Pemasar Kreatif untuk Industri Kreatif

industri kreatif1Ditempa pengalaman pahit saat menjadi pelaku industri kreatif, Joko Widodo justru sukses membangun industri berbasis kreativitas di Kota Solo.

Gagal memulai bisnis mebel, Alumnus UGM ini pun tak patah arang. Ia kembali bangkit dengan modal uang pinjaman ibunya. Joko Widodo (Jokowi) pun mengembara ke Benua Eropa untuk mencari pasar potensial. Pasar baru akhirnya didapat. Bisnis mebel yang memiliki ornamen khas Solo itu pun diterima pasar mancanegara dengan baik. Ia mengaku banyak belajar dari usahanya ini dan bertekad untuk membangun Kota Solo saat terpilih sebagai Walikota Solo pada tahun 2005.

Ketika memimpin Solo, jalan Jokowi nyatanya tak semulus bisnis mebelnya. Beragam tantangan ia hadapi. Salah satunya, konflik panjang dengan Gubernur Jawa Tengah yang menyita perhatian media kala itu. Jokowi juga lantang mempertahankan Benteng Vastenburg agar tidak digusur.

Kegigihan Joko Widodo untuk mempertahankan Benteng Vastenburg dari ancaman penggusuran dan alih fungsi menjadi pusat bisnis dan perbelanjaan akhirnya berbuah manis. Pada tahun 2007, di tempat bersejarah ini untuk pertama kali Festival Musik Dunia dihelat. Solo kontan menjadi pusat perhatian pencinta musik dari seluruh dunia saat itu. Jokowi mengatakan industri kreatif memiliki banyak sektor yang bisa dikembangkan, antara lain seni pertunjukan, handicraft, musik, animasi, permainan, dan lain sebagainya. “Makanya saya mendukung sekali industri kreatif,” ujar Jokowi.

Disadari atau tidak, langkah Joko Widodo di awal kepemimpinannya melapangkan jalan bagi kota berpenduduk 547 ribu jiwa ini menuju kota berbasis industri kreatif. Setelah event musik dunia digelar di Benteng Vastenburg, secara berturut-turut International Ethnic Music Festival (SIEM) digelar pada tahun 2007 dan 2008. Setahun kemudian, event International Performing Arts Festival juga hadir di Solo. Event ini seperti mengisyaratkan Joko Widodo adalah PR (public relation) yang ulung dan peduli dengan industri kreatif.

Tak bisa dipungkiri, event-event ini pun menjelma menjadi aktivitas below the line (BTL) yang mendatangkan ribuan pengunjung baik dari mancanegara maupun domestik. Sektor ekonomi daerah pun otomatis terdongkrak dan tumbuh secara baik di kota tempat kelahiran sang maestro Bengawan Solo, Gesang, tersebut.

Pengembangan industri kreatif di Indonesia dalam 10 tahun terakhir memang kian gencar. Berbasis kreativitas, industri ini digadang-gadang bakal meningkatkan perekonomian negara. Industri kreatif bahkan tumbuh 7% pada tahun 2014 dan memberikan kontribusi US$11,89 miliar terhadap devisa negara, atau 11,04% dari total devisa.

Demi mewujudkan cita-cita Kota Solo sebagai kota berbasis industri kreatif, Joko Widodo pun memelopori lahirnya konsep “city branding”. Hasilnya, Solo memperkenalkan tagline unik sebagai “Solo: The Spirit of Java”. Konsep ini sekaligus mengukuhkan Solo sebagai kota batik dan kota budaya. City branding memang masih asing saat itu. Namun, negara-negara maju sudah jauh menerapkan konsep ini untuk membangun kotanya melalui pendekatan kreatif dan potensi yang dimiliki.

