Pengembangan Industri Kesehatan Kunci Indonesia Menjadi Negara Maju

Di Indonesia, pengeluaran untuk kesehatan hanya 3,1% dibandingkan Produk Domestik Bruto. Jumlah itu jauh di bawah Vietnam, Singapura, Filipina, Malaysia dan Thailand.

Marketing.co.id – Berita Marketing | Industri kesehatan menjadi sektor yang vital untuk dikembangkan apabila Indonesia ingin menjadi negara maju. CEO Lippo Karawaci dan Direktur Lippo Group John Riady mengatakan, saat ini pengeluaran masyarakat untuk sektor kesehatan termasuk rendah dibandingkan negara lain.

John mengatakan, pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia hanya 3,1% dibandingkan Produk Domestik Bruto. Jumlah itu masih jauh di bawah Vietnam (5,6 persen), Singapura (4,7 persen), Filipina (4,6 persen), serta Malaysia dan Thailand (3,9 persen).

Menurut John, dalam satu dekade ke depan, pertumbuhan pengeluaran untuk kesehatan akan meningkat 19% per tahun serta peningkatan pengeluaran dibandingkan PDB naik 2,4 kali lipat. Faktor inilah yang membuat Lippo Group sejak 1992 masuk ke industri kesehatan antara lain dengan membangun rumah sakit.

“RS pertama di Lippo Karawaci dibangun atas kerja sama dengan perusahaan dari Singapura. Kami  punya visi bagaimana dapat tingatkan healthtcare. Saat itu, RS di Lipo Karawaci menjadi RS pertama yang dapat akreditasi JCI. Sekarang kita tumbuh dan kelola 40 RS di 27 provinsi. Jadi ini merupakan sebuah privillege bagi Lippo Group,” kata John saat menjadi pembicara di webinar SAFE Forum 2021 yang diselenggatakan Katadata, Selasa (24/8/2021) dengan tema Investing for the Future.

Lebih lanjut John menambahkan, saat ini jumlah ketersedian tempat tidur di rumah sakit juga sangat sedikit yaitu 1,1 ranjang untuk 1.000 orang. Hal itu yang menjadi salah satu pemicu Lippo Group untuk membangun rumah sakit swasta di sejumlah daerah.

Permasalahan lain di industri kesehatan, kata John, yang menjadi “bottleneck” adalah kurangnya jumlah dokter. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah dokter di Indonesia dinilai paling rendah di dunia. Hal ini yang menghambat akses masyarakat terhadap dunia kesehatan.

Ketersediaan dokter hanya 3,8 orang per 10 ribu penduduk Indonesia. Jumlah itu di bawah jumlah dokter di Inggris (28,1 dokter), Amerika Serikat (25,9 dokter), Korea Selatan (23,7 dokter), Singapura (23,1 dokter), Malaysia (15,1 dokter), rata-rata dunia (15,0 dokter), dan Thailand (8,1 dokter). Indonesia hanya 3,8 dokter.

John menambahkan, masalah kekurangan dokter tidak bisa diselesaikan dalam jangka pendek. Karena, hal ini harus melibatkan sejumlah pihak salah satunya perguruan tinggi. Namun, solusi jangka pendek yang bisa diambil adalah dengan mengizinkan dokter asing praktik di Indonesia. Omnibus law yang dibuat pemerintah membuka pintu bagi dokter asing masuk ke Indonesia.

“Saya pikir ini cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi kekurangan dokter sambil menanti munculnya dokter-dokter baru. Dokter asing ini bisa memberikan alih ilmu pengetahuan kepada dokter lokal. Jadi, jangan dianggap kehadiran dokter asing ini menjadi penghambat bagi dokter-dokter lokal,” jelasnya.

John menilai, dokter kelas satu di Indonesia tidak kalah kualitasnya dengan dokter nomor satu di negara lain. Yang menjadi permasalahan adalah second best atau dokter lapis kedua.

“Ada kesenjangan yang cukup luas antara dokter top di Indonesia dengan yang dibawahnnya. Ini bisa terlihat kalau kita ke luar pulau Jawa di  mana hal itu sangat terasa. Jadi, ini menjadi tugas perguruan tinggi bagaimana mendidik dokter lebih baik lagi dan juga panggilan kepada WNI yang belajar kedokteran di luar negeri untuk kembali ke Indonesia.

“Ekosistem kedokteran di Indonesia harus diperkuat dengan cara memanggil kembali WNI yang belajar kedokteran di luar negeri untuk kembali ke Indonesia serta alih ilmu pengetahuan yang dilakukan dokter asing kepada dokter lokal, ujar John tandas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.