
Optimisme di Tengah Tekanan Ekonomi: Apa yang Bisa Dipelajari Brand dari Konsumen Indonesia?
Marketing.co.id – Berita Marketing | Di tengah turbulensi ekonomi global dan tekanan domestik seperti stagnasi pendapatan serta lonjakan biaya hidup, masyarakat Indonesia justru sangat optimis menatap masa depan. Temuan terbaru dari YouGov Indonesia menjadi sinyal penting bagi para marketer dan pelaku bisnis.
Dalam survei nasional yang melibatkan lebih dari dua ribu responden dewasa, dua dari tiga konsumen Indonesia (68%) menyatakan optimis atau penuh harapan terhadap masa depan. Bahkan, di antara kelompok usia 35–44 tahun, tingkat optimisme mencapai 72%. Ini bukan sekadar angka, ini adalah refleksi daya tahan, adaptabilitas, dan harapan di tengah tantangan ekonomi.
“Masyarakat Indonesia menunjukkan kemampuan beradaptasi yang luar biasa. Mereka meninjau ulang pengeluaran rumah tangga, menyesuaikan gaya hidup, dan mengambil langkah finansial yang lebih hati-hati. Semua ini menunjukkan bagaimana masyarakat belajar bertahan sekaligus bersiap menyambut masa depan, meski kondisi belum ideal,” ujar Edward Hutasoit, General Manager YouGov Indonesia.
Membaca Ulang Peta Prioritas Pelanggan
Bakan sekadar insight fasif, bagi brand dan pemasar ini adalah peta baru. Tekanan ekonomi ternyata tidak menghapus daya beli konsumen Indonesia, tetapi mengalihkan prioritas. Gen Z misalnya, memfokuskan pengeluaran pada kategori gaya hidup seperti kecantikan (21%) dan fesyen (20%).
Milenial dan Gen X+ justru memperkuat fokus pada kebutuhan pokok seperti bahan makanan dan listrik. Sedangkan sandwich generation, yang menopang anak dan orang tua, paling terdampak oleh inflasi dan penurunan penghasilan usaha, namun tetap menunjukkan resiliensi dalam menyesuaikan strategi keuangan.
Bagi brand di sektor gaya hidup dan FMCG, ini adalah sinyal untuk menyesuaikan value proposition. Bukan sekadar harga, tapi juga nilai emosional, fungsi jangka panjang, dan efisiensi.
Strategi Bertahan: Gaya Berhemat Tiap Generasi
Yang juga menarik dari laporan ini adalah gaya berhemat tiap generasi ternyata sangat berbeda. Gen Z memangkas belanja di sektor kesehatan dan kebutuhan pokok. Gen X+ memilih mengurangi aktivitas seperti makan di luar dan hiburan. Sedangkan milenial cenderung menahan diri dari pengeluaran traveling dan makanan siap saji. Kondisi ini menuntut segmentasi pemasaran yang lebih dalam dan berbasis empati. Kampanye satu arah yang menggeneralisasi semua kelompok usia berisiko gagal menyentuh kebutuhan nyata mereka.
Peluang untuk Brand dan Institusi
Di tengah perubahan prioritas dan tekanan finansial, konsumen Indonesia tetap tangguh dan berharap. Di sinilah ruang strategis bagi brand, pemerintah, dan institusi untuk mengambil peran. Misalnya, perusahaan FMCG dan ritel bisa merancang paket bundling hemat khusus untuk segmen sandwich generation.
Brand gaya hidup dapat menciptakan kampanye emosional untuk Gen Z yang tetap ingin “merayakan diri” meski dengan keterbatasan. Sementara itu, layanan keuangan dan edukasi memiliki peluang besar menyasar generasi Milenial dan Gen X+ yang semakin sadar pentingnya tabungan dan manajemen risiko.
Edward Hutasoit menekankan pentingnya pendekatan yang lebih relevan dan berdampak. “Temuan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana masyarakat mengatur ulang prioritas mereka. Ini adalah kesempatan untuk membangun pendekatan yang lebih empatik dan bermakna,” pungkasnya.
Data ini bukan hanya berlaku untuk brand besar, UMKM, startup, bahkan institusi pendidikan dapat berinovasi berdasarkan data seperti ini. Insight bukan hanya alat baca pasar, tapi juga kompas untuk menciptakan hubungan yang lebih kuat, bermakna, dan berkelanjutan dengan konsumen.