Muhadkly Acho: Seharusnya Influencer Nggak Boleh Gini

Muhadkly Acho - SUCFest 2
Photo by: Pio Kharisma

Sudah dibayar tapi masih ngedumel, ini merupakan salah satu hal yang bikin merek kesal kepada influencer.

Secara logika hal itu memang nggak mungkin terjadi. Tapi ternyata, menurut Acho ada juga influncer yang seperti itu. Bahkan mereka ngomong tentang kejelekan merek yang meng-endorse mereka.

“Saya sudah lima tahun kerja di digital strategies, jadi saya tahu betul apa yang terjadi,” terang Acho ketika ditemui di kantor tempatnya bekerja, DiPStrategy, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.

Sosok Acho memang kerap kita jumpai kala nge-banyol di panggung standup comedy. Tapi di samping itu, ia juga merupakan seorang head of product di DiPStrategy dan juga influencer.

“Dua job ini yang kemudian bikin saya tahu betul apa yang harus dilakukan ketika menjadi influencer, dan apa yang diinginkan agensi dari influencernya,” terang Acho.

Ngedumel Ketika Kontrak Habis

Hal pertama yang sering dilanggar oleh influncer menurut Acho, banyak di antara mereka yang lupa bahwa mereka tidak seharusnya ngomongin kejelekan merek yang sudah meng-endorse-nya, meski kontraknya sudah habis sekalipun. Agensi bakal mikir dua kali buat meng-endorse orang yang seperti itu.

“Karena saya berada di kedua posisi itu, saya dapat insight-nya, yaitu dari sisi agensi dan influencer. Saya juga pasti bakal sebal kalau ada influencer yang bagus-bagusin ketika dibayar aja, setelah putus malah ngejelekin,” jelas Acho.

Gonta-Ganti Merek

Sekarang ngebagusin Samsung, besok Apple, terus LG, lanjut ke Sony. Man, itu bukannya influencer, tapi tukang handphone di glodok.

“Apalagi kalau merek tersebut head to head banget kayak Apple dan Samsung. Sebisa mungkin pilihlah salah satu. Karena publik pasti aware dan mungkin bakal nganggep miring orang tersebut,” tegas Acho.

“Tapi kalau nggak head to head banget, waktu 6 sampai 12 bulan dirasa cukup untuk masa transisi. Biar image yang melekat terhadap merek sebelumnya bias dulu,” tambahnya.

Cuma Ngetweet

Menurut perjanjian, seorang influencer memang dibayar sesuai dengan tweet yang dilemparkannya. Kendati begitu, Acho mengatakan bahwa seorang influencer bukanlah iklan baris. Jadi sebisa mungkin jangan cuma ngetweet terus ditinggal, tapi berikan statement dengan sikap netral.

Influencer bukan iklan baris yang sekali tweet terus diam. Mereka perlu memberikan statement yang aman,” kata pria yang hobi mendengarkan musik tersebut.

“Bahkan, ketika ada brand yang memancing kontroversi, saya suka nanya, ‘apa yang saya lakukan jika timbul berbagai pertanyaan yang nggak bisa dijawab’. Ketika merek ngasih arahan yang bikin tenang, baru deh deal,” lanjutnya.

Well, akan lebih baik jika seorang influncer menjadi endorser merek-merek yang memang digunakannya. Dengan begitu, mereka akan paham betul segala kelebihan merek tersebut.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.