Ibukota Batik

industri kreatifSiapa yang tak kenal batik Solo. Sebelum UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya, batik sudah menjadi ciri yang kuat bagi Kota Solo. Ribuan perajin batik di kota ini menyebar bak cendawan di musim hujan. Bahkan industri batik berskala kecil dan menengah mudah dijumpai di sini. Layak saja jika sejak dulu Solo dikenal sebagai kota batik.

Potensi luar biasa ini diterjemahkan Jokowi secara baik. Darah marketingnya pun mengalir deras untuk memaksimalkan potensi tersebut. Ia paham betul jika modal dan pasar selalu menjadi masalah klasik untuk industri kreatif. Struktur bisnisnya masih sangat ditakuti dunia perbankan karena faktor risiko yang sulit ditebak. Ini memang menjadi tantangan industri kreatif Indonesia saat ini. Namun, Jokowi berhasil meyakinkan dunia perbankan. Ia juga menggandeng perusahaan-perusahaan besar untuk berkontribusi langsung dengan memanfaatkan dana CSR (corporate social responsibility).

Usaha Jokowi tak sia-sia. Kemudahan memperoleh modal usaha berhasil diwujudkan melalui kucuran dana bank daerah lewat kemitraan usaha maupun dana CSR. Ia juga tak segan untuk memperkenalkan batik dalam setiap kesempatan kunjungan ke luar negeri. Ya, Jokowi mencoba memosisikan diri sebagai marketing bagi kotanya.

Untuk menjaga kepercayaan perbankan, Jokowi juga ikut memperbarui sistem manajemen perajin batik dari hulu ke hilir. Menyiapkan aktivasi produk dalam bentuk event reguler. Salah satu yang paling populer adalah Solo Batik Carnival, Solo Batik Fashion, eksibisi dan membangun Kampung Batik Laweyan.

Usaha keras Jokowi ini nampaknya cukup berhasil. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Solo, nilai ekspor batik Solo ke mancanegara mencapai US$911.991 ribu pada tahun 2010 dan melesat naik menjadi US$10,4 juta pada tahun 2012. Ini tentu pencapaian luar biasa dari sektor industri kreatif yang berhasil dikembangkan Joko Widodo di Kota Solo.

Pengusaha bidang UKM dan industri kreatif, Budyarto Linggowiyono, mengakui kemampuan Jokowi di bidang ini. Menurutnya, Jokowi sangat memahami bahwa ekonomi kreatif memiliki ceruk pasar yang besar dan harus didukung secara optimal.

Techno Park dan Galabo

Tak hanya batik. Sektor industri kreatif di bidang kuliner pun tak luput dari perhatian Jokowi. Pada tahun 2008, walikota terbaik ke-3 dunia tahun 2013 versi The City Mayors Foundation ini juga membangun wisata kuliner malam atau lebih dikenal sebagai “Galabo” (gladag langen bogan). Tak hanya memanjakan pencinta wisata kuliner, Galabo juga berhasil menghidupi puluhan PKL dan membuka lapangan kerja baru.

Jokowi juga membangun Techno Park seluas 7,1 hektare sebagai pusat latihan penguasaan teknologi bagi generasi muda. Di tempat ini pula, mobil ESEMKA yang disebut-sebut sebagai karya anak bangsa lahir. Bahkan, Techno Park saat ini menjadi pusat perbaikan dan pemeliharaan pesawat terbang di Solo. “Anak muda di masa mendatang lapangan pekerjaannya yang banyak adalah di bidang industri kreatif,” tandas Jokowi.

Tanpa diduga, dengan gayanya sendiri, industri kreatif justru telah lahir di Kota Solo. Jokowi mungkin hanyalah pemintal benang. Tapi, justru dari tangannyalah selembar kain berharga lahir. Kain yang akan membungkus kearifan lokal budaya Solo menjadi kiblat industri kreatif nasional. Kita tunggu saja kiprahnya untuk Indonesia.

Dwi Nurcahyono
Penulis adalah pemerhati Industri kreatif
www.gosongkovic.blogspot.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.