Para Dokter Spesialis Luncurkan Robomedisia, Biayanya Masih Lebih Mahal dari Bedah Konvensional

[Reading Time Estimation: 5 minutes]

Marketing.co.id – Berita Kesehatan | Bedah robotik menjadi salah satu inovasi penting di sektor kesehatan. Inovasi bedah robotik mampu merevolusi hasil dari perawatan pasien dan meningkatkan efisiensi dalam penyediaan layanan kesehatan. Di Indonesia, bedah robotik sudah diperkenalkan sejak 12 tahun lalu dan mulai mendapatkan atensi signifikan dalam beberapa tahun belakangan, seiring dengan upaya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI untuk memanfaatkan keunggulan teknologi dalam layanan kesehatan.

Bahkan, pada 2022 Kementerian Kesehatan RI juga telah membentuk Pusat Bedah Robotik nasional hingga pengembangan ke arah robotic telesurgery (Bedah Robotik Jarak Jauh). Upaya ini juga merupakan bagian dari promosi terhadap medical tourism di Indonesia yang menunjukan kemampuan mumpuni dari dokter ahli di Indonesia, yang menahan laju perginya pasien Indonesia ke luar negeri.

“Untuk mendorong kemajuan bedah robotik, harus ada kolaborasi para pakar dari berbagai multidisiplin yang dapat berada di garda depan untuk mengakselerasi dan memfamiliarkan penerapan ilmu bedah robotik di Indonesia. Selain itu, Robomedisia berkomitmen mengambil peran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat-manfaat yang bisa didapatkan dari prosedur bedah robotik medik,” tutur Prof. dr. Agus Rizal H.A. Hamid Ketua Umum Robomedisia, saat peluncuran Perkumpulan Robotik Medik Indonesia (Robomedisia). Robomedisia, Sabtu (18/5), di Jakarta.

Dr. dr. Ivan Rizal Sini, Ketua Robomedisia dan Komisaris Utama PT Bundamedik Tbk, mengungkapkan, peminatan dalam bidang bedah robotik medik meningkat pesat. Robomedisia dapat dijadikan wadah bagi para dokter di seluruh Indonesia untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman, agar dapat memperluas khasanah ilmu bedah robotik medik.

“Kami yakin bahwa keterampilan dan kapabilitas yang mumpuni merupakan kunci memajukan bedah robotik medik di Indonesia. Sehingga, kedepannya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat akan inovasi ini serta mampu mendukung transformasi industri kesehatan,” kata Dr. dr. Ivan.

Saat bicara satu tindakan medis yang terbayang bagi masyarakat kebanyakan berapa biaya yang harus dikeluarkan. Ivan menjelaskan, untuk tahap awal penerapan teknologi dalam dunia medis pasti akan berkonsekuensi ke biaya. Dia pun memberi contoh biaya untuk mengetes apakah seorang terserang virus Covid-19 ketika pertama kali pandemi ini muncul. “Dulu biaya untuk PCR bisa sekitar 2,4 juta Rupiah, sekarang sudah bisa 50 ribuan Rupah, karena sudah terjadi quality based,” tandasnya.

Baca juga: Kemenkes dan Telkomsel Uji Coba Bedah Robotik Jarak Jauh

Hal lain yang mesti diperhatikan dalam menilai ekonomi kesehatan, lanjut Dr. dr. Ivan, yaitu menghitung potensi tambahan biaya jika terjadi sesuatu jika menggunakan metode tindakan medis metode yang lama.

Misalnya seorang pasien mengeluarkan biaya 1 juta Rupiah untuk suatu tindakan, tapi dengan 1 juta Rupiah itu pasien menghadapi konsekuensi komplikasi yang tinggi, sehingga berisiko untuk membayar biaya esktra 2 juta hingga 3 juta Rupiah.

“Jika kita mengambil tindakan dengan teknologi seperti robotic, misalnya biayanya 1,5 juta rupiah, yang lebih mahal dari 1 juta rupiah, tapi tidak ada potensi untuk menambah biaya karena terjadinya risiko, kalaupun terjadi paling hanya membayar biaya tambahan 100 – 200 ribu rupiah”.

“Dengan robotic risiko terjadinya pendarahan relatif rendah, risiko terjadi cidera sehingga masuk ke perawatan cidera panjang juga rendah. Nah, ini menjadi suatu pertimbangan kita dalam menghitung berapa sebenarnya biaya yang dikeluarkan dan hasil yang diinginkan,” imbuh dia.

Namun Dr. dr. Ivan tidak menampik, saat ini biaya untuk bedah robotik di Indonesia masih mahal dibandingkan operasi konvesional, di atas 20 – 30 persen. Bahkan, pada kondisi tertentu biayanya bisa 50 persen lebih tinggi dibandingkan operasi konvensional. “Tapi jika bandingkan dengan yang di- charge oleh rumah sakit di Singapura lebih mahal 2 kali lipat dari Indonesia,” tegas Dr. dr. Ivan.

Dr. dr. Ivan juga menandaskan, biaya bedah robotik harusnya dapat ditutup oleh perusahaan asuransi. Namun sampai saat ini masih ada perusahaan asuransi yang menanyakan apakah bedah robotik sudah diterima di seluruh dunia atau belum. “Inikan back ward mindset karena seluruh dunia sudah bicarakan soal ini, yang mereka pentingkan hanya ini duit saya mesti keluar atau tidak,” tuturnya.

