Mendikdasmen Siapkan Mata Pelajaran AI di Tahun Ajaran 2025/2026, Implementasi Bertahap untuk Sekolah Siap Teknologi
Marketing.co.id – Berita Digital | Pemerintah Indonesia mengambil langkah besar dalam reformasi pendidikan dengan menetapkan kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah, dimulai pada tahun ajaran 2025/2026. Langkah ini diumumkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti dalam kuliah umum bertajuk “The Future of Learning: How AI and Digital Literacy are Reshaping Basic Education”, di President University, Cikarang, Selasa (15/7).
Dalam paparannya, Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa perkembangan pesat AI telah menghadirkan transformasi besar di berbagai sektor, termasuk dunia kerja dan pendidikan. Dalam dunia kerja, kemampuan AI dan robot untuk bekerja tanpa lelah dengan presisi tinggi menjadikan banyak proses menjadi lebih efisien dan produktif. Kemajuan ini berdampak pada kehilangan sejumlah jenis pekerjaan, tapi juga melahirkan banyak pekerjaan baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Di bidang pendidikan, kebiasaan membaca buku atau berkunjung ke perpustakaan semakin berkurang di era digital ini. Siswa cenderung mengandalkan pencarian cepat melalui internet. Kini, muncul istilah seperti professor download dan doctor download karena semua informasi seolah bisa didapatkan hanya dengan mengunduh. Padahal, hasilnya belum tentu valid.
Oleh karena itu, pengenalan AI di bangku sekolah dasar adalah respon terhadap kebutuhan zaman yang berubah cepat. Generasi muda Indonesia saat ini atau yang disebut generasi digital native tumbuh dengan teknologi digital sebagai bagian dari keseharian mereka. Namun, kedekatan dengan teknologi belum tentu sejalan dengan pemahaman terhadap cara kerjanya.
“Anak-anak kita perlu dikenalkan sejak dini kepada AI. Tapi, pelaksanaannya tidak bisa dipaksakan seragam. Sekolah yang siap saja yang akan menjalankannya,” tegas Abdul Mu’ti.
Mapel AI Sebagai Pilihan
AI akan dimasukkan sebagai mata pelajaran pilihan bersanding dengan keterampilan abad ke-21 lainnya seperti coding, literasi digital, dan logika komputasional. Materi AI akan dirancang agar sesuai dengan usia dan kemampuan siswa di jenjang dasar dengan pendekatan pengenalan konsep, penggunaan teknologi secara etis, dan simulasi dasar.
Menurutnya, Mapel berbasis teknologi informasi ini hanya akan diberlakukan di sekolah yang sudah memiliki kesiapan infrastruktur, termasuk perangkat teknologi dan koneksi internet yang memadai. “Karena, pada pelaksanaannya butuh alat-alat canggih dan internet yang stabil. Sedangkan kita tahu, belum seluruh sekolah punya sarana itu,” ujarnya.
Antara Peluang dan Tantangan
Kebijakan ini menuai respon positif dari kalangan akademisi dan pengelola institusi pendidikan. President University sebagai tuan rumah kuliah umum ini menyatakan dukungannya terhadap arah baru pendidikan dasar yang lebih proaktif terhadap perkembangan teknologi.
Pendiri President University Setyono Djuandi (SD) Darmono berharap, dunia pendidikan dapat menjadi solusi untuk mengatasi dan mengurangi angka pengangguran. Harapannya, mahasiswa President University tidak hanya menjadi karyawan, tapi juga mampu memberdayakan diri mereka sendiri.
Namun, sejumlah tantangan tetap membayangi implementasi mapel AI di sekolah dasar. Ketimpangan akses teknologi antarwilayah, kekurangan tenaga pendidik yang menguasai AI, serta potensi ketergantungan pada informasi digital yang dangkal menjadi catatan penting. Abdul Mu’ti pun mengingatkan bahaya fenomena “brain rot”, yaitu kemunduran kemampuan berpikir kritis akibat konsumsi informasi instan dan tidak tervalidasi. “Satu-satunya cara mengatasi fenomena ini adalah melalui Pendidikan karakter dan juga Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN),” katanya.
Lebih lanjut Abdul Mu’ti mengatakan bahwa pendidikan masa depan tidak bisa hanya berbasis teknologi. Kreativitas dan empati manusia tetap menjadi kunci keberhasilan menghadapi dunia yang semakin terdigitalisasi.
“Kreativitas mungkin tidak dapat diajarkan, tapi kita bisa menjadikan kreativitas sebagai kebiasaan. Kreativitas sering kali merupakan awal terbukanya lapangan kerja baru. Inilah saatnya untuk mengombinasikan kreativitas dan juga keahlian dalam teknologi,” tegas Abdul Mu’ti.
Dalam kesempatan tersebut, Abdul Mu’ti juga menceritakan satu hal lain yang membedakan manusia dengan AI, yakni empati. Mungkin AI bisa menciptakan sebuah lagu, tapi lagu yang dibuat AI tidak dapat memiliki perasaan. Inilah perbedaan AI dan manusia, yang dapat mengerti perasaan manusia adalah manusia lainnya. “Kemampuan yang tidak dapat ditiru AI adalah kunci penting untuk terus bertahan disaat AI mulai digunakan untuk segala hal,” pungkas Abdul Mu’ti.
Masuknya AI dalam kurikulum dasar dan menengah menjadi bagian dari agenda besar menyongsong Indonesia Emas 2045, yaitu visi Indonesia menjadi negara maju yang mandiri secara teknologi dan unggul dalam sumber daya manusia. Pemerintah berharap, lulusan-lulusan sekolah dasar di masa mendatang bukan hanya mahir menggunakan teknologi, tapi juga memahami prinsip-prinsip etika digital, mampu berkreasi, dan berpikir kritis.