Saatnya Generasi Marketer Tua Digeser?

Tantangan yang dihadapi perusahaan saat ini adalah sulitnya memadukan talenta dari marketer senior yang sarat pengalaman, dengan talenta marketer generasi milenial yang andal dalam teknologi. Ini yang membuat talenta digital marketing menjadi langka.

generasi marketer tua

Jika diamati, kita banyak menemukan kebutuhan akan sumber daya manusia yang masih fresh alias muda. Sebenarnya memang sudah dari dulu demikian. Tapi, dulu senioritas dari sisi usia masih dianggap unggul. Ini karena para senior dianggap sudah banyak makan asam-garam dan sarat pengalaman yang lebih aplikatif di lapangan. Namun di era digital sekarang, fenomena tersebut bisa jadi sudah berbeda.

Bila menengok Eropa, kebutuhan akan tenaga kerja muda digital marketer di sana sudah mencapai 40%. Ini berarti 1 dari 10 perusahaan sudah mengandalkan sumber daya manusia usia lebih muda atau bahkan lulusan baru, tapi mengusung keahlian digital marketing.

Survei dari Barclays, UK, juga mengungkap hal serupa. Menurut survei tersebut, digital marketer muda siap pakai semakin dibutuhkan, dibanding perusahaan harus melatih kembali karyawan mereka yang sudah ada. Perusahaan mengalami kesulitan untuk mengasah keahlian digital para karyawan. Ini karena rata-rata investasi perusahaan untuk keperluan training berkenaan dengan bidang digital memang masih rendah.

Kondisi di Indonesia pun relatif sama. Kebutuhan akan sumber daya manusia yang piawai dalam digital marketing masih relatif lebih sedikit dibanding luar negeri, tapi angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Investasi perusahaan untuk keperluan digital marketing pun masih berkutat di angka 10 hingga belasan persen. Tapi, bukan tak mungkin dalam waktu singkat ke depannya, angka ini akan meningkat pesat.

Yang Muda dan yang Tua

Mengamati generasi marketer tua dan muda, mereka mempunyai pola pikir atau mindset yang relatif berbeda. Generasi muda sering kali menyukai segala sesuatu yang serba instan, serta sangat adaptif terhadap perubahan, terutama yang menyangkut teknologi. Sementara generasi marketer tua dianggap kurang mampu mengimbangi perkembangan teknologi, dan kurang mampu memahami perilaku konsumen yang relatif jauh lebih muda dari mereka.

Jika kita amati contoh isu lama, bisa dilihat saat perusahaan Sony di Jepang yang terpukul telak oleh berbagai saingan dari Korea, termasuk perusahaan Samsung. Generasi tua di Sony Jepang dianggap kurang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku pasar yang lebih banyak dipenuhi generasi milenial saat ini. Sementara Samsung selalu muncul dengan ide-ide segar dan kerap membanjiri pasar dengan berbagai versi produk teknologi terbaru.

Meski banyak juga pekerja yang merasa khawatir karena kurang atau tidak memiliki keahlian bidang digital, sebagian besar dari mereka tetap belum mengeluarkan usaha yang cukup berarti untuk memperbaikinya. Ini bukan saja karena kurangnya keahlian, tapi juga menyangkut perbedaan pola pikir maupun kesiapan setiap individu untuk berubah dengan cepat. (lanjut ke bag. 2)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.