
Marketing.co.id – Berita Financial | Saat pasangan baru sibuk merencanakan resepsi, bulan madu, hingga membeli perabotan untuk rumah pertama, ada satu aspek fundamental yang sering luput dari perhatian: pentingnya literasi finansial. Padahal, mewujudkan sebagian besar impian keluarga, seperti hunian, kendaraan, hingga modal usaha, sangat bergantung pada modal besar yang sering kali memerlukan akses pembiayaan dari lembaga keuangan.
Berdasarkan panduan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada tiga pilar utama dalam perencanaan keuangan keluarga. Pertama, pasangan wajib menetapkan kebutuhan utama melalui kesepakatan bersama, yang mencakup biaya hidup, dana darurat, hingga rencana jangka panjang, dan kesepakatan ini sebaiknya ditinjau secara berkala.
Kedua, penting untuk merencanakan pembiayaan untuk mimpi-mimpi besar, seperti pembelian aset atau memulai bisnis, dengan memetakan kebutuhan uang muka, plafon pinjaman, serta kemampuan mencicil secara realistis. Terakhir, setelah tujuan jelas, pasangan perlu memilih fasilitas pembiayaan yang tepat—baik kredit konsumtif maupun produktif—dengan memahami suku bunga, tenor, dan biaya tambahan agar pembiayaan berjalan sehat.
Namun, semua perencanaan ini tidak akan optimal jika pemahaman dasar mengenai literasi kredit masih rendah. Sayangnya, literasi kredit menjadi isu yang paling sering diabaikan oleh pasangan muda, padahal sebagian besar pencapaian mimpi keluarga bergantung pada rekam jejak kredit yang baik. Kurangnya pemahaman ini seringkali menyebabkan keputusan finansial yang kurang terukur, yang pada akhirnya menghambat pencapaian rencana jangka panjang.
Mendukung edukasi OJK, SkorKu memaparkan langkah-langkah sederhana namun berdampak besar bagi pasangan muda. Pasangan didorong untuk mulai membangun skor kredit individu sejak dini, jauh sebelum kebutuhan pinjaman muncul. Setelah menikah, lembaga keuangan umumnya menilai reputasi finansial kedua belah pihak saat pengajuan pinjaman, sehingga ini menjadi tanggung jawab bersama.
Karena itu, pasangan harus menggunakan akun keuangan atas nama masing-masing dan menjaga komunikasi terbuka terkait kondisi finansial. Mereka juga perlu menata kewajiban bersama secara proporsional dan menghindari menumpuk pinjaman pada satu pihak saja demi menjaga kesehatan finansial keluarga.
Poin krusial lainnya adalah pemenuhan kewajiban pembayaran tepat waktu, sekecil apa pun nominalnya, demi mempertahankan rekam jejak kredit yang positif. Selanjutnya, pemantauan skor kredit secara berkala melalui platform seperti SkorKu diperlukan untuk memastikan transparansi, mencegah risiko, dan menjaga ketenangan finansial jangka panjang.
Nora Asteria, Head of Consumer Business CBI, menegaskan, bahwa perencanaan keluarga yang matang juga melibatkan pembangunan kepercayaan finansial bersama. Ia menyebut bahwa saat ini lembaga pemberi pinjaman menilai skor kredit kedua pasangan jika sudah menikah. “Memahami dan menjaga skor kredit adalah bagian penting dari membangun stabilitas dan reputasi keuangan keluarga sedini mungkin,” ujar Nora.
Nora bahkan menyarankan keterbukaan mengenai laporan kredit sebelum pernikahan—sebuah langkah yang ia sebut, ‘Sebelum ‘Yes, I Do’, SkorKu Dulu’—sebagai cara untuk menilai karakter pengelolaan utang calon pasangan, apakah mereka cenderung konsumtif atau bertanggung jawab secara finansial. Ia juga memperingatkan pengguna untuk tidak meminjamkan akun atau identitas finansial kepada siapapun, termasuk pasangan, untuk mencegah risiko penyalahgunaan yang dapat merusak reputasi kredit pribadi.
Melalui fitur cek skor kredit, riwayat pembayaran, dan pengaduan data kredit, SkorKu hadir sebagai teman terpercaya bagi keluarga muda yang ingin menata masa depan dengan lebih tenang dan terencana.
“Membangun keluarga berarti juga membangun fondasi finansial yang kuat. Melalui SkorKu, kami ingin membantu masyarakat memahami bahwa skor kredit bukan sekadar angka, tapi cerminan tanggung jawab dan kesiapan dalam menghadapi masa depan,” tutup Nora.
Ia mengingatkan, bahwa reputasi kredit adalah warisan finansial tak ternilai yang dapat menjamin ketenangan keluarga di masa depan, sekaligus memastikan orang tua tidak membebani anak dengan manajemen keuangan yang kurang baik.

