Jakarta, 13 September 2018 – Selama bertahun-tahun platform media sosial berupaya menciptakan pengalaman berbelanja. Pada tahun 2010, Levi meluncurkan “Friends Store,” channel berbelanja berbasis di Facebook yang memungkinkan pembeli untuk login lewat Facebook dan memberikan Like atau Share produk-produk Levi.
Namun hasilnya kurang sesuai harapan. Dalam 5 tahun, clothing brand tersebut mengalami penurunan Like pada produk di toko online nya. Hal ini juga dialami merek lain yang menggunakan channel seperti ini.
Twitter juga telah menguji berbagai cara untuk mengintegrasikan Social Commerce. Namun tetap saja Twitter kesulitan meyakinkan orang untuk membeli melalui situsnya. Menurut Silvia Ratna, CEO Refeed.id, salah satu hambatan utama mengiring netizen berbelanja melalui media sosial karena mereka enggan mencampur pengalaman berbelanja dengan aktifitas jejaring sosial mereka.
Para shopper melihat situs seperti Facebook dan Twitter hanya sebagai media untuk berkomunikasi dengan teman, bukan laman untuk berberlanja. “Kendala umum lainnya adalah ketidakyakinan pengguna media sosial untuk memasukkan data dalam berbelanja di jejaring sosial,” ungkap Silvia.
Namun ada juga kisah suksesnya. Dalam beberapa tahun muncul situs belanja yang memiliki fitur sosial seperti, Wanelo, Fancy, Fab.com, Polyvore. Situs-situs tersebut berhasil karena memang dirancang khusus untuk berbelanja.
Silvia menilai, social commerce biasanya digunakan untuk merujuk pada pengalaman belanja online, yang mencakup elemen sosial, seperti menyukai produk atau membeli sesuatu melalui tautan yang di post di Media Sosial.
Namun, langkah terbaru dalam evolusi belanja sosial adalah experience yang benar-benar menyeluruh. “Pengguna menemukan dan membeli produk dalam satu platform media sosial yang sama – tidak perlu melompat ke situs eksternal. Kelemahannya adalah, bisnis yang terjadi kerap menemui kendala pada proses bisnis yang membuat tidak terjadi eskalasi bisnis maupun konversi,” jelas Silvia.
Hadirnya Refeed.id untuk menjawab tantangan di atas sekaligus menyesuaikan dengan budaya media sosial di Indonesia. Silvia mengatakan, Refeed.id melakukan berbagai inovasi, seperti membuat minishop yang terintegrasi end-to-end dengan konsep Like2Buy, mengeksekusi pertumbuhan traffic dari berbagai channel, dan membangun follower sebagai reseller dengan pembagian komisi ke reseller auto split, dan payment gateway untuk mempercepat scaleup bisnis di social media sebagai media automation. Ada juga fitur COD (Cash on Delivery) untuk melakukan penetrasi pasar dengan cepat dan aman. “Refeed.id menyatukan konsep end-to-end solution dan Like2Buy dengan fokus membuat bisnis cepat tumbuh besar dengan berbagai fitur otomatisasi,” jelasnya.
Silvia mengklaim, solusi yag ditawarkannya akan membuat bisnis cepat melesat. Untuk membuktikan keandalan Refeed.id, pihaknya menawarkan jasa gratis solusi tersebut untuk pendaftaran sebelum 30 September 2018.
Sebagai informasi, Refeed.id bekerja sama dengan iPaymu.com sebagai payment processor e-commerce. Refeed berkomitmen menggratiskan omnichannel yang dimilikinya ke marketplace lokal dan Global. Dengan tagline Bisnis Cepat Gede! Memungkinkan semua product ter-listing di Jumia, Alibaba, Amazon, Etsy dan marketplace lokal.