
Takeda dan Good Doctor berkolaborasi untuk memperluas layanan vaksinasi DBD untuk mendukung nol kematian akibat dengue pada 2030
Marketing.co.id – Berita Marketing | Demam Berdarah Dengue (DBD) atau biasa disebut demam berdarah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia. Pada awal 2020, WHO memasukkan dengue sebagai salah satu ancaman kesehatan global. Dengue telah menjadi penyakit endemis di lebih dari 100 negara wilayah WHO dan Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena dampak paling parah.
Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia menjadi tempat yang sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang menjadi sumber penyakit DBD. Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia pada 1968, penyakit ini belum terkendali dengan baik di mana prevalensi global saat ini 50 kali lebih besar dibandingkan 50 tahun lalu. Kasus DBD di Indonesia pun terus mengalami peningkatan dengan angka kejadian pada tahun 2022, hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan 2021, dengan 143.266 berbanding 73.518.
Peningkatan kasus DBD, seperti dilansir dari website Kementerian Kesehatan, disebabkan oleh perubahan karakteristik penularan nyamuk penyebab dengue. Jika dulu nyamuk penyebab dengue lebih banyak ditemui saat musim hujan, kini, apa pun musimnya nyamuk itu tetap bisa ditemukan. Dengan kondisi iklim Indonesia dan perubahan karakteristik nyamuk penyebab DBD, siapa pun di Indonesia berisiko mengalami penyakit ini, tanpa memandang usia, tempat tinggal, dan gaya hidup.
Bahkan, seseorang yang sudah sembuh dari DBD pun bukan tidak mungkin terinfeksi lagi. Menurut WHO, DBD terkadang dapat menyebabkan kasus yang lebih parah, kematian! Seseorang yang terinfeksi DBD untuk kedua kalinya mempunyai risiko lebih besar terkena demam berdarah parah yang ditandai dengan sakit perut yang parah, muntah terus-menerus, pernapasan cepat, gusi atau hidung berdarah, kelelahan, kegelisahan, darah dalam muntahan atau tinja, menjadi sangat haus, kulit pucat dan dingin, serta merasa lemah. Berbagai gejala ini sering kali muncul setelah demamnya hilang.
Untuk mengatasi DBD, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Mulai dari Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) dengan serentak meluangkan waktu 10 menit, pada pukul 10, selama minimal 10 minggu setiap hari Minggu untuk melaksanakan 3M Plus (menguras, menutup, mendaur ulang) dan kegiatan lain untuk mencegah penularan infeksi dengue, vaksinasi mandiri bekerja sama dengan pihak organisasi profesi di Indonesia hingga pemanfaatan inovasi vektor berupa teknologi Wolbachia.
Berdasarkan Laporan Tahunan 2022 Demam Berdarah Dengue Kementerian Kesehatan, kasus dengue dapat ditemukan di hampir seluruh kota dan kabupaten di Indonesia. Kasus dengue terjadi berimbang pada perempuan (49%) dan laki-laki (51%). Sebagian besar terjadi pada kelompok usia 15—44 tahun (39%). Sementara itu, kematian akibat dengue lebih dominan pada perempuan (55%) dan di kelompok usia yang lebih muda, yaitu 5—14 tahun (45%).
Data tersebut memperlihatkan bahwa kelompok usia 15—44 tahun dan kelompok usia 5—14 tahun merupakan kelompok prioritas yang perlu dilindungi untuk menekan kejadian kasus DBD sekaligus mencegah kematian. Oleh karena itu, ketersediaan vaksin DBD untuk usia 6—45 tahun dapat dimanfaatkan sebagai pencegahan inovatif terhadap DBD di samping edukasi yang terus-menerus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya DBD.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah merekomendasikan vaksinasi demam berdarah dapat digunakan pada rentang umur 6—45 tahun.
Perluas akses layanan vaksinasi DBD
Penanggulangan DBD bukan hanya tugas pemerintah, namun juga merupakan kerja besar yang harus dilakukan bersama sesuai dengan kekuatan di bidangnya masing-masing. Takeda dan Good Doctor belum lama ini menandatangani perjanjian kerja sama untuk memperluas akses layanan vaksinasi DBD guna menjangkau lebih banyak masyarakat dan menyukseskan tujuan pemerintah Indonesia mencapai nol kematian akibat dengue pada tahun 2030.
Melalui kerja sama ini, Good Doctor menjadi mitra resmi Takeda untuk memberikan edukasi dan menyediakan layanan vaksinasi DBD bagi karyawan, keluarga karyawan, dan komunitas mereka yang merupakan mitra korporasi Good Doctor.
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht mengatakan, kerja sama yang dijalin Good Doctor dengan banyak mitra korporat dapat mempercepat adopsi vaksinasi DBD sehingga semakin banyak masyarakat Indonesia yang terlindungi yang pada akhirnya menyukseskan program pemerintah dalam penanggulangan DBD.
“Kami melihat Good Doctor berfokus pada kesehatan karyawan melalui kemitraan B2B (business-to-business). Kerja sama yang dijalin Good Doctor dengan banyak mitra korporat dapat mempercepat adopsi vaksinasi DBD,” katanya.
Sejalan dengan kampanye #Ayo3mplusVaksinDBD, Good Doctor menyadari bahwa penanggulangan DBD harus dilakukan secara komprehensif. Oleh karena itu, selain menyediakan layanan vaksinasi bagi mitra korporasinya, Good Doctor juga mendorong mitra korporasinya untuk menerapkan 3M Plus di lingkungan kerja mereka. Misalnya, mengimbau karyawan menjaga kebersihan kantor, rutin memeriksa sisa air di dispenser dan apabila mengunjungi fasilitas offline menggunakan mosquito repellent untuk menghindari gigitan nyamuk.
“Kerja sama ini sekaligus menunjukkan bahwa kami sudah melaksanakan tanggung jawab kami untuk turut mengatasi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia dan dunia serta sejalan dengan prioritas Kementerian Kesehatan untuk bukan hanya mengobati orang sakit, namun juga menjaga kesehatan masyarakat,” ujar Chief Executive Officer PT Good Doctor Technology Danu Wicaksana.
“Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia terhadap vaksinasi DBD memperkuat keyakinan kami bahwa vaksinasi merupakan salah satu langkah pencegahan penting untuk melindungi diri sekaligus melindungi orang-orang di sekitar kita dari DBD,” pungkasnya.