Persepsinya Digeser ke Kaum Muda

Meski susu berkalsium tinggi telanjur dianggap produk buat orang tua,  Anlene malah melirik konsumen muda untuk memperluas pasar. Apa saja yang dilakukan?

Tubuh manusia adalah pangsa pasar yang sangat besar. Betapa tidak, nyaris pada setiap bagian—dari ujung kaki sampai ujung rambut—ada produk yang dikhususkan baginya. Dari yang bisa dimakan hingga yang hanya boleh untuk dioleskan ke kulit. Maka, para pemasar berusaha untuk membidik setiap bagian tubuh manusia dengan segenap kejelian.

Pemasar susu contohnya. Sekian dekade yang lalu, susu belum dimasukkan sebagai asupan yang harus diminum untuk tubuh. Baru kemudian muncul jargon “empat sehat lima sempurna” gencar didengungkan, susu pun menjadi pelengkap kesempurnaan. Tetapi, pada waktu itu susu masih dikampanyekan sebatas sebagai minuman untuk kesehatan. Cakupannya masih luas sekali.

Lambat laun mulai terjadi segmentasi berdasarkan umur, dari yang dewasa hingga bayi, bahkan ada yang didorong untuk menggantikan ASI. Berikutnya, segmentasi berdasarkan anatomi, dari badan secara keseluruhan (pertumbuhan) hingga sebongkah otak (kecerdasan). Juga, mulai ada susu khusus untuk tulang, sejajar dengan susu yang dikampanyekan untuk kesehatan mata.

Menarik untuk ditelusuri, betapa yang sudah sempit ini pun semakin dirapatkan. Susu untuk tulang, misalnya. Jika semula susu ini diproduksi untuk kalangan orang tua, dengan menyertakan isu osteoporosis sebagai “ancaman” potensial bagi mereka, belakangan arah angin dihembuskan ke segmen yang lebih muda. Bahwa kesehatan tulang bukan hanya persoalan orang yang sudah tua, namun juga persoalan orang muda.

Menurut data yang dilansir National Osteoporosis Foundation, sebanyak 28 juta penduduk Amerika terhimpit problem tulang akibat kekurangan massa dan mineral ini. Di Indonesia sendiri, menurut data Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi), pada tahun 2005 diprediksi 18,4 juta menderita penyakit yang sering disebut wabah “pembunuh rahasia”. Disebut begitu karena tiba-tiba orang bisa mengalami patah tulang tanpa keluhan sebelumnya. Berdasarkan penelitian Puslitbang Gizi Depkes RI tahun 2002, satu dari tiga wanita memiliki kecenderungan untuk menderita osteoporosis sedangkan untuk pria, perbandingannya 1:7.

Fonterra Brands Indonesia—dulu bernama New Zealand Milk Indonesia—yang memproduksi susu Anlene, ingin agar persepsi tadi bergeser. Namun, toh ini bukan pekerjaan enteng. Di benak masyarakat, susu berkalsium tinggi kadung dianggap hanya untuk orang tua. Padahal orang muda pun bisa terkena apabila tidak dicegah.

Strategi baru pun digelar. Upaya yang dilakukan Fonterra adalah membagi Anlene ke dalam tiga kategori. Anlene Gold untuk usia 50 tahun ke atas, Anlene Actifit untuk usia 19-50, dan Anlene Plus untuk usia di bawah 19 tahun. Semua dalam jenis bubuk. Sedang untuk kalangan yang ingin langsung minum, disediakan pula produk dalam kemasan kecil UHT (ultra heat treatment).

Dalam promosinya, selain menggunakan endorser Nani Wijaya (pekerja teater) dan Retno Maruti (penari) yang usianya di atas 50 tahun, juga ada iklan senam yang sangat enerjik dengan endorser Jovanka, ibu muda berusia kurang dari 30 tahun. Menurut Baskorohadi Sukatmo, Marketing Manager PT Fonterra Brands Indonesia, upaya ini sangat berhasil. Iklan Jovanka disebutnya meraih awareness sama tinggi dijajarkan dengan Retno Maruti.

“Tujuan kami menjadikan Anlene sebagai solusi untuk kesehatan tulang tercapai,” ujar Baskoro. Ia menambahkan, meski perempuan jauh lebih rentan terkena osteoporosis, namun, laki-laki juga merupakan sasaran tembaknya.

Hasilnya? Menurut  hasil survei estimasi market share yang dilakukan oleh Frontier (2004) terhadap enam kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar) di Indonesia, Anlene meraih pangsa pasar 7,82% dari total pasar susu bubuk untuk dewasa. Posisi pemimpin pasar ini jauh meninggalkan kompetitor yang sama-sama merintis sejak 1997, Calcimex, keluaran Frisian Flag Indonesia yang hanya menjumput 1,35%. “Untuk kategori susu berkalsium tinggi, market share kami 52%. Pertumbuhannya 30% pada tahun ini,” ungkap Baskoro bangga.

Pencapaian itu tentu juga tidak bisa dilepaskan dari strategi distribusi yang dijalankan. Menggunakan tiga distributor, Fonterra menerapkan strategi multi distribusi, dengan pembagian 65% untuk modern trade dan 35% untuk traditional market. Proporsi itu wajar mengingat harga jual Anlene relatif lebih mahal dari produk sekelas. Anlene Gold 600 gr contohnya, dijual dalam kisaran harga pasar Rp 40.000-42.000.

Melihat harganya, apakah target pasarnya adalah kalangan atas? “Tidak. Anlene adalah produk impor. Karena itulah ketika masuk ke Indonesia, harganya kelihatannya untuk kelas atas. Padahal itu tidak secara sengaja,” tegas Baskoro.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.