Akses mudah serta integrasi dengan layanan eCommerce dan investasi menjadi pendorong utama bagi tingginya adopsi fintech di kalangan generasi muda.
Marketing.co.id – Berita Financial Services | Kemajuan teknologi finansial (fintech) di Indonesia telah menciptakan ekosistem keuangan yang semakin inklusif dan efisien, khususnya di kalangan generasi muda seperti milenial dan Gen Z. Berdasarkan data Lokadataid, 78% masyarakat Indonesia menggunakan aplikasi fintech setiap hari, termasuk dompet digital, layanan pinjaman, dan pembayaran digital. Kemudahan akses dan kemampuan fintech memfasilitasi transaksi keuangan yang cepat dan efisien menjadi faktor utama pendorong tingginya adopsi fintech, terutama di kalangan kelompok usia produktif ini.
Chief Data Officer Lokadata.id Suwandi Ahmad mengatakan bahwa generasi muda saat ini sudah sangat terbiasa dengan teknologi finansial yang memberikan mereka kemudahan dan fleksibilitas. “Tak kalah penting yaitu memastikan bahwa layanan ini digunakan secara bijaksana. Terutama, terkait literasi keuangan dan risiko penggunaan yang berlebihan,” ujarnya dalam acara bincang-bincang bisnis Power Lunch yang diadakan GDP Venture beberapa waktu lalu.
Dalam acara bertema “Dunia Baru Fintech: Praktis atau Berbahaya?” tersebut juga terungkap fenomena menarik lainnya, di antaranya lebih dari 50% Gen Z secara rutin melakukan perencanaan keuangan bulanan, aksesibilitas yang mudah serta integrasi dengan layanan seperti eCommerce dan investasi menjadi faktor utama pendorong hal ini.
Salah satu layanan fintech paling banyak digunakan generasi muda adalah Buy Now Pay Later (BNPL). Data Lokadataid menunjukkan bahwa 67% pengguna fintech memanfaatkan layanan BNPL. Faktor yang mendorong penggunaannya adalah keterbatasan dana tunai dan penawaran promosi khusus. Durasi cicilan yang paling populer adalah antara 1 hingga 3 bulan, yang mencerminkan keinginan untuk menyelesaikan utang dengan cepat.
Menurut Direktur PT Indodana Multi Finance Iwan Dewanto, BNPL menjadi game changer di kalangan anak muda karena memberikan fleksibilitas dalam berbelanja. Namun, ada kebutuhan untuk meningkatkan literasi keuangan agar mereka tidak terjebak dalam hutang yang berlebihan.
Tren lain yang mencolok adalah 73% anak muda menggunakan bank digital. Ini menunjukkan bagaimana fintech telah mengubah pola konsumsi. Berdasarkan riset, kebutuhan tersier seperti pembelian baju, elektronik, dan produk digital mulai berubah menjadi kebutuhan primer. Sebagai contoh di Pontianak, rata-rata pengeluaran mingguan anak muda untuk barang digital mencapai 22-28 miliar rupiah, melebihi pengeluaran untuk kebutuhan protein.
Head of Growth & Acquisition PT Bank Digital BCA Albert Kurniawan menjelaskan bahwa Blu by BCA sebagai bank digital tanpa cabang hadir untuk memberikan Solusi keuangan yang praktis dan inovatif bagi generasi yang melek teknologi.
“Melalui aplikasi mobile, kami menyediakan fitur-fitur seperti pengelolaan tabungan multi-tujuan, layanan patungan, investasi, hingga fitur loyalitas yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan finansial generasi muda. Dengan kemudahan akses dan kecepatan transaksi yang ditawarkan, Blu by BCA terus berinovasi agar relevan dan mendukung gaya hidup digital yang berkembang pesat saat ini,” kata Albert.
Dengan kemudahan digitalisasi tersebut tak jarang muncul beberapa kekhawatiran di antaranya doom spending, yaitu perilaku konsumtif yang impulsif juga terkait literasi keuangan. Hanya 32% Gen Z yang memahami secara baik definisi bank digital dan perlindungan data pribadi, di mana pengguna BNPL menyuarakan kekhawatiran terkait hal ini.
Meski fintech menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, terdapat kekhawatiran terkait risiko gagal bayar. Data OJK menunjukkan bahwa pembiayaan konsumtif melalui skema BNPL melonjak hingga 89,20% yoy dengan nilai mencapai Rp7,99 triliun pada Agustus 2024. Namun, Non-Performing Financing (NPF) tetap terkendali di angka 2,52%.
Meskipun pertumbuhan BNPL sangat pesat, menurut Iwan Dewanto, penting untuk menjaga keseimbangan. Kolaborasi antara regulator, penyedia layanan, merchant, asosiasi, dan konsumen sangat penting untuk menciptakan ekosistem fintech yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia. “Kami sebagai penyedia layanan berupaya memastikan pengguna tidak melebihi batas kemampuan finansial mereka dengan memberikan batasan kredit yang disesuaikan dengan pendapatan,” jelas Iwan.
Dari sisi bank digital, Albert Kurniawan mengatakan bahwa Blu by BCA tidak melihat fintech sebagai pesaing bagi bank konvensional, tetapi lebih sebagai mitra dalam mendorong inklusi keuangan. Kolaborasi antara fintech, bank digital, dan institusi keuangan lainnya sangat penting untuk membangun ekosistem yang sehat di Indonesia.
Untuk menjaga agar fintech tetap menjadi solusi keuangan yang aman dan berkelanjutan bagi masyarakat, penting bagi semua pihak dalam ekosistem ini untuk menjalankan perannya masing-masing. Fintech harus terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun tidak boleh lepas dari tanggung jawab untuk menjaga ekosistem keuangan yang sehat. “Kita perlu memahami ke mana arah perilaku konsumen bergerak dan memastikan bahwa setiap inovasi tidak hanya menawarkan kemudahan, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi Masyarakat,” pungkas Suwandi.