Pentingnya Menjaga Relevansi Brand di Dunia Digital

0
Pentingnya Menjaga Relevansi Brand di Dunia Digital
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Pentingnya Menjaga Relevansi Brand di Dunia DigitalMTV tumbang di tengah era YouTube, Spotify dan TikTok. Temukan 6 pelajaran penting tentang menjaga relevansi brand di dunia digital.

Marketing.co.id – Berita UMKM | Setelah hampir 44 tahun menjadi ikon budaya pop dunia, MTV (Music Television) resmi menutup seluruh saluran musiknya di kawasan Eropa. Langkah yang diumumkan Paramount Global ini menjadi alarm bahwa brand sekuat MTV pun bisa kehilangan relevansinya jika gagal beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen.

Dulu, MTV bukan sekadar stasiun televisi. Ia adalah simbol gaya hidup, kurator tren musik, dan platform impian artis-artis muda. Namun kini, di tengah dominasi YouTube, Spotify, TikTok, dan layanan streaming lainnya, MTV tak lagi menjadi pusat perhatian generasi muda.

Baca Juga: Dulu Singkirkan Radio, MTV Kini Tutup Digusur TikTok, YouTube dan Spotify

Setidaknya, ada 6 pelajaran berharga yang bisa Anda pelajari dari tutupnya MTV, yaitu:

1. Adaptasi Kunci Keberlanjutan Brand

Salah satu alasan utama di balik penutupan MTV adalah keterlambatan dalam beradaptasi terhadap perubahan kebiasaan menonton. Selama bertahun-tahun, MTV masih mengandalkan format siaran linear (televisi kabel) ketika audiensnya telah lebih dulu beralih ke platform on-demand dan media sosial.

Padahal, pola konsumsi hiburan telah berubah drastis. Penonton saat ini ingin kendali penuh atas waktu dan konten, mereka juga memilih algoritma dibanding jadwal tayang, dan mereka mencari interaksi bukan sekadar tontonan. Pelajarannya adalah brand harus beradaptasi secepat pelanggan berubah. Menunda inovasi sama saja dengan menandatangani kontrak pelan-pelan menuju ketertinggalan.

2. Relevansi Lebih Penting daripada Reputasi

MTV adalah brand besar dengan sejarah dan reputasi yang kuat. Namun, reputasi masa lalu tidak bisa menjamin relevansi masa kini. Ketika dunia berubah, reputasi tanpa inovasi hanya menjadi nostalgia belaka.

Brand besar seperti Kodak dan Nokia pernah mengalami hal serupa. Mereka memiliki masa kejayaan, kemudian kehilangan konteks saat perilaku konsumen bergeser. Kuncinya adalah terus memaknai ulang value brand di era baru. MTV seharusnya bisa lebih cepat bertransformasi menjadi platform digital musik sebelum YouTube dan Spotify mengambil alih panggung.

3. Budaya Pop Tak Lagi Dimonopoli

Pada 1980–2000-an, MTV adalah “penjaga gerbang” budaya pop. Apa pun yang tampil di MTV hampir pasti menjadi tren global. Namun kini, kekuasaan menciptakan tren sudah berpindah ke tangan pengguna. TikTok, Instagram, dan platform konten pendek lainnya memungkinkan siapa pun menjadi bintang dalam semalam tanpa harus tampil di TV.

Budaya pop kini bersifat partisipatif, bukan kuratif. Pelajarannya adalah jangan hanya menjadi penyampai pesan, tapi jadilah fasilitator percakapan. Sebab, generasi sekarang tidak ingin diberi tahu apa yang keren. Mereka ingin ikut menentukan apa yang keren.

4. Transformasi Digital Bukan Sekadar Pindah Platform

Paramount Global kini mengalihkan fokus MTV ke layanan streaming dan digital seperti Paramount+. Namun, transformasi digital sejatinya bukan sekadar memindahkan konten dari TV ke internet. Yang dibutuhkan adalah transformasi model bisnis, customer experience, dan cara engagement.

Brand tidak lagi cukup hanya hadir di media sosial. Mereka harus tahu apa yang dicari audiens, kapan mereka menginginkannya, dan dalam format apa mereka menikmatinya. Contohnya, Netflix bukan hanya menayangkan film-film lawas di internet, ia mendesain ulang cara orang menonton. Spotify bukan sekadar memutar lagu, ia menciptakan ekosistem personalisasi.

5. Nostalgia Tak Bisa Jadi Strategi Jangka Panjang

MTV sempat mencoba memanfaatkan nostalgia lewat kanal MTV 80s dan MTV 90s yang menayangkan lagu-lagu klasik. Namun, langkah ini hanya menarik sebagian kecil audiens lama, tanpa berhasil memikat generasi baru.

Nostalgia memang bisa menjadi alat branding yang kuat bagi brand, tapi jika hanya digunakan sebagai jembatan. Produk, konten, dan strategi komunikasi harus tetap berbicara dalam bahasa zaman sekarang.

6. Human Insight Kunci Bertahan di Era Algoritma

Tutupnya MTV menunjukkan bahwa data tanpa empati tidaklah cukup. MTV memiliki akses ke data penonton global, namun gagal menerjemahkannya menjadi insight perilaku baru. Sementara platform seperti TikTok atau Spotify berhasil karena mampu memahami mood dan konteks pengguna.

Teknologi memang sangat penting, tapi human insight jauh lebih penting. Brand yang bertahan hari ini bukan hanya yang paling canggih, tapi juga yang paling memahami perubahan emosi, aspirasi, dan kebiasaan konsumennya. Tutupnya MTV menandai akhir era televisi musik, tapi juga membuka bab baru tentang evolusi brand di dunia digital.

Dari kisah tutupnya MTV, kita bisa belajar bahwa relevansi harus diperbarui secara terus-menerus, inovasi harus dimulai dari memahami perubahan perilaku konsumen, dan adaptasi cepat lebih penting daripada kesetiaan pada format lama.