Meregulasi Inovasi

Dilema dalam meregulasi inovasi ternyata sudah ada sejak dulu. Ini diilustrasikan dalam cerita klasik Abunawas dan Lampu Minyak. Suatu hari Abunawas dipanggil oleh Sultan untuk memecahkan masalah kerajaan yang begitu pelik. Sultan gundah karena diminta oleh para bapak dari seluruh negeri untuk melarang lampu minyak, sebuah teknologi baru kala itu yang menggantikan lilin sebagai penerangan di malam hari.

meregulasi inovasi

Mereka kasihan pada para pembuat lilin yang banyak menganggur sejak para ibu berbondong-bondong membeli lampu minyak. Sebaliknya, ibu-ibu senang sekali dengan inovasi baru ini dan meminta Sultan untuk mengacuhkan permintaan para bapak.

Sultan tentu saja tidak bisa tinggal diam. Urusan para bapak dan urusan para ibu sama pentingnya bagi kerajaan. Segera ia meminta Abunawas untuk pergi menyelidiki. Tujuh hari tujuh malam Abunawas berkeliling mengumpulkan informasi dari para bapak, para ibu, dan tentu saja para pembuat lilin. Setelah dirasa cukup, ia kembali menghadap Sultan di istana.

“Wahai Abunawas, apa yang telah kau temukan?” tanya Sultan.

“Wahai junjunganku, hamba menemukan bahwa para ibu di seluruh negeri kini tersenyum berseri-seri karena rumah mereka terang hingga pagi hari berkat lampu minyak. Tadinya saat masih memakai lilin, terangnya hanya bertahan satu jam saja.”

“Bagaimana dengan para pembuat lilin?” tanya Sultan penasaran.

“Wahai junjunganku, para pembuat lilin kini beralih profesi menjadi perajin lampu minyak. Mereka menjadi lebih sejahtera karena lampu minyak juga dijual ke negeri seberang dengan harga tinggi. Intinya, mereka pun sangat senang dan bahagia seperti para ibu.”

Dahi Sultan berkerut. “Lalu, bagaimana dengan para bapak? Seharusnya mereka ikut senang bukan? Kenapa mereka memintaku melarang lampu minyak?”

Sambil menghela nafas Abunawas menjawab, “Ampun wahai junjunganku, aku melihat rona kesedihan di wajah para bapak di seantero negeri. Beberapa yang kutanyai mengatakan hidupnya menjadi sulit akibat datangnya lampu minyak.”

“Bagaimana bisa?” kejar Sultan.

“Paduka yang mulia, ketahuilah bahwa para bapak di kerajaan ini senang menyelinap keluar rumah pada tengah malam saat lilin sudah padam. Urusan mereka macam-macam, mulai dari mencari hiburan sampai mengunjungi pacar.”

Sultan memotong, “Apa hubungannya?”

Abunawas meneruskan, “Sejak adanya lampu minyak yang menyala terang hingga pagi, para bapak tidak bisa menyelinap lagi karena segera ketahuan oleh istri mereka.”

“Dasar bapak-bapak!” gerutu Sultan.

“Lalu, apa yang harus kulakukan wahai Abunawas?” lanjutnya.

Abunawas berpikir sejenak, lalu menjawab, “Menurut hamba, paduka harus mencari jalan tengah, yaitu mewajibkan jaga malam di lingkungan masing-masing bagi seluruh bapak di kerajaan ini. Dengan demikian, para bapak punya alasan untuk pergi keluar rumah di malam hari.”

Sultan pun setuju dan segera mengumumkan aturan baru tersebut. Seperti dugaan Abunawas, hasilnya memang menunjukkan bahwa para bapak akhirnya kini juga ikut bahagia.

Keseimbangan Regulasi untuk Transportasi Online

Kisah Abunawas di atas memiliki hikmah bahwa datangnya inovasi mengubah banyak aspek kehidupan yang kita tidak sangka-sangka. Hal yang sama juga terjadi di inovasi transportasi online. Akibatnya pertikaian antara transportasi konvensional dan transportasi online marak terjadi. Kali ini terjadi di beberapa daerah di luar Jakarta. Rupanya kejadian tahun lalu tidak segera membuat kita mawas diri dalam menyegerakan mencari solusi.

Bangsa ini memang haus akan inovasi. Berulang kali kita mengatakan pada diri sendiri bahwa kita jauh ketinggalan dibanding bangsa-bangsa lain dalam penguasaan teknologi dan inovasi. Sehingga siapa pun dari kita yang mampu berinovasi, otomatis mendapat tempat terhormat di antara kita.

