Smarthome: Bukan Sebuah Nilai Tambah, Namun Kebutuhan

Semakin berkembang era digital, gaya hidup semakin mudah dengan mengandalkan teknologi. Jika kita sudah akrab dengan istilah ‘smartphone’, kini kita sering mendengar isitilah ‘smarthome’ atau rumah pintar. Smarthome sendiri masih terbilang baru di Indonesia dan meskipun pasarnya terlihat prospektif, namun masih kerap ditemukan salah pengertian di masyarakat lantaran kurangnya edukasi.

http://telecoms.com/wp-content/blogs.dir/1/files/2017/09/Smart-Home-2-770×285.jpg

Adi Gunawan, VP Solution and Manage Service PT Indonusa System Integrator Prima mengatakan, banyak yang berusaha menjual produk dan jasa smarthome tanpa mengedukasi pasar seperti pihak pengembang properti yang menjadikan smarthome sebagai nilai tambah.

“Pasar ini menarik digarap tapi tidak oleh property developer, melainkan oleh para penyedia sistemnya yang bermain di teknologi,” ujarnya.

Datang dari kebutuhan connected home

Menurut Adi, pihak pengembang properti kerap menganggap smarthome adalah properti mereka dan oleh karenanya mereka berhak dapat sebagian  dari penjualan smarthome system. Banyak penyedia smarthome system yang masuk ke pasar melalui sarana lain (internet surveillance, dan sebagainya).

“Masyarakat perlu, tapi harga produknya kurang menarik karena developer menaruh titipan di dalamnya kepada pemilik produk atau hanya menawarkan produk-produk yang ada kerja sama dengan mereka,” ungkapnya.

“Contohnya adalah para pengembang properti yang hanya bekerja sama dengan provider internet tertentu untuk menyediakan perangkat smarthome,” imbuhnya.

Menurutnya itu pula mengapa hanya rumah kelas menengah ke atas yang dilengkapi smarthome, terutama yang dibawa oleh pengembang properti. Padahal smarthome tidak harus beli di depan dan tak hanya rumah kelas menengah ke atas yang bisa memiliki. Langkah yang bisa dilakukan untuk mengedukasi pasar terkait smarthome system adalah diawali dengan membuat semua rumah punya koneksi komunikasi yang baik, ada jaringan internet.

“Pasar perlu disadarkan kalau smarthome bisa datang dari kebutuhan connected home, di mana kita ada keinginan untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap perangkat yang ada di rumah,” katanya.

“Dari kontrol keadaan rumah, biaya rumah, sampai komunikasi ke dalam rumah. Kebutuhan itu ada, tapi musti mulai darimana, itu kembali ke tiap pemilik rumah. Ada yang memerlukan home security system, home communication system, atau home automation system. Kalau home security misalnya, nanti terkait dengan cctv, door system, panic button dan lain-lain,” paparnya.

Indonusa sendiri mengedepankan kebutuhan masing-masing konsumen. Setiap perangkat yang ditawarkan selalu berdasarkan fungsinya. Namun, ada perangkat-perangkat yang sifatnya mendasar karena memang diperlukan. Intinya, Adi menekankan bahwa layanan yang ditawarkan perusahaan lebih ke arah custom.

Adi menegaskan untuk bisa benar-benar tahu kebutuhan customer, maka harus kembali ke psikologi dari customernya memerlukan layanan seperti apa. Jika semua dibebankan di depan, Ia yakin akan sulit menarik peminat.

Fokus pada bisnis network

Indonusa tahun ini menargetkan sektor retail agar masyarakat dapat segera terbantu dan teredukasi. Menurut Adi kuncinya adalah menemukan mitra yang tepat. Rencananya launching layanan pertama akan dilakukan tahun depan.

Diakuinya dulu perusahaan hanya ada produk spesifik brand, namun pendekatan tersebut dirasa tidak tepat. Kini Indonusa menawarkan modul komunikasi utama. Konsumen bisa menggunakan berbagai brand pilihan mereka untuk perangkatnya.

“Hanya modul komunikasi utama saja yg kita punya. sisanya mau pake cctv merek apa, atau kunci rumah merek apa, itu semua terserah kebutuhan. kita akan bermitra dengan siapapun yang diperlukan oleh customer,” jelasnya.

Adi memerhatikan langkah pengembang properti yang bergerak menambahkan layanan, terutama komunikasi. Meskipun Indonusa fokus pada bisnis IP network dengan target saat ini perusahaan, namun tak menutup kemungkinan untuk melayani permintaan pengembang properti.

“Berharap ke depannya sistem ini semakin banyak dipakai dan diintegerasikan. Dengan begitu akan semakin terlihat nilainya dan biayanya jauh lebih terjangkau. Itulah pendekatan terbaik. sharing economy istilahnya,” pungkasnya.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.