www.marketing.co.id – Dari penduduk dunia yang mencapai 6,8 miliar di tahun 2012, 4 miliar berada pada garis ekonomi tingkat dasar dengan pendapatan di bawah US$3.000 pada daya beli lokal. Bahkan PBB memperkirakan bahwa 1,4 miliar orang hidup dengan pendapatan di bawah US$1,5 per hari. Padahal sebagian dari mereka memiliki perangkat mobile yang murah dan dapat mengakses internet melalui komputer yang bisa digunakan di desa-desa, sekolah, dan pusat masyarakat.
Persentase penduduk yang belum menggunakan internet fixed line di Asia Selatan dan Tenggara tertinggi ada di India dengan 72%, karena mereka lebih banyak menggunakan perangkat mobile untuk melakukan kegiatan online.
Sebagai barometer untuk mengetahui penggunaan ponsel uang dalam bisnis online, Cina pada tahun 2010 dengan kekuatan penduduk terbesar di dunia memiliki perkembangan belanja online sebesar 23% dan terus meningkat pada tahun 2012 mencapai 31%.
Perlu diketahui bahwa banyak penduduk dari kelas bawah yang menggunakan ponselnya untuk masuk ke web belanja online tanpa ada kemampuan untuk membelinya. Dengan memakai sistem sekarang yang setiap pembelian online pembayaran menggunakan kartu kredit (credit card), hal tersebut sangat susah untuk dilakukan penduduk kelas bawah.
Kenyataannya jumlah penduduk kelas bawah dunia mencapai 4 miliar dan akses mereka dalam belanja online masih minim pilihan. Hal tersebut merupakan kesempatan yang besar bagi produsen ponsel dan perbankan untuk menggabungkan fungsi ponsel mereka agar dilengkapi sistem kredit prabayar seluler sehingga memudahkan penduduk ekonomi bawah untuk menyediakan dan menggunakan produk barang dan jasa online yang lebih murah.
Selain itu, baru Visa yang menjadi perintis dalam bisnis ponsel uang untuk segmen bawah, sehingga ke depannya tidak menutup kemungkinan akan terjadi ledakan pertumbuhan penjualan ponsel uang seperti booming gadget smartphone yang terjadi saat ini.
Empat miliar orang yang berada pada piramida ekonomi di paling bawah (BoP) hidup dengan pendapatan di bawah US$3.000 pada kemampuan daya beli lokal. The International Institution of Communications menyebut mereka sebagai konsumen segmen D dan E. Pendapatan per hari mereka dalam dolar AS saat ini kurang dari US$3,35 di Brasil, US$2,11 di Cina, US$1,89 di Ghana, dan US$1,56 di India. Ketika kita menambahkan angka-angka untuk menghitung daya beli kolektif mereka, bagaimana pun ternyata jumlah dari angka BoP tersebut sangat besar, yaitu mencapai US$5 triliun konsumsi pasar global, atau sepertiga dari PDB seluruh Amerika Serikat.
C.K. Prahalad yang telah menulis tentang segmen pasar ini mengusulkan bahwa bisnis, pemerintah, dan lembaga donor harus berhenti mempertimbangkan segmen ini sebagai korban. Sebaliknya, mereka harus dilihat sebagai pengusaha dan nilai tambah bagi permintaan konsumen. Dia mengusulkan hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan multinasional dan segmen ini, di mana MNC dapat melayani pasar yang baru dengan cara yang responsif terhadap kebutuhan pasar.
Cerita menarik dari Cina, kita tahu bahwa Cina sudah mendukung budaya e-commerce mapan dan kolosal. Tidak lebih dari lima tahun yang lalu, kurang dari 10% penduduk perkotaan Cina berpartisipasi dalam belanja online. Namun, angka ini lebih besar dua kali lipat menjadi 23% pada tahun 2010 dan diperkirakan akan kembali naik dua kali lipat menjadi 44% pada tahun 2015. Diperkirakan bahwa 30 juta konsumen Cina akan berbelanja online untuk pertama kalinya setiap tahun sampai 2015.