Namun, rupanya inovasi punya sisi yang lain, sisi yang jarang dipikirkan karena kita sibuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Inovasi memengaruhi kehidupan banyak orang, termasuk mereka yang bekerja dengan teknologi atau model bisnis lama. Inilah yang terjadi pada sektor transportasi di negara kita.

Pemerintah umumnya selalu hadir ketika sebuah inovasi datang. Hal ini bisa kita temukan pada perkembangan teknologi telepon seluler. Sejak mulai dikenalkan pada awal tahun 1990-an, pemerintah secara paralel telah menyiapkan regulasi. Hasilnya, industri seluler relatif berkembang dengan baik dan memberikan manfaat kepada semua pihak dalam bentuk kolaborasi, yaitu pihak yang memiliki teknologi sebelumnya (telepon analog, Telkom) dan pihak yang membawa inovasi (operator seluler paling awal, Satelindo dan Ratelindo).

Akan tetapi, karakteristik inovasi di masa lalu sedikit berbeda dengan masa sekarang. Dulu, inovasi berjalan lebih lambat dan terprediksi. Selain itu, sumber inovasi (inovator) juga berasal dari organisasi-organisasi tertentu atau orang-orang tertentu yang bisa dideteksi dari awal. Namun, saat ini inovasi berjalan begitu cepat, menyebar, dan sulit diprediksi dari mana datangnya. Teknologi internet membantu proses adopsi inovasi menjadi sangat cepat, murah, dan tidak bisa dideteksi oleh sistem yang sudah ada (misal regulasi pemerintah).

Hal ini membuat tantangan untuk meregulasi inovasi di zaman ini sangatlah berat. Tidak hanya pemerintah Indonesia, pemerintah di seluruh dunia pun menghadapi masalah yang pelik dalam membuat regulasi. Mereka harus menjaga keseimbangan antara ingin mengatur sekaligus ingin mendorong inovasi supaya tetap tumbuh.

Khusus transportasi online, pemerintah memang perlu serius untuk menerbitkan aturan, baik untuk roda empat maupun roda dua. Ini untuk mengurangi dampak sosial yang sekarang ini terjadi, dan di saat yang sama tetap mendorong inovasi untuk berkembang. Karena itu, hal-hal yang perlu diatur adalah sebagai berikut:

Pertama, pemerintah perlu memastikan bahwa perusahaan transportasi online menetapkan kuota jumlah pengemudi yang menjadi mitra mereka. Penetapan kuota ini penting untuk menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Kuota tidak hanya melindungi pengemudi transportasi konvensional, tapi juga pengemudi taksi online. Kuota memastikan pendapatan mereka tetap wajar dan tidak terus menurun.

Kedua, pemerintah perlu mengatur kisaran batas bawah harga, sehingga harga tetap wajar dan lebih sustainable dalam jangka panjang untuk industri transportasi. Penetapan harga yang dilepaskan ke mekanisme pasar seperti saat ini menyebabkan perang harga; perusahaan transportasi online lebih diuntungkan mengingat basis permodalan mereka yang lebih kuat. Selain itu, model bisnis startup cenderung menggunakan harga sebagai alat utama untuk memenangkan persaingan, yang pada beberapa kasus sampai mematikan pemain lain di industri tersebut.

Ketiga, pemerintah perlu melindungi kepentingan pengemudi transportasi online, yang saat ini posisinya cenderung lemah di hadapan manajemen. Berbeda dari transportasi konvensional yang pengemudinya mendapat hak-hak sebagai pegawai, pada transportasi online pengemudi hanya sebatas mitra kerja. Mereka tidak mendapat hak pegawai, juga tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhi kebijakan perusahaan yang merugikan mereka (misal tentang bagi hasil).

Keempat, pemerintah perlu memastikan bahwa hak-hak konsumen juga dilindungi. Perlindungan tersebut berupa adanya asuransi kecelakaan, prosedur keamanan, dan kepastian tarif. Selain itu juga perlu diperjelas hubungan segitiga antara pengemudi, perusahaan transportasi online, dan konsumen. Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan konsumen? Sejauh ini konsumen masih pada posisi yang cukup rentan karena ketidakjelasan pertanggungjawaban tersebut.

Dengan mengatur empat hal ini, pemerintah bisa tetap menjaga keseimbangan antara meregulasi inovasi dan mendorong inovasi secara bersamaan. Jika aturan terlalu ketat, maka inovasi bisa mandek. Kita semua tentu tidak mau hal itu terjadi. Semoga pemerintah bisa menemukan titik keseimbangan tersebut.

Harryadin Mahardika,
Ketua Program MM FEB-UI

MM.04.2017/W

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.