Promise

Rahmat_SusantaMarketing.co.id – Kasus suap impor daging yang telah menyeret ketua umum PKS menyedot banyak perhatian orang akhir-akhir ini. Apalagi kasus tersebut dibumbui dengan para wanita cantik, yang membuat kasus ini semakin “seksi”. Kasus ini sekali lagi menjadi batu sandungan bagi partai-partai yang terlalu banyak menjual janji ketimbang kenyataan.

Indonesia memasuki era political marketing sejak reformasi. Sayangnya memang banyak partai dibangun tanpa platform yang kuat. Platform yang dimaksud termasuk visi, idealisme, dan orang-orang di dalamnya. Akhirnya banyak partai yang hanya mampu membangun brand bukan produk.

Ditambah lagi, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berorientasi konteks dibandingkan konten. Rasanya tidak banyak orang yang memilih partai karena visi, program, dan kualitas orang. Kita hanya melihat figure pemimpinnya atau ideologi.

Konsumen atau masyarakat Indonesia tergolong konsumen tahap satu. Ini adalah jenis konsumen yang membeli lebih karena unsur promosi dan emosional. Konsumen Indonesia lebih senang melihat indahnya bungkusan dibandingkan isi.

Dari hasil survei misalnya, tak lebih dari 30% konsumen yang membaca kandungan isi obat atau makanan sebelum mengonsumsi. Dari orang yang membeli polis asuransi, tak lebih dari 20% yang membaca teliti isi polis sebelum membeli. Ini berbeda dengan konsumen tahap dua yang lebih mampu mengevaluasi sesuatu sebelum membeli.

Konsumen tahap satu akan mudah percaya janji-janji. Itulah sebabnya partai di Indonesia senang menawarkan janji daripada melakukan kerja nyata di masyarakat, karena pikiran dan kemampuan masyarakat Indonesia masih dalam tahap yang belum mampu mengevaluasi sebelum memilih.

PromisPromise atau janji erat kaitannya dengan dunia marketing. Bahkan ada yang mengatakan bahwa marketing is all about promise. “You sell promise, not product”. Ini karena dalam marketing, promise muncul di mana-mana dalam berbagai bentuk.

Brand name sendiri adalah promise yang dijanjikan kepada konsumen. Nama Extra Joss misalnya, menciptakan janji bahwa produknya berkhasiat menambah kekuatan. Merek Thunder mengisyaratkan kepada konsumen bahwa produknya mampu bergerak cepat.

Promise ada di dalam slogan merek. “Terus Terang Philips Terang Terus” misalnya, member janji kepada konsumen bahwa lampu merek Philips tahan lama. “Wes ewes-ewes bablas angine” menunjukkan bahwa merek tersebut membuat angin di dalam tubuh (masuk angin) keluar.

Promise ada di dalam packaging atau kemasan. Kemasan menarik menunjukkan bahwa produk di dalamnya pasti berkualitas. Botol yang unik menunjukkan isi yang unik. Demikian halnya, promise ada di dalam aktivitas promosi dan penjualan.

Saking banyaknya promise dalam marketing membuat marketer sebenarnya mudah tergelincir dalam pusaran janji. Mereka tidak mengelola produk, tetapi justru mengelola janji. Ada juga yang berprinsip janji dulu, urusan lain belakangan. Ini yang bias membuat marketer kehilangan kemampuan berinovasi dalam hal produk dan lebih sanggup memodifikasi promise.

Semakin intangible produk kita, semakin kita terjebak hanya mengelola promise. Semakin jangka panjang manfaat yang baru bias dirasakan oleh konsumen, semakin besar pula kemungkinan jatuh kedalam pusaran janji.

Ini yang terjadi pada partai. Mereka cenderung terjebak dalam janji-janji yang berlebihan. Ada penelitian di luar negeri yang pernah mengungkap bahwa rata-rata hanya 25% janji kampanye politik yang sebenarnya terealisasi. Sisanya hanya “janji gombal”.

Ini adalah contoh buruk bagi para marketer. Semoga pada pemilu mendatang partai bias menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, termasuk pula para marketer di Indonesia.

Rahmat Susanta

 

 

1 COMMENT

  1. Ya, kebanyakan Promise seperti itu di Indonesia. Ada lagi promise “Orang pinter minum tolak angin” mungkin orang Indonesia ini dianggap bodoh semua jadi dengan memberi promise jadi orang pinter jualannya jadi laku.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.