brand Genius

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.