Ketakutan bahwa AI akan menggantikan manusia perlu diatasi dengan pendekatan edukatif yang mendorong adaptasi dan pertumbuhan kompetensi.
Marketing.co.id – Berita Marketing | Kepercayaan merupakan fondasi utama yang harus dijaga di industri jasa keuangan. Terutama di bidang investasi, di mana perusahaan mengelola dana Masyarakat. Transparansi dan kredibilitas menjadi kunci keberhasilan. President CFA Society Indonesia Pahala N, Mansury mengatakan bahwa di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), tantangan ini menjadi semakin kompleks.
“Dalam bisnis jasa keuangan, kepercayaan masyarakat adalah segalanya. Meskipun AI sering dianggap sebagai ‘black box’, kita harus mampu menjelaskan dan memastikan kepercayaan itu tetap terjaga,” ujar Pahala kepada Media disela-sela konferensi bertajuk 2nd Investment Conference dengan tema “The New Frontier: Winning in Finance & Investment in the Age of Artificial Intelligence”, di Financial Hall, Graha CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (29/4).
Pemanfaatan AI di Sektor Keuangan Indonesia
Menurut Pahala, saat ini hampir seluruh sektor perbankan di Indonesia telah mulai memanfaatkan AI, terutama dalam hal analisis data, otomatisasi proses, hingga penyusunan analisis kredit, baik untuk segmen korporasi maupun consumer banking. Namun demikian, tantangan terbesar bukan hanya pada penggunaan AI itu sendiri, melainkan pada kedalaman penerapannya.
Penerapan AI di banyak bank masih bersifat parsial dan individu. Untuk benar-benar memaksimalkan potensi AI, diperlukan upaya serius dari institusi dalam membangun infrastruktur, organisasi, serta metodologi yang mendukung integrasi AI secara menyeluruh. “Implementasi AI bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang membangun infrastruktur, sistem, dan organisasi yang siap mengadopsinya secara menyeluruh,” Pahala menegaskan.

Adaptasi Kompetensi dan Perubahan Skill
Transformasi AI tidak hanya membawa perubahan pada proses kerja, tetapi juga menuntut perubahan pada kompetensi sumber daya manusia (SDM). Analis dan pelaku pasar modal tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan analitis tradisional, tetapi juga keterampilan baru dalam memahami dan memanfaatkan model-model berbasis AI. “Dengan hadirnya AI, analis tidak hanya harus mampu menganalisis, tetapi juga memahami cara memanfaatkan model dan teknologi AI,” tambahnya.
Pahala juga menekankan pentingnya upaya retooling (membangun kembali), yakni memperbarui keterampilan SDM agar tidak tergantikan oleh perubahan teknologi. Ketakutan bahwa AI akan menggantikan manusia perlu diatasi dengan pendekatan edukatif yang mendorong adaptasi dan pertumbuhan kompetensi. “Kalau kita tidak belajar dan beradaptasi, organisasi lain yang mengimplementasikan AI akan meninggalkan kita,” tegas Pahala.
Sebagai bentuk kesiapan, industri jasa keuangan Indonesia mulai mengadakan diskusi dan panel seperti yang diselenggarakan CFA Society Indonesia dengan menghadirkan pembicara dari berbagai negara, termasuk Singapura. Diskusi ini fokus pada bagaimana AI dimanfaatkan di pasar global serta bagaimana perubahan teknologi ini mengubah masa depan pekerjaan di sektor keuangan.
Dengan adanya acara ini, Pahala berharap para pelaku industri jasa keuangan di Indonesia dapat terus mengembangkan diri, memanfaatkan teknologi dengan bijak, dan tetap menjaga kepercayaan masyarakat di tengah era digitalisasi yang semakin maju. (*)