Selfie

Dalam acara Academy Awards lalu, salah satu kasus marketing yang menarik perhatian orang adalah peristiwa aktor Bradley Cooper mengambil foto selfie dengan menggunakan Samsung Galaxy Note 3 yang dibawa oleh pembawa acara, Ellen DeGeneres. Siapa saja yang ada di foto selfie tersebut? Selain Brad dan Ellen, ada Meryl Streep, Julia Roberts, Brad Pitt, Angelina Jolie, dan beberapa artis lain yang ada di backstage.

Foto ini kemudian ditaruh di akun Twitter milik Ellen, dan hebatnya langsung menciptakan re-tweet lebih dari 1 juta kali dalam waktu kurang dari sejam. Prestasi ini merupakan rekor baru di Twitter yang sebelumnya hanya menciptakan 700 ribu re-tweet dalam waktu sejam!

Tentu saja yang paling diuntungkan adalah Samsung. Sekalipun Ellen tidak menyebutkan merek Samsung di Twitter, banyak orang kemudian mengaitkannya dengan Samsung. Ini dikarenakan merek tersebut memang menjadi salah satu pengiklan di acara Academy Awards. Momen itu sendiri diakui telah direncanakan oleh Ellen, namun spontanitas dari para artis di dalam foto tersebut tentu saja bukan rekayasa.

Inisiatif Ellen ini membuat hati Samsung berbunga-bunga sehingga akhirnya produsen ponsel asal Korea tersebut memberikan donasi kepada yayasan yang dimiliki Ellen sebesar 1,5 juta dolar.

Selfie atau memotret diri sendiri adalah “turunan” dari sikap narsis konsumen yang cenderung ingin tampil di setiap momen yang ada. Dahulu jika Anda memiliki teman yang pintar memotret, biasanya dia menjadi orang yang paling jarang ada di foto. Tapi, kini zamannya narsis dimana orang yang mengambil gambar juga ingin tampil di foto.

Selfie bukan sekadar masalah narsis. Di dalam selfie ada unsur aktualisasi diri, spontanitas, engagement, sharing, dan fun. Hal inilah yang didambakan konsumen terhadap merek pada masa sekarang. Konsumen ingin merek mampu membangun eksistensi konsumen, memiliki originalitas, dekat ke konsumen, serta mampu menciptakan pengalaman yang menyenangkan untuk dibagi ke orang lain.

Foto selfie menciptakan kedekatan serta melepas batas-batas yang ada. Foto selfie Paus Fransiskus dengan para remaja yang berkunjung di Vatikan membuang batas antara pemimpin besar agama dan umatnya. Juga foto selfie mantan Presiden Clinton dan istrinya yang terlihat ikut narsis bersama Jimmy Kimmel, atau bahkan foto selfie anggota sebuah komunitas dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Bagi kita, kasus selfie para bintang Hollywood ini juga memberikan pelajaran akan pentingnya spontanitas dari para marketer untuk melihat kesempatan yang ada. Fortune is made in second! Artinya, keberuntungan Anda bisa muncul dalam momen yang teramat singkat. Sesuatu yang mungkin tidak direncanakan harus Anda lakukan saat momen tersebut datang. Samsung mendapatkan keberuntungan ini lewat peristiwa di backstage dalam acara Academy Awards.

Di era serbacepat ini, marketer yang masih terlalu birokratis dalam mengambil keputusan memang akan mengalami kesulitan. Di sisi lain, banyak momen yang mungkin tidak terduga bagi Anda untuk cepat dimanfaatkan.

David Meerman Scott mencetuskan istilah “real-time marketing” dalam bukunya Real-Time Marketing and PR: How to Instantly Engage Your Market, Connect with Customers and Create Products that Grow Your Business Now. David menyamakan istilah ini seperti trader di bursa saham yang langsung mengambil keputusan cepat untuk membeli atau menjual saham di momen-momen yang tepat.

Teknologi memungkinkan hal ini. Misalnya adalah location based service yang membuat marketer bisa langsung memberikan notifikasi lewat SMS saat Anda berada di lokasi tertentu. Sebagai contoh, ketika Anda sedang berjalan-jalan di mal dan melewati Burger King, secara real-time, pesan via SMS yang menawarkan diskon menarik dari Burger King muncul di ponsel Anda. Demikian halnya ketika Anda membeli buku di Amazon, secara real-time Amazon akan memberi rekomendasi buku yang tepat kepada Anda.

Jadi, inilah esensi dari selfie: mencoba melibatkan merek Anda secara real-time dalam setiap momen fantastik dengan konsumen Anda!