Potensi Besar! Indonesia Diprediksi Jadi Hub Data Centre AI di Asia Pasifik

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Potensi Besar! Indonesia Diprediksi Jadi Hub Data Centre AI di Asia PasifikMarketing.co.id – Berita Digital | Indonesia semakin menunjukkan daya tariknya sebagai pusat pengembangan data centre berbasis kecerdasan buatan (AI) di Asia Pasifik. Dengan biaya konstruksi yang lebih kompetitif dibandingkan sejumlah negara maju di kawasan, Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi hub data centre AI dalam beberapa tahun ke depan.

Temuan ini diungkapkan dalam Data Centre Construction Cost Index 2025 yang dirilis oleh perusahaan jasa profesional global Turner & Townsend. Dalam laporan tersebut, Jakarta menempati peringkat ke-20 secara global untuk biaya konstruksi data centre, dengan biaya pembangunan sebesar Rp187.207 per watt. Angka ini lebih rendah dibandingkan Singapura (Rp257.681) dan Tokyo (Rp253.005), sehingga menjadikan Indonesia destinasi investasi yang semakin menarik bagi pemain global.

Biaya Lebih Kompetitif, Minat Investor Meningkat

Penurunan peringkat Jakarta dari posisi ke-14 ke posisi 20 secara global mencerminkan meningkatnya kompetisi dan ekspansi pasar. Meski demikian, rendahnya biaya konstruksi justru menjadi nilai tambah untuk investor yang ingin membangun data centre berteknologi tinggi tanpa harus menanggung biaya setinggi negara tetangga.

Dengan perkembangan ekosistem digital, pesatnya adopsi cloud, dan lonjakan konsumsi data di sektor eCommerce, fintech, gaming, hingga enterprise, Indonesia kini menjadi pasar prioritas bagi penyedia hyperscale dan operator data centre internasional.

Permintaan Data Centre AI Naik Drastis

Ledakan penggunaan AI generatif, machine learning, serta pemrosesan data skala besar meningkatkan kebutuhan akan data centre berdaya besar dan berkinerja tinggi (high-density data centre). Didorong oleh kebutuhan AI, Turner & Townsend memperkirakan konsumsi energi data centre di Asia Pasifik akan melonjak hingga 165% pada 2030.

Namun, model data centre AI-ready membutuhkan listrik berkapasitas besar dan stabil; teknologi pendinginan canggih; dan desain infrastruktur high-density yang menyebabkan biaya operasional dan desain di Indonesia menjadi 2–3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan data centre tradisional.

Baca Juga: Si Penentu ‘Hidup’ Data Center Masa Depan

Meski pasokan listrik nasional dinilai mencukupi, ketersediaan transmisi tegangan tinggi dan waktu tunggu koneksi jaringan listrik menjadi kendala. Dalam survei Turner & Townsend 48% responden global menyebut ketersediaan listrik sebagai hambatan terbesar dalam pembangunan data centre, dan 83% ahli industri data centre menilai rantai pasok lokal belum sepenuhnya siap untuk mendukung teknologi pendinginan canggih seperti liquid cooling—teknologi esensial untuk data centre AI.

Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan berupa ketersediaan air yang melimpah untuk mendukung teknologi liquid cooling. Namun, beberapa komponen teknologi khusus masih harus mengandalkan pasokan dari luar negeri.

Indonesia Semakin Siap Jadi Hub Data Centre AI

Sumit Mukherjee, Managing Director for Real Estate in Asia, Turner & Townsend mengatakan, “Dengan karakteristik pertumbuhan tinggi, sumber daya melimpah, dan kesiapan menuju era AI, Indonesia tetap menjadi pasar kunci di Asia Tenggara untuk data centre. Namun, peningkatan infrastruktur energi harus terus diprioritaskan agar tetap kompetitif.”

Sementara Paul Barry, Data Centres Sector Lead North America, Turner & Townsend, menegaskan bahwa data centre AI memerlukan pendekatan berbeda. “Data centre AI lebih besar, lebih kompleks, dan lebih mahal. Klien harus lebih terbuka terhadap desain off-grid dan memastikan rantai pasokan yang andal agar mampu memenuhi kebutuhan teknologi baru,” ujarnya.

Baca Juga: Cetak Biru Menuju Data Center yang Sustainable

Selain Indonesia, dua negara Asia lainnya juga menunjukkan momentum kuat dalam pengembangan data centre. Dengan biaya pembangunan sebesar Rp189.879 per watt, Malaysia mulai mengejar ketertinggalan dengan insentif investasi. Sementara India (khususnya Mumbai) berkembang pesat dengan biaya konstruksi yang lebih terjangkau, Rp110.888 per watt.

Dengan biaya konstruksi yang kompetitif, dukungan pemerintah terhadap transformasi digital, dan meningkatnya minat investor global, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi hub data centre AI di Asia Pasifik. Tantangan infrastruktur dan rantai pasok tetap harus diantisipasi, namun momentum pertumbuhan industri data centre di Indonesia menunjukkan bahwa negeri ini berada di jalur yang tepat untuk memimpin era ekonomi berbasis AI.