Penanganan downtime yang cepat dan tepat dapat membantu bisnis menekan kerugian, baik secara materiil dan imateriil.
Lembaga penelitian Ponemon Institute mencatat, kerugian financial yang diderita bisnis akibat downtime pada data center diprediksi rata-rata $740,357 per kejadian.
Beberapa penyebab downtime data center, di antaranya kegagalan sistem UPS (25%), serangan siber (22%), human error (22%) dan kegagalan generator (6%).
Tidak hanya kerugian finansial, downtime berdampak pada kerusakan data kritikal, terganggunya produktivitas organisasi, kerusakan peralatan dan asset lainnya, hilangnya kepercayaan dari stakeholders serta rusaknya merek dan reputasi.
Riset yang sama menyebutkan rata-rata kerugian finansial yang diderita perusahaan mengalami peningkatan sebesar 7% dari tahun 2013 sebesar $690,204, atau meningkat 38% dari tahun 2010.
Lugas M. Satrio, Presiden Direktur Blue Power Technology (BPT) mengatakan, data center memerlukan arus listrik 24 jam dan tidak boleh mati sedetik pun. Di sini peranan Uninterruptible Power Supply (UPS) dan genset sangat diperlukan untuk mencegah downtime akibat listrik padam.
Sayangnya perusahaan terkadang mengabaikan pentingnya keberadaan sumber daya alternatif ini di data center secara arsitektur. Selain itu, UPS dan genset yang ada masih luput dari pemeliharaan berkala.
Memahami tantangan tersebut, BPT membuka divisi baru di bidang solusi power backup. Divisi baru ini menawarkan solusi power backup milik Riello dan AOSIF, certified engineer berpengalaman, fasilitas Technology Center serta sumber daya di bidang penjualan dan pemasaran.
Indonesia menempati urutan bawah, yaitu ke 33 dari 37 negara dalam Data Center Risk Index Report 2016 yang dinilai berdasarkan faktor ketersediaan energi listrik, besaran bandwidth internasional, dan kemudahan bisnis.
Rendahnya ketersediaan energi listrik di Indonesia menuntut perusahaan untuk mengaplikasikan komponen selain UPS, yaitu genset.