Online Belum Gantikan Brick & Mortar

Membandingkan belanja online dengan brick and mortar memang selalu menarik. Apakah salah satunya akan saling menggantikan? Bagaimana trennya ke depan? Walaupun kemajuan teknologi semakin membesarkan pasar belanja online, tapi rasanya masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa online akan menggantikan brick and mortar.

brick_and_mortar
Brick and Mortar

Brick and mortar ternyata masih menjadi format yang dominan dalam berbelanja. ICSC sebagai asosiasi industri pusat belanja global dunia, mengadakan riset melingkupi sekitar 63.000 entitas di lebih dari 100 negara, yaitu mencakup para pemilik pusat perbelanjaan, pengembang, manajer, marketing, investor, peritel, broker, akademisi, dan publik.

Sebagai asosiasi yang sudah didirikan sejak tahun 1957, dan beroperasi di industri perdagangan global, ICSC mempunyai hubungan dengan lebih dari 25 dewan (perwakilan) pusat perbelanjaan di seluruh dunia.

Internet memang memberikan nuansa baru kepada para shopper tak peduli di mana pun mereka berbelanja. Efek dari Internet menyebabkan kebiasaan belanja terpecah menjadi dua, yaitu belanja online dan belanja brick and mortar. Para shopper kian diberikan pilihan produk yang semakin luas.

Dulu ketersediaan pilihan produk ditentukan oleh seberapa banyak merchant atau pedagang yang berada di sekeliling lokasi Anda. Toko-toko akan menyuplai produk-produk yang mereka pikir akan dicari dan dibutuhkan oleh semua orang di lingkungan tersebut. Tapi bagaimana dengan produk-produk yang mungkin sangat diinginkan oleh beberapa orang, tapi jarang dicari.

Para peritel dulu memang bisa bertahan dengan pilihan produk yang terbatas, terutama jika mereka menjual produk yang sifatnya eksklusif dan trendi (berkaitan dengan lifestyle). Apalagi jika mereka mengusung merek terkenal tertentu. Tapi kini toko-toko seperti itu jadi semakin sulit bersaing, karena begitu banyak kehadiran toko-toko serupa yang hadir dengan berbagai variasi produk baik dalam bentuk toko fisik maupun online.

Tapi jika dilihat lebih jauh, banyaknya kehadiran toko-toko online pun tidak bisa menggantikan kebiasan berbelanja di dalam toko fisik (brick and mortar). Sekitar 78 persen dari konsumen yang disurvei masih memilih untuk berbelanja secara brick and mortar. Konsumen juga lebih banyak menghabiskan waktu berbelanja secara fisik (sekitar 54 menit) daripada berbelanja secara online di satu situs tertentu (sekitar 38 menit).

Satu penemuan lagi yang menarik adalah sekitar 73 persen (jauh lebih dari setengah responden) masih lebih suka untuk menyentuh dan mencoba produk sebelum membelinya. Frekuensi responden berbelanja di toko juga masih jauh lebih tinggi daripada berbelanja online. Bahkan jika dilihat dari banyaknya pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden, pengeluaran terbesar mereka juga masih pada belanja di toko-toko fisik daripada online.

Dilihat dari perilaku berbelanja, masih ada juga (hampir setengah dari responden) yang setelah memesan barang secara online, tapi masih mengambil langsung produknya di toko. Ada juga sekitar 37 persen responden yang menggunakan internet untuk mencari produk yang diinginkan dan melakukan riset sebelum membeli, tapi lalu masih lebih suka membelinya langsung di toko fisik.

Demikian dengan hadirnya sistem belanja online, memang mengaburkan batasan bagi para konsumen antara berbelanja secara brick and mortar atau online. Tapi belanja online masih kerap dipandang sebagai pelengkap atau fasilitas yang mempermudah belanja dari berbelanja secara fisik. Seiring dengan meningkatnya pasar atau frekuensi belanja online, tapi ini juga dibarengi juga oleh peningkatan belanja secara fisik. Pasar belanja online memang pesat berkembang, tapi ternyata brick and mortar masih menjadi format belanja yang dominan.

Ivan Mulyadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.