ROBOMEDISIA
(Ka-Ki) Dr. dr. Reno Rudiman, MSc, SpB-Subsp BD (K), FICS, FCSI, Wakil Ketua Umum ROBOMEDISIA, Prof. dr. Agus Rizal H.A. Hamid, Sp.U(K), FICRS, PhD, Ketua Umum ROBOMEDISIA, bersama dr. Sunarto, M.Kes, Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dan Dr. dr. Ivan Rizal Sini, GDRM, MMIS, FRANZCOG, Sp.OG, Ketua ROBOMEDISIA, Prof. Dr. dr. Wachyu Hadisaputra, Sp.OG-KFER,Dewan Penasihat ROBOMEDISIA, dan Agus Heru Darjono, Presiden Direktur PT Bundamedik Tbk (BMHS) dalam acara peluncuran Perkumpulan Robotik Medik Indonesia (ROBOMEDISIA) di Jakarta Selatan (18/5).

Dr. dr. Reno Rudiman juga menyoroti perihal biaya bedah robotik. Menurutnya dalam ilmu ekonomi kesehatan, biaya bukan hanya dihitung dari berapa uang yang dikeluarkan, tapi berapa waktu dan produktivitas yang hilang.

“Contohnya pasien dari Papua mau dievakuasi, bukan hanya dihitung biaya 4 juta untuk ongkos pesawat, tapi berapa waktu dan produktivitas yang hilang, belum lagi biaya tambahan berapa anggota keluarga yang ikut mengantar ke Jakarta. Jika bedah robotik bisa dilakukan di Papua dengan bantuan dokter di Jakarta akan ada penghematan. Dengan bedah robotik dalam 1-2 hari pasien sudah bisa pulang ke rumah, sedangkan bedah konvensional selama 3-5 hari pasien mesti tingggal di rumah sakut untuk recovery. Inikan ada biayanya, yang sulit dikonversi ke dalam Rupiah,” beber Dr. dr. Reno.

RS Bunda Pelopor Bedah Robotik di Indonesia

Perkumpulan Robotik Medik Indonesia (Robomedisia) diinisiasi oleh beberapa dokter ahli di Indonesia yang berasal dari berbagai multidisiplin termasuk ahli bedah kandungan, urologi, digestif dan bedah tumor seperti antara lain Prof. Dr. dr. Wachyu Hadisaputra, Dr. dr. Ivan Rizal Sini, Prof. dr. Agus Rizal H.A. Hamid, Dr. dr. Reno Rudiman, dr. Aries Joe, dr. Sigit Sholichin, dr. Sita Ayu Arumi, dan dr. Anggia Melanie Lubis.

Bedah robotik memungkinkan untuk pasien mendapatkan minimal bedah invasif, mengurangi rasa sakit, mempercepat proses operasi dengan akurasi dan presisi yang tepat serta penyembuhan yang lebih cepat dalam prosedur pembedahan rumit seperti bedah pencernaan, bedah urologi, dan ginekologi. Saat ini berbagai rumah sakit di Indonesia juga telah mengadopsi inovasi bedah robotik.

Sebagai contoh, RS Bunda Group, pionir inovasi bedah robotik di Indonesia sejak 2012, telah menangani 700 kasus bedah robotik yang beragam, mulai dari ginekologi hingga urologi. Keunggulan bedah robotik untuk masalah kandungan, kanker prostat, bedah usus dan tiroid telah dilakukan di Indonesia dengan hasil yang sangat memuaskan, terutama dari sisi rendahnya angka komplikasi dan cepatnya pemulihan.

Baca juga: Malaysia Healthcare Siap Sambut Pelancong Perawatan Kesehatan dari Indonesia

Robomedisia akan fokus dalam memberikan edukasi dan pelatihan, mengembangkan keilmuan dan memberikan inovasi terbaru tentang bedah robotik medik serta memberikan advokasi kepada para anggota dan masyarakat. Untuk itu, Robomedisia berkomitmen dalam melakukan edukasi publik, kegiatan edukasi dan publikasi ilmiah, pelatihan, standarisasi kompetensi, pelatihan dan sistem teknologi robotik, advokasi regulator serta afiliasi perkumpulan profesi dan seminar lain di dalam dan luar negeri.

dr. Sunarto, Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang turut hadir dalam peluncuran Robomedisia mengapresiasi inisiatif para ahli dan dokter spesialis yang bersama-sama meluncurkan Robomedisia.

“Perkembangan inovasi bedah robotik di Indonesia merupakan tanggung jawab kita bersama dalam menumbuhkan inovasi ini. Kami berharap melalui Robomedisia, inovasi bedah robotik medik nasional dapat menjadi pilihan masyarakat dalam memanfaatkan layanan kesehatan,” tuturnya.

dr. Sunarto mengatakan, tidak perlu ada regulasi khusus untuk bedah robotik. Namun katanya pemerintah ingin memasitikan bahwa bedah robotik sesuai dengan SOP kemenkes dan RS yang menjalankannya. Hal lain yang akan diperhatikan Pemerintah masalah pengadaan peralatan bedah robotik, kolaborasi dengan negara lain, dan keamanan pasien. “Kami berharap private insurance bisa cover ini agar layanan tidak hanya dinikmati oleh kalangan the have,” katanya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here