Pada saat itu, e-commerce diharapkan dapat beranjak dari yang mewakili 3,3% dari nilai total ritel di negara itu menjadi 7,4% (sebagai pembanding, AS butuh 10 tahun untuk mencapai titik itu). Budaya Cina e-commerce dapat diartikan ke dalam keuntungan besar bagi perusahaan-perusahaan seperti Visa, yang menggelar prabayar solusi kredit mobile. Namun, tidak seperti kasus NFC di AS, Cina sudah memiliki sistem yang kokoh dan berfungsi penuh untuk berurusan dengan konsumen tanpa kartu kredit (credit card) atau rekening bank. Hal ini dapat dilihat pada Taobao.com, sebuah situs belanja online yang mirip dengan Amazon.com.
Taobao adalah situs web yang paling sukses ke-11 di dunia dan memperoleh lebih banyak uang daripada kebanyakan situs e-commerce AS kecuali Amazon—tapi mungkin tidak lama. Taobao.com bekerja secara berbeda di Cina karena penetrasi kredit yang rendah dan lingkungan logistik yang menantang.
Salah satu hambatan utama untuk e-commerce di Cina ialah rendahnya penetrasi kartu kredit konsumen, serta konsumen yang tidak tinggal di kota utama seperti Shanghai dan Beijing sebagian besar tidak memiliki kartu kredit.
Sedangkan di Afrika, Groupe Speciale Mobile Association (GSMA) melaporkan bahwa Benua Afrika adalah benua terbesar kedua di dunia di bidang pasar ponsel dilihat dari sisi koneksi, disusul oleh Asia. Afrika juga merupakan pasar ponsel dengan pertumbuhan tercepat di dunia dan telah melampaui semua pasar ponsel lainnya dalam periode tiga bulan terakhir pada tahun ini, ketika mencapai 649 juta koneksi mengejutkan. Setiap tahun selama lima tahun terakhir, jumlah pengguna ponsel di Afrika telah meningkat hampir 20%.
Di Asia Selatan dan Tenggara, The International Institution of Communications melakukan survei, khususnya pada wilayah Selatan dan Asia Tenggara, dan menemukan bahwa 36%, 72%, 29%, 14%, dan 36% dari Pakistan, India, Sri Lanka, Filipina, dan konsumen tingkat D dan E segmen Thailand belum pernah mendengar mengenai internet. Namun, 92% sampai 98% dari mereka telah menggunakan telepon dalam tiga bulan terakhir. Data penetrasi ponsel menunjukkan bahwa mereka lebih banyak menggunakan perangkat mobile daripada sambungan telepon rumah.
Solusi kredit prabayar seluler memang sangat menjanjikan, yaitu sebagai sarana yang memungkinkan konsumen kelas bawah untuk menyediakan dan menggunakan produk yang lebih murah (dan jasa) online. Hal ini juga memberikan kesempatan untuk membuka pasar baru yang luas dan dapat menarik e-tailers. Namun, melakukan penjualan kepada konsumen level bawah penuh dengan tantangan. Sebagai permulaan, melaksanakan pengiriman produk ke desa-desa terpencil dengan konektivitas yang terbatas dari kota, menyediakan dukungan pasca penjualan, dan berurusan dengan permintaan untuk pengembalian uang.
Vendor juga harus bersaing dengan reaksi politik yang tak terelakkan terhadap konsumen online yang bisa saja menipu. Perusahaan harus giat berinvestasi dalam hal pendidikan dan infrastruktur untuk membersihkan jalan bagi orang lain. Ini bisa menjadi pionir usaha sosial, tapi bukan bagi perusahaan yang mencari untung. Itulah pola yang terlihat dalam pengembangan kredit mikro di mana banyak pekerjaan dilakukan oleh lembaga nonprofit seperti Grameen Bank, dengan organisasi yang lebih berorientasi komersial yang mengikuti kemudian.
(Sumber: Spire Research & Consulting)